---
Hari demi hari, semangat Faris untuk menjaga kebersihan semakin besar. Ia tidak hanya membersihkan rumahnya, tetapi juga membantu membersihkan jalanan kampung. Namun, usahanya tidak selalu diterima dengan baik. Ada beberapa tetangga yang mencibir.
"Ngapain capek-capek bersihin jalanan? Bukan tanggung jawabmu, Ris," kata Pak Darto, tetangga sebelah rumah.
"Betul. Toh, besok juga pasti kotor lagi," tambah yang lain.
Faris hanya tersenyum. Ia ingat pesan ustaz: "Ketika kita berbuat baik, jangan berharap balasan dari manusia. Lakukan semuanya karena Allah."
Meski mendapat kritik, Faris tidak berhenti. Ia bahkan mengajak teman-temannya untuk ikut serta. Salah satunya adalah Ahmad, sahabatnya sejak kecil. Ahmad awalnya enggan, tetapi setelah melihat tekad Faris, ia luluh.
"Kalau kamu bisa, kenapa aku tidak?" kata Ahmad sambil membawa karung untuk mengumpulkan sampah.
---
Setelah beberapa minggu, perubahan mulai terlihat di kampung mereka. Jalanan yang sebelumnya kotor kini menjadi lebih bersih. Warga mulai sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan, beberapa ibu rumah tangga mengadakan gotong royong membersihkan selokan yang sering tersumbat.
Namun, perubahan ini tidak hanya terjadi secara fisik. Hati Faris juga terasa lebih lapang. Ia merasa lebih dekat dengan Allah. Setiap kali ia melihat jalanan bersih atau tetangganya tersenyum puas, hatinya dipenuhi rasa syukur. Ia menyadari bahwa kebersihan adalah bentuk ibadah yang tidak membutuhkan banyak kata, hanya tindakan tulus.
---