#
"Ya Allah, Angga, Pak!!" Ibuku menghambur memeluk saat melihat putra bungsunya ini masuk rumah.
"Angga?"
"Mbah Kung!!" Aku memeluk kakekku yang kupanggil dengan Mbah Kakung.
"Mesti lek balek ra tau ngabari disik. Nggarai wong tuo kaget ae." Mbah Kakung memelukku sambil terus menggerutui cucunya ini.
Ibu langsung menyiapkan makan untukku. Ketika aku datang, semua makanan benar-benar diusahakan selalu ada. Itulah sebabnya aku pulang tidak mengabari dulu. Aku nggak ingin merepotkan mereka.
"Ndang, Le, Ngga.. Gek maem sik. Ibuk mau masak sambel goreng tempe tahu, lek ra arep gawe o indomi."
Itu yang selalu ibuku ucapkan. Selama ini beban keluarga tinggal aku, setelah tiga kakakku laki-laki meninggal secara hampir bersamaan karena covid tahun lalu, kini tinggalah aku putra mereka satu-satunya. Masakan ibu adalah masakan paling enak. Itu fakta. Belum pernah dimana pun aku berada, merasakan sambal goreng tempe tahu seenak buatan ibu. Tapi ibu selalu bilang kalo masakannya nggak enak, dan selalu menawarkan indomi sebagai solusi.
"Aku maem iki ae buk, kangen aku mbek masakan e ibuk. Sumpah."
Setelah kepergian ketiga kakakku, aku merasa tidak bisa jauh dari ibu, bapak dan mbah kakung. Mereka bertiga selalu membayang setiap saat, hadir di mimpiku, dan membuat hati tidak tenang jika tidak memastikan ketiganya dalam kondisi baik-baik saja. Semenjak kepergian ketiga kakakku juga, aku sadar bahwa tidak ada yang tahu kapan manusia akan pergi, mungkin aku sebentar lagi, menyusul ketiga kakakku, tapi entahlah. Aku hanya ingin pulang, saat ini.
#