Selama ini pada tataran tingkat provinsi di Indonesia---secara khusus yang terjadi di Provinsi Jawa Timur saat menyongsong Peparnas---proses klasifikasi disabilitas hanya dilakukan dengan metode klasifikasi berbasis pengalaman.
Dalam artian, tenaga Classifier hanya berasal dari mantan paralimpian yang pernah mengikuti proses klasifikasi dalam berbagai kompetisi olahraga disabilitas semasa aktif sebagai paralimpian, kemudian kini menjadi pelatih dan dengan berbekal pengalaman yang dimiliki melakukan proses klasifikasi terhadap paralimpian yang akan dibina---selain berasal dari mantan paralimpian, penulis yang nondisabilitas dan notabene tak memiliki bekal pengalaman sebagai paralimpian, hanya memiliki kesempatan beberapa kali sebagai pelatih (dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir) yang mendampingi paralimpian dalam proses klasifikasi disabilitas saat pelaksanaan kompetisi olahraga disabilitas berskala nasional, turut memberanikan diri berperan sebagai tenaga Classifier dalam cabang olahraga Atletik di Provinsi Jawa Timur.
Metode klasifikasi disabilitas yang dilakukan hanya dengan berbasis pengalaman seperti demikian tak ubahnya dengan metode trial and error, hanya coba-coba mengikutsertakan paralimpian untuk mengikuti kompetisi olahraga disabilitas, tanpa memperhatikan dengan saksama proses klasifikasi disabilitas dari paralimpian yang bersangkutan.
Tentu merupakan sebuah kerugian yang besar, apabila paralimpian yang telah melalui proses pembinaan jangka panjang dalam pemusatan latihan olahraga disabilitas, kemudian saat mengikuti proses klasifikasi yang dilaksanakan oleh pihak penyelenggara kompetisi olahraga disabilitas hanya akan mendapatkan status tidak lolos klasifikasi.
Sepatutnya untuk saat ini proses klasifikasi disabilitas dilakukan dengan saksama, mengikuti perkembangan metode klasifikasi yang ada, mulai dari berbasis medis, berbasis mobilitas, hingga berbasis bukti.
Di sinilah letak peran Sport Clinic dalam memberikan pelayanan klasifikasi disabilitas sesuai dengan perkembangan metode klasifikasi yang ada, mengingat sumber acuan untuk klasifikasi disabilitas telah tersedia, tenaga medis yang terbiasa dalam mendedah keilmuan yang terkait erat dengan disabilitas pun telah ada, terlebih apabila Sport Clinic terkait memiliki tenaga medis yang berpengalaman sebagai National Classifier.
Bagi induk organisasi olahraga disabilitas pada tataran tingkat provinsi, apabila kemudahan pelayanan klasifikasi disabilitas bisa didapatkan melalui keberadaan Sport Clinic yang ada di setiap provinsi, tentu menjadi hal yang baik bagi induk organisasi olahraga disabilitas di Indonesia. Mengingat pada saat INAPGOC menyelenggarakan Test Event dalam rangka menghadapi Asian Para Games 2018 dengan mengundang paralimpian yang tersebar di berbagai provinsi yang ada di Indonesia, kala itu terdapat salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh paralimpian berupa isian kelengkapan berkas yang sangat diperlukan untuk membantu Classifier dalam menentukan kelas perlombaan dan pertandingan bagi paralimpian yang bersangkutan, dan untuk pengisian kelengkapan berkas tersebut, paralimpian yang bersangkutan harus melalui pemeriksaan tenaga medis (dokter) terlebih dahulu di daerahnya masing-masing.
Berdasarkan dari pengalaman paralimpian kami dengan kelompok disabilitas daksa (phsycal impairment) yang mendapatkan undangan untuk mengikuti Test Event pada cabang olahraga Atletik
Kala itu saat memeriksakan diri pada salah satu rumah sakit di Provinsi Jawa Timur dengan membawa kelengkapan berkas yang harus diisi oleh pemeriksa, tenaga medis (dokter) yang memeriksa menyatakan ketidaksediaannya untuk mengisi kelengkapan berkas dengan sejumlah alasan yang diberikan, meski sebenarnya menurut kami untuk jenis dan tingkat disabilitas daksa pada paralimpian yang bersangkutan tidaklah rumit.
Dengan keberadaan Sport Clinic yang dapat memberikan pelayanan klasifikasi disabilitas bagi paralimpian, tentu preseden buruk seperti demikian tak perlu terulang kembali, bahkan dengan keberadaan Sport Clinic akan mampu memberikan pelayanan klasifikasi disabitas yang kompleks sekalipun untuk jenis dan tingkat disabilitasnya, seperti pada disabilitas daksa dengan kelemahan fisik yang mempunyai subjenis paling banyak, di antaranya terdapat jenis disabilitas karena kekuatan otot yang menurun, gerakan sendi yang menurun, defisiensi anggota gerak, perbedaan panjang kaki, postur tubuh pendek (achondoplasia), kekakuan otot, ataksia, hingga athetosis.
Peran Sport Clinic dalam Pelayanan Medis
Selama ini Sport Clinic yang dikembangkan oleh RSUD Dr. Soetomo menangani pasien yang merupakan atlet nondisabilitas yang berada di bawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) saat mengalami cedera olahraga, serta pasien umum atau masyarakat yang mengalami cedera olahraga dengan membawa surat rujukan.