Narkoba bukan hanya menyangkut kejahatan biasa namun sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa yang mengancam negara dan generasi depan bangsa.
Terlepas dari kemungkinan pelanggaran terhadap Hak Azasi Manusia, tampaknya upaya Philippina untuk mengatasi darurat narkoba dan perang melawan penjahat narkoba perlu kita acungi jempol.
Sejak masa kampanye memang Rodrigo Dutarte memang mengasung semboyan “No to Drugs” yang benar benar direalisasikan dalam tindakan nyata berupa perang besar besaran melawan semua sendi terkait narkoba mulai dari pengguna, pengedar dan bandar ketika Dutarte menjadi presiden.
![Semboyan kampanye. Photo: ABC: Adam Harvey](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/18/narkoba3-578c57132e7a6136048b4571.jpg?t=o&v=770)
![Presiden Philipina Rodrigo Dutarte merealisasikan janjinya untuk membumi hanguskan peredaran narkoba di Philipina. Sumber:images.gmanews.tv](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/18/narkoba2-578c4aec347b619c04645801.jpg?t=o&v=770)
Perang terhadap narkoba yang dilakukan secara besar besaran ini memang menguncang dunia bawah tanah aktivis narkoba. Disamping dikejar dan ditembak mati bagi pengedar dan gembong narkoba, pemerintah Philipina juga mentargetkan pengguna narkoba.
Akibat dari gelombang perang ini dalam beberapa minggu ini ini sebanyak 60 ribu pencandu narkoba berbondong bondong mengunjungi klinik rehabilitasi narkoba agar tidak masuk kategori yang akan menjadi target pasukan pemburu pengedar dan gembong narkoba.
Para pengedar dan gembong narkoba di Philipina kini ada dalam situasi ketakukan yang luar biasa karena pasukan khusus yang dilibatkan dalam perang melawan narkoba ini memiliki semacam lisensi untuk "shoot first, ask later"
Mengapa Phillipina melakukannya?
Menurut WHO Philipina merupakan negara yang memiliki angka pengguna ekstasi (methamphetamine) yang tertinggi di wilayah Asia Timur. Disinyalir Philipina telah dikuasi oleh bandar narkoba internasional jaringan geng China yang mengimpor narkoba dari China, mendirikan laboratorium di Philipina dan mengendalikan operasi pengedaran narkoba dari penjara penjara.
Minggu lalu secara terbuka presiden Dutarte mengumumkan nama 5 perwira tinggi polisi sebagai “narco-general” yang menjadi pelindung sindikat narkoba. Tidak hanya sampai disitu saja bahkan untuk satu propinsi saja sebanyak 120 polisi telah dipecat karena terlibat dengan narkoba.
Baru baru saja Presiden Dutarte mengultimatum para pengedar dan gembong narkoba dengan mengatakan :
“Jika kamu menghancurkan negara kami, saya akan membunuh anda. Jika anda menghancurkan anak anak kami, saya akan membunuhmu. Saya menyerukan ini kepada siapa saja, terutama para aktivis pembela hak asasi manusia yang mencoba melindungi pengedar dan bandar narkoba, untuk tidak menghalangi langkah saya menyelamatkan rakyat Philipina”
Memang ada suara menentang terhadap langkah ekstrim yang dilakukan oleh Presiden Dutarte ini terutama dari kalangan pegiat pembela Hak Azasi manusia, namun tampaknya Presiden Dutarte lebih memilih membela HAM rakyat Philipina dibandingkan dengan membela HAM pengedar dan gembong Narkoba.
![Pasukan khusus pemburu pengedar dan gembong narkoba Philipina. Sumber: ABC News: Ben Bohane](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/07/18/narkoba1-578c4a666723bdfe041a06d3.jpg?t=o&v=770)
Kini Philipina memilki pasukan kematian yang memburu para pengedar dan gembong narkoba sampai ke ujung bumi Philipina yang setiap saat siaga jika diperlukan untuk langsung mengeksekusi mati di lapangan para penjahat narkoba ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI