Â
Governance di masing – masing bank harus sejalan dengan Peraturan Perbankan Indonesia yang menekankan batasan terhadap keanggotaan Dewan Komite, dan mensyaratkan hal tertentu untuk dipertahankan pada tingkat Dewan Komisaris dan Dewan Direksi dan tidak didelegasikan lebih lanjut pada individual.
Â
Assurance adalah pembuktian kepada manajemen senior, bahwa kebijakan internal dan peraturan eksternal telah dipatuhi dan risiko signifikan telah diidentifikasi dan dikelola secara tepat waktu dan proaktif.
Â
Contoh kerangka kerja assurance adalah 3 lini assurance, yaitu First Line Assurance: meliputi manajemen risiko yang dilakukan oleh unit/bisnis, terutama melalui penilaian sendiri (self assessment) atas pengendalian utama yang diidentifikasi Risk Control Owner dan pemeriksaan atas contoh transaksi untuk memastikan kepatuhan atas kebijakan; Second Line Assurance: meliputi proses assurance dan penilaian risiko yang dilakukan oleh Operational Risk, Compliance dan komite–komite di Bank, dan Third Line Assurance: meliputi pengujian independen oleh Audit Internal.
Â
Jadi governance menetapkan cara kerja, sistem dan kontrol atas proses manajemen risiko, sementara assurance memastikan bahwa cara kerja dan proses tersebut diikuti dan dipatuhi dengan benar serta jika terdapat kekurangan diperbaiki.
Â
1.3 Mengendalikan Kredit Macet
Â
Risiko kredit tercermin dari tingkat kredit macet atau non-performing loan (NPL). Peningkatan risiko kredit harus diwaspadai karena ini adalah risiko terbesar di perbankan mengingat 80% aktivitas bank adalah penyaluran kredit.
Â
Saat ini NPL meningkat seiring tajamnya persaingan dan ketatnya likuiditas perbankan. Trend peningkatan kredit macet  terutama sektor UMKM.
Â
Kenaikkan ini jelas kurang menguntungkan sektor UMKM. Â Angka kredit macet yang tinggi memperlambat pertumbuhan kredit di sektor ini karena bank akan melakukan konsolidasi guna mengendalikan kredit macet supaya tidak berlanjut naik ke tingkat yang membahayakan.
Â
Ada beberapa hal yang wajib diperhatikan dalam pengelolaan risiko kredit sbb:
Â
Pertama, adanya Kebijakan Kredit (policy), yang menetapkan aturan dan standar secara jelas untuk aktivitas bisnis dan kredit. Kebijakan perlu direvisi dan disesuaikan secara periodik untuk memastikan kelanjutan efektifitas dan kesesuaiannya.
Â
Kedua, adanya Batasan Eksposur yang menyediakan limit secara jelas untuk risiko finansial. Batasan eksposur ini ditetapkan selaras dengan risk appetite bank bersangkutan. Limit eksposur ini membuat bank sedari awal sudah punya panduan yang jelas mengenai total risiko yang akan diterimanya.