Ketika pasukan sekutu berhasil menggulingkan Saddam Husein dan menguasai Irak pada tahun 2003 dan deklarasi bahwa kekuatan Al Qaeda sudah dilumpuhkan pada tahun 2008 ternyata kejadian tersebut bukan merupakan awal terjadinya kestabilan politik di Timur Tengah, namun justru sebaliknya.
Pada saat penggulingan Saddam Husien memang ISIS belum terdengar keberadaannya, namun pada kenyataanya ISIS sudah ada dan kemungkinan “dipelihara” keberadaan saat itu untuk melawan rezim Saddam Husein. Saat perang teluk cikal bakal ISIS ini pindah ke Syria dan membesarkan diri untuk selanjutnya kembali ke Irak dan berkembang secara tidak terkendali.
Tidak hanya itu saja penggulingan Saddam Husein dinilai sebagai pemicu gelombang perubahan di Timur Tengah yang dikenal sebagai “Arab Spring”. Gelombang Arab Spring melanda negara-negara di Timur Tengah satu persatu seperti wabah. Sebut jasa runtuhnya kekuasaan Kadhafi, pergolakan di Mesir yang menumbangkan Husni Mobarak, perang saudara di Syria dll.
Anehnya ada beberapa negara di kawasan ini yang sengaja “dikontrol”, “dibiarkan” dan bahkan “dilindungi”, sebut saja Iran dan Saudi Arabia. Iran walaupun mendapat tekanan hebat karena kemampuannya membuat senjata nuklir masih eksis. Sementara itu Saudi Arabia yang oleh Amnesti Internasional dikategorikan sebagai negara bermasalah dalam hal pelanggaran HAM sengaja dilindungi. Negara-negara di Timur Tengah yang dianggap “jinak” dan memberi keuntungan pada negara barat dibiarkan dan aman dari gelombang “Arab Spring”.
Pengakuan dan permintaan maaf Tony Blair terkait kesalahan data intelejen ini memang sangat mengherankan dan tidak masuk akal, sebab Amerika dan Inggris tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki kemampuan intelejen terkuat di Dunia.
Spekulasi akhirnya merebak bahwa ada kekuatan yang berkepentingan di balik dipublikasikan informasi intelejen yang salah tersebut. Kekuatan ini tentunya sudah memperhitungkan efek dominan yang akan terjadi jika penggulingan Saddam Husein dimulai. Mereka pasti sudah memperhitungkan eksistensi ISIS yang saat itu masih bayi dan dampaknya di kemudian hari. Mereka sudah pasti tau bahwa Arab Spring bukanlah sesuatu gelombang perubuhan yang terjadi dengan sendirinya melainkan gelombang yang didesign oleh kekuatan ini.
Kekuatan itu memang telah berhasil mengaduk-aduk peta politik dan kekuatan di Timur Tengah dengan harapan terjadi keseimbangan baru yang tentunya menguntungkan pihak yang berada dibalik ini semua. Akankah kasus Al Qaeda yang dulunya diperlihara dan dibesarkan untuk melawan kekuatan Uni Soviet yang saat itu sudah lama menguasai peta politik di beberapa negara di Timur tengah khususnya Afghanistan. Osama bin Laden yang pada awalnya “dibesarkan” oleh Amerika akhirnya berbalik menghantam Amerika.
Pengakuan Toni Blair diharapkan menjadi titik terang untuk mengungkap siapa dalang di balik kekacauan di Timur Tengah ini. Pengakuan dan permintaan maaf Tony Blair memang meringankan beban dan pikiran yang menghantuinya setelah dia tidak berkuasa lagi. Namun rakyat Inggris sudah lama tau bahwa terjadi kesalahan besar ketika Inggris melibatkan diri dalam melakukan invasi Irak 13 tahun yang lalu sekaligus menyalahkan Toni Blair atas banyaknya korban yang jatuh dari pihak Inggris.