Mohon tunggu...
Rosy RahayuPutri
Rosy RahayuPutri Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta

Seorang mahasiswa yang hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teman Cerita

1 Juni 2023   17:15 Diperbarui: 1 Juni 2023   17:16 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia terdiam, seperti sedang memikirkan suatu hal. Mungkin aku salah? "Eum, maaf ya, tidak seharusnya aku berkata seperti itu padamu"

"Tidak masalah, terima kasih sudah menyadarkanku. Dia meninggalkanku demi lelaki lain. Katanya, aku ini terlalu baik buat dia. Alasan yang sangat klise, aku juga sadar diri kok, aku kurang segalanya. Jadi, aku bahagia melihatnya bersama seseorang yang dapat membuatnya bahagia"

"Omong kosong" tukasku begitu saja.

"Kalau kamu bahagia melihat dia bersama yang lain, mana mungkin hatimu akan sehancur ini. Kalau kamu bahagia, jiwamu tak akan mati. Jangan membohongi diri sendiri! Aku tidak memaksamu untuk terlihat baik-baik saja! Lain kali, kamu harus mencintai dirimu sendiri terlebih dahulu sebelum akhirnya kamu memutuskan untuk jatuh cinta pada manusia lain. Toh seharusnya kamu sadar, jika kamu memutuskan untuk jatuh hati dan berharap pada manusia, patah hati adalah resiko terbesarmu. Kamu hanya mau bahagianya, tapi kamu tidak siap pada resikonya, payah!"

Dia kembali terdiam, mungkin dia memerlukan waktu untuk mencerna setiap perkataanku. Kami kembali saling terdiam, aku masih menunggunya untuk membalas semua perkataanku. Atau mungkin aku salah mengatakan semua itu?

"Ya, kamu benar. Seharusnya aku tidak menggantungkan kebahagiaanku padanya"

Aku tersenyum mendapati perkataanya. Ternyata ia masih mampu berpikir dengan waras. Aku kira, setiap orang yang patah hati tidak mampu berpikir dengan jernih. Kami saling beradu pandang, kali ini aku melihat secercah harapan untuk kembali melanjutkan hidup.

"Terima kasih ya sudah mau bercerita padaku. Aku harap setelah ini keadaanmu kembali membaik"

Aku mengambil lentera di sisinya. Memberikan sedikit minyak tanah dan api agar lenteranya kembali berfungsi untuk menemaninya di kegelapan ini. Dia memberikan tatapan protes melihat aksiku. Kenapa? bukankah seharusnya ia senang karena sudah ada cahaya?

"Kenapa dinyalakan? Aku sengaja mematikannya. Aku hanya ingin ada aku dan kegelapan dalam hidupku" ucapnya dipenuhi dengan protes.

"Dasar manusia tidak bersyukur! Sudah saatnya kamu kembali hidup. Ku beri cahaya agar kamu bisa menemukan jalan pulangmu tanpa tersesat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun