Ia berkisah perihal permulaan dirinya terjun kedalam dunia sastra dilakukan atas dasar desakan perut. Ketika ia memutuskan untuk ikut bersama Pram ke Jakarta tak ada pekerjaan yang dapat ia lakukan selain menulis. Cerpen pertama yang ditulisnya ternyata laku dan diterbitkan dalam sebuah majalah kota.Â
Penghasilannya kala itu bahkan melebihi pengasilan Pram yang sudah lebih dulu menjadi wartawan.
Bakat itu ia teruskan hingga ia mampu menyelesaikan sekolah dan melanjutkan pendidikan tinggi ke Uni Soviet. Pak Soes menghasilkan begitu banyak karya sastra, meskipun dalam beberapa kesempatan ia tak ingin disebut sebagai sastrawan apalagi menyebut buku-bukunya ke dalam kategori-kategori tertentu, tetapi ada sebuah karya yang menurut saya menjadi anomali dari semua karyanya.
Ia menulis salah satu buku berjudul Republik Jalan Ketiga. Buku tersebut merupakan saduran dari desertasi yang ditulisnya ketika menempuh pendidikan doktoral di Universitas Plekhanov Moskow, Uni Soviet.Â
Isinya kurang lebih menguraikan perihal distingsi antara Komunisme dan Kapitalisme.Â
Menurutnya, dua paham tersebut sama-sama memiliki kekurangan dan tak pantas diterapkan di Indonesia.
Tesis yang ia ajukan bernama jalan ketiga itu bersandar pada argumen bahwa Indonesia memiliki kearifan lokal yang unik dibandingkan negara-negara lain. Indonesia bisa terus hidup dan berjaya jika memanfaatkan dengan optimal potensi kearifan lokal yang dimilikinya.Â
Hebatnya, desertasi dari Pak Soes kala itu mendahului tesis dari Anthony Giddens yang kini dikenal dunia sebagai bapak jalan ketiga.
Pak Soes adalah tipikal orang yang amat teliti dalam ingatan. Selama bercakap, nama-nama tokoh dalam setiap periode sejarah tertentu dapat ia sebutkan secara lengkap dan cermat.Â
Siapa saja yang berkesempatan bercakap dengan beliau sebisa mungkin menyediakan alat tulis jika tak ingin ketinggalan data-data sejarah dari sumber langsungnya.
Saya paling suka ketika ia menyebutkan nama-nama kekasihnya ketika berkuliah di Uni Soviet. Mulai dari gadis gipsi hingga Polandia pernah ia kencani. Ia sering membanggakan dirinya dibanding Pram yang hanya bisa mengencani sedikit perempuan selama hidupnya.