Aroma parfume harajuku menyebar di seluruh pojok kamar. Aku memakai jas terbaikku dan melangkah keluar dengan sepatu hitam seadanya. Yang penting bersih. Tak lupa kado sebagai hadiah pernikahan.
#
10 Juni kami resmi berpisah.
Malam minggu yang cukup kelabu, aku berjalan di pinggiran bendungan sambil menyeret koper berwarna coklat tua. Rodanya yang depan udah rusak, jadi sesekali kuangkat di bahu supaya mempersingkat waktu. Malam ini aku sudah janji untuk memenuhi keinginan terakhirnya, bertemu di bendungan. Sebelum kami benar-benar menjalani hidup sendiri-sendiri.
#
Anehnya, perempuan yang kutatap saat ini tampak lebih cantik dari biasanya. Ia memakai softlens berwarna coklat tua dengan riasan yang lebih tipis. Rambutnya dicat pirang di bagian ujung dan ada pita berwarna merah jambu di ujung kepang. Wau, aku baru sadar, dia juga pakai eyeliner serta eyelash extension agak panjang. Dia lagi nge-fans sama siapa sih?
"Hai," Tangan kanannya melambai ringan dari seberang. Aku tidak membalas. Entah mengapa otakku sibuk merangkai-rangkai memori tentang dia.
Setelah ia tepat berada di depanku, aku mengajaknya untuk mencari tempat terbaik untuk memulai upacara perpisahan. Terpilihlah, kursi pojok paling selatan bendungan, meskipun banyak penjual cilok bakar dan mamang seblak yang mangkal, tapi tetap saja, kami tidak pindah. Kursi itu dulunya menjadi saksi kami memulai kisah. Dan tentunya sebentar lagi ia menjadi saksi, kisah itu berakhir.
Sebelum semuanya benar-benar usai, pertama-tama ia mempersilahkanku untuk memberi sambutan terlebih dahulu. Ia menyuruhku mengeluarkan semua uneg-uneg selama aku dekat dengannya.
"Aku nggak punya uneg-uneg apa-apa." Kataku. Jujur, ia terlalu sempurna untuk orang sepertiku, yang banyak nggak bisanya.
"Yaelah, ngga seru." Ucapnya singkat sambil mengeluarkan jurus "bombastic side eyes".