Klientalisme ekonomi melalui praktek kolusi antara pemerintah dan pihak pengusaha tampak menguat. Sumberdaya politik dan ekonomi rakyat tetap dikontrol oleh sekelompok orang yang dekat dengan penguasa.
Negara, sampai saat ini, terkesan masih menggunakan sarana otoriter yang eksesif dengan tujuan memunculkan ketakutan politik rakyat. Simbol-simbol "kebudayan" Â dimanipulasi, agar supaya rakyat dari akar rumput memandang penguasalah yang paling arif, bersih dan sempurna. Tidak perlu dikontrol oleh kekuatan demokratis. Pemusatan kekuasaan yang dilakukan secara intensif dan eksesif, nyaris menjadikan peribadi penguasa identik dengan hukum.
Persoalan-persoalan tersebut, secara erat  bertalian satu dengan yang lainnya, dan memunculkan kekusutan persoalan kenegaraan seperti yang dirasakan saat ini.
V
Antisipasi supaya Indonesia kontemporer di bawah rezim SBY tidak terhalang menjalankan "tugas" perubahan secara bertahap (gradual), dan tidak menjadi pemicu munculnya "revolusi sosial" dari rakyat aras "tengah" dan "bawah", karena kehilangan harap (hope) untuk menggapai angan mereka untuk kesejahteraan, keadilan dan kemerdekaan, maka perlu menempuh jalan baru untuk perubahan.
Pertama,melakukan percepatan dalam penegakan hukum ( law enforcement). Selain menjamin hak warga negara ikut menentukan "warna" kehidupan sosial-politik yang baru, rezim SBY perlu memastikan, bahwa setiap warga negara mematuhi aturan yang berlaku. Aturan yang telah disepakati bersama. Supaya hak orang lain tidak terganggu oleh ekspresi penggunaan hak yang sama dari komunitas warga negara lainnya.
Kedua, rezim SBY perlu segera memberikan kejelasan, apa kepentingan nasonal (national interest) yang ingin dicapainya. Ini dimaksudkan, supaya masyarakat tetap berpola dari rumusan kepentingan nasional. Berinisiatif mendukung langkah-langkah pembaruan, tanpa melepaskan diri dari keseluruhan konteks gerakan dan arah perubahan (reformasi) nasional.
Ketiga, transparency. Mekanisme politik harus terbuka. Alasan-alasan mengapa sebuah alternatif dipilih oleh pemerintah untuk dijalankan dalam mengatasi persoalan publik, perlu diumumkan. Supaya, rakyat menyadari apa yang dapat diterima dan didukung dan apa yang perlu ditolak. Dan, dari sisi mana dapat berpartisipasi memberi dukungan terhadap perubahan yang sedang dijalankan pemerintah.
Keempat, mutual trust. Rezim SBY perlu segera membangun situasi "saling percaya" antara rakyat dan pemerintah. Hal ini dimaksudkan, supaya setiap inisiatif dan keputusan yang diambil pemerintah dirasakan sejalan dengan arah yang dikehendaki bersama.
Kelima, rasionality. Adanya keharusan dari seluruh agen perubahan untuk lebih mengutamakan akal sehat daripada perasaan dalam bertindak.
Dengan menjalankan hal-hal tersebut di atas, diyakini, rezim SBY yang menerima otoritas kekuasaan dari publik untuk mengelolah dan mengendalikan seluruh struktur kelas dalam masyarakat Indonesia, tidak kehilangan kepercayaan, dan terhindar dari "potensi revolusioner" yang akarnya muncul dari ketidak puasan sosial.