Â
Bagaimana membangun sistem manajemen risiko yang kuat? Kita perlu tahu dulu, apa saja risiko yang dihadapi oleh bank.
Â
Secara umum ada empat risiko utama, yaitu risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional. Tantangannya adalah bagaimana mengelola risiko – risiko tersebut, sehingga bisnis bank dapat menguntungkan dan kerugian dapat dihindari.
Â
Beberapa hal yang sebaiknya menjadi pertimbangan dan fokus dalam mengelola risiko adalah sbb:
Â
1.1 Memperkuat Permodalan
Â
Boleh dikatakan bahwa bank hidup dari other’s people money. Mayoritas dana adalah simpanan masyarakat (disebut Dana Pihak Ketiga), mencapai 90%.
Â
Bagaimana jika pemilik dana tiba – tiba menarik uangnya dalam jumlah besar? Sementara, uang tersebut sedang dipinjamkan yang masa pengembaliannya masih lama.
Â
Menghadapi risiko ini, modal menjadi kritikal. Dengan modal yang cukup, bank mampu menyerap risiko tersebut. Karena itu, bank dituntut memiliki permodalan yang kuat.
Â
Berbeda dengan umumnya industri lain, di perbankan ada ketentuan modal minimum dari regulator (regulatory capital). Saat ini modal harus sebesar 8% dari asset bank dengan jumlah minimum Rp 100 miliar.
Â
Prinsipnya adalah semakin beresiko aktivits bank, modal harus semakin besar. Untuk memastikan hal tersebut, maka cara perhitungan modal di bank dikaitkan dengan asset tertimbang menurut risiko (ATMR). Semakin agresif bank memberikan pinjaman, semakin besar modal yang harus disiapkan.
Â
Kondisi permodalan perbankan nasional saat ini cukup sehat. Rata – rata modal perbankan 17% asset (minimum 8%). Artinya, posisi modal perbankan nasional lebih dari dua kali persyaratan modal minumum.
Â
BI juga telah melakukan stress test dengan berbagai skenario (berdasarkan pengalaman riil ataupun simulasi) untuk menguji apakah modal yang dimiliki bank saat ini kuat menghadapi goncangan krisis. Dan hasilnya, tingkat modal tersebut cukup kuat.