Mohon tunggu...
Rosyida Putri Amila
Rosyida Putri Amila Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Seorang Lethologica

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Curious Lusi

19 Agustus 2023   12:41 Diperbarui: 19 Agustus 2023   12:45 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Libur panjang telah usai dan tahun ajaran baru pun dimulai. Putri kecilku, Lusi, sudah tidak sabar mencoba seragam pertamanya di sekolah. Seragam dengan model sailor dann rok pleated yang cenderung menjuntai kepanjangan membuat ia tampak lebih pendek dari aslinya. Dia bermata bulat, berambut ikal dan selalu minta di kepang dua. Rambutnya tidak sedemikian panjang, tapi cukup hitam dan lebat untuk kategori anak usia 6 tahun.

            Sehari sebelum Senin, ia telah mondar mandir mencoba sepatu barunya, mematut diri di depan cermin dengan seragam dan tas bermodel randoseru.

"Wah, bagus. Tapi roknya kepanjangan." Ucapku sambil menyentuh pundak Lusi.

"Tidak apa-apa, Yah. Lusi akan semakin tinggi beberapa hari lagi." Bibir tipis itu tampak tersenyum lebar. Ada gigi yang tanggal dan baru mulai tumbuh di bagian depan.

"Kaca matanya nggak di pake?"

"Dipake"

            Keluarga kami adalah sekumpulan orang dengan kacamata. Ayah dan ibuku, menggunakan kacamata sejak mereka kecil. Aku pun juga, ketiga kakakku juga menggunakan kaca mata, istriku dan Lusi, putriku, pun sama. Apa mungkin keturunan? Entahlah.

"Mau bekal apa hari ini, Sayang? Biar Ibumu buatkan." Aku tahu jika istriku tak pandai memasak. Tapi aku selalu meyakinkan Lusi, bahwa masakan ibunya, enak.

"Mau nasi goreng sosis dan acar mentimun?"

Lusi mengangguk.

Nasi goreng sosis dan acar mentimun adalah menu bekal pertamanya. Berbekal ilmu dari youtube, istriku membuatkan bekal selucu mungkin dengan berbagai cetakan menggemaskan. Kami berharap, ia akan makan dengan lahap dan belajar dengan nyaman.

"Ibu, Lusi berangkat dulu, ya. Ibu jangan lupa makan! Makanannya jangan terlalu pedas!"

Istriku mengangguk dan mencium keningnya.

"Oh, iya.. Terimakasih bekalnya, Bu." Ia melambaikan tangannya dari atas motor dan kami mulai pergi menjauh dari rumah.

#

Mungkin terlalu berlebihan jika aku menangis karena ditinggal Lusi pergi sekolah. Tapi, memang itu yang aku rasakan. Setiap hari liburku bekerja, ia akan selalu bangun pagi, dan mengajakku bermain bersamanya sampai lupa mandi. Kami makan hasil masakan 'random' yang rasanya tak karuan. Kami bertiga tidur siang di tenda depan rumah hingga beduk membangunkan kami di sore hari. Itu akan terjadi berulang setiap akhir pekan 

Semakin dewasa, anak-anak akan pergi jauh meninggalkan rumah. Mereka yang kadang membuat gaduh, menyebalkan, susah disuruh mandi, susah makan sayur, selalu merengek minta mainan dan es krim, ternyata sangat dirindukan oleh orang tuanya, ketika mereka tidak ada di rumah. Aku baru merasakannya saat menjadi orang tua.

Dulu, ketika aku masih kuliah, aku sering kali malas pulang. Entah karena di rumah merasa kesepian tanpa teman-teman atau karena malas ketika disuruh-suruh dan mendengar ocehan ibuku pagi-pagi. Sepintas memang terlihat lebih nyaman di perantauan daripada di rumah sendiri. Tapi percayalah, ayah ibu adalah orang yang paling merindukan kita, saat kita tak berada rumah. Sayangnya, kadang kita lebih memilih jauh dan hanya datang saat membutuhkan uang. Uftt.. menyedihkan sekali.

#

"Ayah , kita ini manusia? Atau tumbuhan?"  Tanya Lusi, suatu sore di balkon.

"Menurut kamu, kita lebih mirip manusia atau tumbuhan?"

Ia melanjutkan, "Hehe, manusia, Yah. Tapi kita kan juga bertumbuh, yah.. dari kecil menjadi besar. Berarti, kita tumbuhan juga?" Ingin rasanya tertawa mendengar argumen Lusi. Belum sempat kujawab, Lusi kembali bertanya.

"Oh iya, Yah.. Kita sampai kapan harus solat terus?"

"Hm..Selamanya, Sayang.. Sampai meninggal dunia.." jawabku.

"Hah? Selamanya, sampek meninggal dunia? Wah, capek dong Yah, sholat terus.."

"Ya, enggak, dong.. Buktinya Lusi udah rajin sholat lima waktu sejak TK, tapi nggak kerasa capek kan? Sholat itu kebutuhan kita, bukan Allah yang butuh. Sebagaimana kita makan sehari-hari, itu juga kebutuhan kita. Selain tubuh kita secara fisik ini butuh makan, ruh kita, jiwa kita, juga butuh makan. Makanannya apa? Makanannya adalah dengan melakukan segala sesuatu yang mendekatkan kita kepada Allah. Contohnya sholat, puasa, bersedekah, membaca Al-Qur'an dan berzikir."

"Ayah, apakah mungkin ada orang yang sudah solat dan membaca Al-Qur'an tapi masih masuk neraka?" Pertanyaan Lusi tidak pernah habis, memang.

"Lusi, Lusi tau kan, kalo Allah Maha Adil?" Lusi mengangguk.

"Adakah yang lebih adil dari Allah?"  Lusi menatapku dengan rasa penasaran tinggi, disusul gelengan kepalanya.

"Kita meyakini semua ketetapan Allah itu baik untuk kita, Lusi. Allah tidak mungkin memasukkan orang-orang yang sudah beribadah dengan penuh rasa ikhlas ke dalam neraka. Contohnya, ada orang yang sudah sholat 5 waktu, rajin mengaji, rajin bersedekah, dan melakukan semua itu ikhlas karena Allah, maka tidak mungkin Allah memasukkannya ke neraka, Sayang.."

Ikhlas itu apa, Yah?

"Ikhlas itu, kamu melakukan segala sesuatu, seperti sholat, belajar, dan mengaji, bukan karena takut pada ayah, bukan pula karena ibu, bukan karena ingin dipuji oleh siapapun. Tapi benar-benar karena Allah, Tuhan kita." Kali ini ia terdiam dan mengelus kucing kesayangannya.

#

Seringkali aku takut menjawab pertanyaan putriku, aku tidak banyak tau tentang agama. Sedangkan Lusi merupakan anak istimewa yang selalu memiliki keingintahuan di atas rata-rata. Mungkin faktor zaman yang memaksa anak-anak jauh lebih mengerti dan bertanya-tanya tentang segala hal di usia kecil mereka. Seingatku, dulu saat kelas satu SD, aku hanya tau bermain saja dan tidak pernah bertanya tentang bagaimana semesta bisa tercipta sedemikian rupa.

#

Dari bermacam-macam pertanyaan Lusi, aku mendapatkan pelajaran yang sangat berharga, yakni, menjadi orang tua bukanlah hal yang mudah. Selain bekerja untuk memenuhi kebutuhan, orang tua juga harus memiliki ilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik. Karena anak-anak tidak hanya membutuhkan guru yang mengajari mereka di sekolah, tapi juga guru yang mendidik mereka dengan hikmah dan ilmu pengetahuan di rumah.




           

 



 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun