Gadis dengan rambut panjang terkepang dua itu makin mempercepat langkah kaki jenjangnya. Suara deru klakson kendaraan bermesin berpacu dengan suara nafas gadis yang nampak lelah setengah mati.Â
Seolah baru saja membangun candi dalam waktu satu malam. Keringat mengalir bebas di wajah gadis berkulit kuning langsat yang kini berhenti tepat di depan lampu merah, tempat bis biasa berhenti. Tubuhnya membungkuk dengan kedua tangan mencekal lutut. Sejenak ia berusaha mengatur nafas dan detak jantungnya yang masih tak karuan.Â
Sayangnya, ketika kepala gadis itu terangkat, keadaan kembali memaksanya melangkahkan kaki dengan lebih cepat karena bis yang ia tunggu sudah merangkak beberapa meter lebih jauh darinya.Â
Untunglah, kernet bis itu cukup peka hingga bisa menyadari ada penumpang yang tertinggal. Dengan kecepatan cahaya kernet itu memukul pintu bis dengan uang koin. Membuat sopir menginjak pedal rem dengan sekali sentak. Juga membuat penumpang yang berdiri hampir tersungkur ke bekalang.Â
Beberapa dari mereka lantas memberikan tatapan mata yang nampak seperti malaikat jika dilihat dari sisi iblis ketika gadis itu menaiki bis yang hampir penuh itu.Â
Gadis yang nampak sangat lelah itu menundukkan kepalanya sebagai tanda maaf. Akhirnya, ia bisa bernafas lega. Telat sedetik saja, maka dapat dipastikan jika ia akan berakhir dengan menghabiskan waktu 30 menit untuk hormat pada bendera dengan bertemankan sinar matahari pagi.
Ah, karena terlalu sibuk dengan drama pagi ini, aku kadi lupa untuk memperkenalkan tokoh utama cerita ini. Baiklah, perkenalkan, namanya Aurora.Â
Bertolak belakang dengan namanya yang seperti tokoh putri dalam kartun. Lora, nama panggilang gadis itu, adalah gadis yang ceroboh, pendiam, dan pecinta kucing sejati.Â
Dilihat dari sifatnya saja, aku yakin kalian pasti tau apa yang membuat gadis itu terlambat di hari ketiganya sebagai siswi baru SMA Awan Pelangi. Yap, tepat sekali. Apalagi kalau bukan pemberian sarapan pada kucing liar di sekitar komplek rumahnya. Bahkan, isi tas Lora pun sebagian besar diisi makanan kucing dari usia 0 sampai belasan tahun. Bahkan, tak jarang Lora membawa termos ke sekolah agar bisa memberikan susu hangat pada bayi kucing yang ditinggalkan orang tuanya.Â
Argh, entah apa yang salah dengan gadis itu. Parahnya lagi, semua barang yang Lora kenakan dari ujung kuku kaki hingga rambut di kepala pun selalu bergambar kucing. Hanya seragam dan sepatunya saja yang normal. Baiklah, sudah cukup perkenalannya. Kembali ke masa sekarang dimana Lora tengah sibuk mencari tempat yang cocok untuk berdiri.Â
Tempat yang bisa memudahkannya keluar begitu bis berhenti di depan gerbang sekolahnya 15 menit lagi. Ah, sepertinya berdiri di samping pria yang memakai jaket hingga menutupi kepala itu cocok. Lora langsung menempatkan diri. Tangannya memegang cincin yang bergantung di atas kepalanya.