Mohon tunggu...
Rosyad Faruq
Rosyad Faruq Mohon Tunggu... Penulis - All social media : @rosyadakew

de omnibus debitandum

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kabut Gelap IPM Jawa Barat

21 Desember 2018   20:00 Diperbarui: 21 Desember 2018   20:37 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samarinda Syndrome berubah menjadi bola panas yang berputar di Konfrensi Pimpinan Wilayah PW IPM Jawa Barat yang saat itu dilaksanakan di Islamic Center Bekasi. Bagaimana tidak, bola panas tersebut seakan menjadi sorotan utama peserta Konpiwil yang notabene-nya adalah Pimpinan Daerah se-Jabar.

"Kagok borontok, kapalang belang" adalah sebuah istilah bahasa sunda yang artinya terlanjur dilakukan. Peribahasa ini relevan dengan dinamika yang terjadi di forum tersebut. 

Bagaimana tidak, isu tersebut berubah dari bola panas yang berubah menjadi senjata. Dimulai dari PP IPM yang saat itu hadir dimulai dari Ketua Umum terpilih untuk mengisi sambutan pembukaan yaitu saudara Velandani Prakoso mendapat kesan dan anggapan negatif dari kader PW IPM Jabar. 

Kemudian, di sebuah forum Konpiwil, PP IPM yang ada dalam forum sebagai peninjau yaitu saudara Salman yang menjabat sebagai Kabid KDI dan Syahrian yang menjabat sebagai Sekbid Advokasi yang keduanya merupakan perwakilan PP IPM di forum Konpiwil. Keduanya dicecar oleh berbagai pertanyaan kader IPM Jabar dengan pertanyaan yang temanya tidak jauh-jauh dari "Bagaimana bisa terjadi ketua umum terpilih muktamar bisa digantikan lewat sebuah putusan forum di Jakarta?".

Seperti dugaan saya yang sudah diprediksi sebelumnya, teringat dengan jelas dalam benak saya bagaimana kalimat seorang negarawan Italia yang bernama Niccolo Machiavelli didalam bukunya yang berjudul Il Prince mengatakan "musuh akan selalu meminta netral, sahabat akan selalu menyatakan perang" nampak secara nyata di forum ini. 

Perwakilan PP IPM saat itu menjawab pertanyaan tersebut secara "normatif" dan terus berusaha untuk mengalihkan topik isu yang saya rasa mereka tidak sanggup menahannya lagi, berbanding terbalik dengan peserta Konpiwil yanng ngotot untuk mendapat penjelasan yang dapat diterima oleh logika. 

Tapi sayangnya kebanyakan peserta konpiwil belum menguasai cabang ilmu Logika Cepat sehingga terus terbawa euforia sindrom tersebut sehingga terserang demam panggung yang membuat PP IPM dicecar berbagai pertanyaan padahal seharusnya peserta Konpiwil dapat  bergerak secepat angin, bersatu seperti hutan, serang dan talukan seperti api, dan diamlah seperti gunung yang Sun Tzu katakan dalam bukunya yaitu The Art of War. Sekian penjelasan tentang Samarinda Syndrome dalam Konpiwil.

  • SS di Musywil Jabar

Rhenald Khasali didalam bukunya berjudul Disruption menjelaskan arti disruption secara singkat yaitu musuh yang tak terlihat. Seperti yang sudah saya prediksi bahwa Musywil kali ini berisikan orang yang memiliki ambisi menduduki jabatan tertentu namun pastinya memegang teguh mitos bahwa memiliki ambisi jabatan di IPM itu tidak boleh dipertontonkan ke khalayak umum. 

Musywil yang selalu terkotak-kotakan oleh identitas. Pimpinan Daerah yang berdekatan dengan ibukota dianggap Sunda blasteran Betawi, Pantura yang dengan tegas bahwa mereka itu suku Jawa tapi yah walaupun ada juga yang Sunda-nya, Priangan Timur yang katanya memegang trah asli Sunda sebagai pusat budaya sunda di Jawa Barat, Bandung Raya sebagai Ibukotanya Jabar, dan sebagainya yang kadang kalimat murahan itu membuat tertawa orang yang mengerti, bagaimana bagi seorang politisi di IPM ngos-ngosan memutar kalimat agar dapat meraup suara untuk memuluskan kepentingan dan ambisinya. Saya saksikan dinamika itu, arti dari sebuah tujuan utama dari perang adalah untuk menang. 

Hingga pada akhirnya terpilihlah saudara Gigin Dzulgina yang menjadi Kapten bagi IPM Jabar. Tapi sayangnya, Jabar yang dulu menentang PP IPM karena urusan remeh sehingga SS menjadi musuh yang tidak terlihat dan tidak diprediksikan sebelumnya berhasil menggulingkan kerajaan tanpa perang berkepanjangan yang Sun Tzu katakan. 

Saudara Gigin digantikan oleh Saudara Fikri Zainur yang istilahnya dalam sepakbola adalah supersub atau bintang yang tidak disangka, tapi  yang saya tegaskan saya tidak menganggap sdr.Fikri Zainur sebagai David dalam kisah David and Goliath karena Goliath disini adaah PW IPM Jabar dan David itu sendiri adalah SamarindaSyndrome. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun