Sembari menguasai diri, saya melakukan panggilan video ke Mama, tampaknya Mama sedang mempersiapkan diri untuk rawat inap ke Rumah Sakit berdasarkan rujukan dari tiga dokter.
Malam itu (5/1/2021), Mama didampingi oleh kakak perempuan saya---sama-sama terdeteksi adanya Covid-19 di dalam tubuh---berburu rumah sakit di Kota Surabaya.
Dari sepuluh rumah sakit yang telah dikunjungi, baik milik pemerintah maupun swasta sudah tidak mampu menampung luberan pasien Covid-19---sekalipun ada rumah sakit milik pemerintah yang masih bersedia menampung pasien Covid-19, tetapi pasien tidak mendapatkan kepastian kapan akan mendapatkan kamar, masih harus menunggu di IGD sampai batas waktu yang belum ditentukan---menunggu berkurangnya pasien Covid-19, baik karena sudah dinyatakan sembuh ataupun meninggal.
Hingga akhirnya menjelang tengah malam, Mama mendapatkan kamar untuk rawat inap di salah satu rumah sakit milik pemerintah di Kota Surabaya bagian utara.
Setelah melalui proses administrasi hingga dini hari menjelang subuh, serta memastikan Mama telah masuk ke dalam ruang perawatan, kakak perempuan saya meninggalkan rumah sakit untuk pulang ke rumah melakukan isolasi mandiri.
Saat fajar menyingsing (6/1/2021), saya mengambil bagian untuk mengantarkan selimut, bantal, guling, susu sapi murni kemasan, air panas dalam termos, dan wedang lemon yang telah disiapkan oleh istri saya ke rumah sakit.
Keesokan harinya pun (7/1/2021) saya mengantarkan wedang lemon kembali, dan tiga butir telur ayam kampung yang telah direbus. Kali ini setelah kiriman diterima oleh Mama, Mama menyampaikan via telepon untuk wedang lemonnya dihentikan dulu pengirimannya, karena berdasarkan arahan dari dokter untuk kebutuhan vitaminnya sudah tercukupi, karena Mama selama satu minggu penuh akan mendapatkan perawatan dengan menggunakan vitamin c dosis tinggi, dan digelontor berbagai macam obat (anti virus, dll.) yang disuntikan melalui infus---Mama pun harus selalu mengenakan alat bantu pernapasan untuk menyalurkan oksigen.
Pada hari ketiga Mama di rumah sakit (8/1/2021), saya berpamitan via telepon kepada Mama untuk berangkat mengerjakan karya pelayanan dengan menghadiri Musyawarah Olahraga Disabilitas di empat daerah selama dua hari ke depan yakni di Kota Malang dan Kabupaten Malang (9/1/2021), kemudian keesokan harinya di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri (10/1/2021).
Seusai berpamitan, suasana yang berbeda dari biasanya meliputi perasaan ini, pengalaman kehilangan Papa telah memberikan trauma tersendiri (selengkapnya: bit.ly/2LNtkbF), meskipun keyakinan yang kuat telah dimiliki bahwa saat kemungkinan yang terburuk pun terjadi, kematian tetaplah sebuah kemuliaan.
Namun, selagi Mama diberikan kesempatan untuk hidup, maka masih ada kesempatan bagi saya untuk mendarmabaktikan diri ini kepada Mama---darma bakti yang bukan sekadar menceritakan karya pelayanan bagi sesama, melainkan karya perjuangan yang sedang diusahakan sebagai seorang anak, seorang suami dan seorang ayah.
Hari untuk mengerjakan karya pelayanan pun tiba (9/1/2021), saya berusaha untuk tetap berdiri di tengah badai yang sedang menghampiri ini, saya pun tidak membagikan cerita kepada siapa pun tentang apa yang saya alami, termasuk kepada Bapak Imam Kuncoro dan Bapak Amin Alwachijah yang selama dua hari penuh saya menghabiskan waktu bersama dengan mereka dalam mengerjakan karya pelayanan.