Mohon tunggu...
Enok Roswati
Enok Roswati Mohon Tunggu... Guru - PNS, Penulis, Pebisnis

Hal terindah adalah dapat memberikan kebermanfaatan untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindukan Kehadiran Anak Perempuan

25 November 2021   15:30 Diperbarui: 25 November 2021   15:54 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Suasana ruang makan yang semula ramai, kini mendadak menjadi sepi. Begitulah yang dirasakan seorang Aisha, istri CEO dari sebuah perusahaan yang terbilang bonafit, juga ibu muda dengan dua orang anak laki-lakinya. 

Jarak kedua anaknya terpaut cukup jauh sekitar 7 tahun, saat ini anak pertamanya, Kakak sudah masuk di bangku kuliah semester 4. Sedangkan, adiknya sekarang sudah masuk di kelas VII SMP. Semua anggota keluarganya memiliki kesibukannya masing-masing. Setelah pagi usai, rumah terasa sepi hingga menjelang sore hari para anggotanya kembali ke rumah.

Rutinitas yang monoton, ditambah setiap harinya hanya ditemani oleh Bi Asih dan Mang Udin supir pribadi sekaligus tukang kebun, membuat Aisha merasa kesepian. 

Beberapa hari ini, Aisha sering terlihat kurang fokus dan melamun, setelah pulang menengok adik iparnya yang baru saja melahirkan seorang bayi yang sangat lucu. Ibu mertuanya kerap kali mengungkapkan keinginannya memiliki seorang cucu perempuan dari anak pertamanya, yaitu suaminya.

 Aisha pun sebetulnya sangat merindukan kehadiran anak perempuan melengkapi keluarga kecilnya. Namun, suaminya menolak memiliki anak lagi, melihat dua kali istrinya melahirkan yang hampir saja merenggut nyawa istrinya, membuat Akbar suaminya tidak mengijinkan melahirkan lagi. Rasa cinta dan sayang begitu besar terhadap istrinya, membuatnya takut jika terjadi sesuatu terhadap istrinya.

Tok... Tok... Tok... suara ketukan pintu kamar, akhirnya diketuk dengan mengumpulkan keberanian seorang Aisha. Berharap semoga anak pertamanya, bersedia membujuk ayahnya memiliki seorang anak lagi. "Kak, bunda boleh masuk..." Ucap Aisha lembut. "Masuk aja bun, ga dikunci kok" sahut Revan putra pertamanya. 

"Kakak lagi sibuk ya?" tanya bundanya hati-hati. "Engga, kok bun... sini bun duduk..." Revan menepuk sofa disamping tempat tidurnya. "Engh... bunda mau ngobrol sesuatu ya? Ada apa bun?" Tanya Revan melihat gelagat bundanya yang terlihat serius, membuatnya bertanya-tanya. Aisha hanya mengangguk dengan senyuman yang merekah seolah ada lampu hijau dipikirannya.

"Kak, bunda mau minta tolong dong, boleh ya... please..." rajuk bunda. Membuat Revan kembali bertanya-tanya. Sebelum melanjutkan rasa penasaran Revan akan permintaan bunda yang tidak biasanya ini. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka, menampilkan sosok imut adiknya Rendi dengan buku-buku tugas dalam dekapannya. "Kak, aku mau minta tolong ajarin PR aku dong... Ups... ada bunda ya.." ucap Rendi cengengesan. "Nah, kebetulan ada Ade juga... sini sayang duduk dekat bunda, biar bunda ngomongnya sekalian aja..." tutur bunda.

"Ada apa sih Kak? Tumben bunda kok kelihatan serius banget.?" Tanya Rendi. Sedang Revan hanya mengendikkan bahunya, seolah mengisyaratkan sama-sama penasarannya. "Gini, bunda mau minta tolong dong, kalian berdua anak-anak bunda yang ganteng... tolong bujukin ayah ijinkan bunda punya bayi lagi ya..." rajuk bunda sedikit memelas. 

"Maksud bunda, bunda mau hamil lagi gitu?" tanya Kakak seolah tidak percaya, anggukan bunda sangat pelan tanda mengiyakan. "Kakak ga setuju bun akh... ayah pasti juga ga setuju..."sarkas Kakak. 

"Kalau ade sih, oke bun... ade setuju... Ade bantuin bunda deh... Ade kan sayang bunda" ucap Rendi antusias. Lain kakak, lain adiknya, dua anak dalam satu rahimpun terkadang berbeda pendapat. "Yeah... Ade memang terbaik.."ucap bunda antusias sambil memberikan tos pada anak keduanya. 'Yes, setidaknya punya satu sekutu dipihakku...' ucap Aisha dalam benaknya. 

"Kakak... ayolah kak, bantuin bunda ya... Bunda kesepian di rumah, kakak, ade, ayah... semua memiliki kesibukannya masing-masing. Sedangkan bunda, hanya di rumah aja ditemenin bi Asih terus. Jujur kak, terkadang bunda bosan. Kalau bunda punya anak perempuan kan asyik, bisa diajak jalan-jalan, melakukan kegiatan bareng. Apalagi kalau punya bayi perempuan lucu banget... kalian aja ganteng-ganteng, apalagi kalau perempuan pasti cantik. 

Mau ya, kak tolong bujukin ayah..." ucap Bunda dengan binar mata kebahagian yang seolah tampak di depan matanya. Membuat seorang Revan, laki-laki yang tegas dan berwibawa ini, menjadi terenyuh dengan ucapan bundanya. Walaupun, dia harus membuang rasa traumanya melihat bundanya melahirkan adiknya, yang hampir kehilangan nyawa bunda tercintanya, akibat pendarahan yang begitu hebat. Revan begitu menyayangi dan mencintai bundanya, tak pernah tega untuk berkata tidak mengabulkan permintaan bundanya.

"Ayah... hari ini kok pagi banget ke kantornya?" tanya bunda yang melihat sudah pagi sekali sudah siap dengan stelan kantorannya, tengah duduk manis di meja makan. "Iya nih bun, sekertaris ayah cuti melahirkan sudah seminggu yang lalu dan akhirnya dia memilih resign. Jadi kerjaan kantor ayah numpuk deh, ini juga untungnya mulai dibantuin kakak, sehabis pulang kuliah." keluh ayah. 

"Kasihan sekali suami bunda... kalau gitu bunda bawain bekal ya... ehm, atau nanti siang aja bunda bawain makan siangnya, bunda ke kantor ayah ya!" tawar bunda sambil memberikan kopi susu hangat, kesukaan suaminya ini. 

Cup.. satu kecupan pagi mendarat di pipi istrinya yang selalu tampak terlihat cantik setiap harinya, balutan gamis dan hijab yang menutupi tubuhnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi suaminya. "Terima kasih istriku cantik..." goda Akbar suaminya.

"Ish... pagi-pagi udah romantis aja nih, yah... jangan-jangan bentar lagi ada anggota keluarga baru nih!" sahut Rendi mencoba membuka jalan bujukan bundanya. "Anggota baru maksudnya?" ayah mengernyitkan dahinya. "Yah, sepertinya bunda kesepian deh, Yah. Saat ayah kerja, kakak dan ade sekarang udah mulai sibuk. Kasihan bunda yah, sendirian di rumah. Gimana, kalau ayah ijinin bunda punya anak lagi, bukannya nenek juga mau cucu perempuan kan, Yah? Bunda juga mau bayi perempuan." Tutur kakak panjang lebar dengan sedikit logikanya. 

"Ehm... gitu ya, Bun... sekarang ganti baju aja, cari baju yang nyaman ikut ayah ke kantor. Mulai hari ini, bunda jadi sekertaris ayah aja di kantor dengan begitu bunda ga kesepian lagi kan. Beres deh!" Akbar suaminya, dengan sengaja menghindari obrolan tentang bayi. Rasa cemas dan ketakutan kehilangan perempuan yang sangat dicintainya, baginya sudah cukup dia melihat istrinya melahirkan kedua anaknya. Tidak lagi mengulang kejadian itu ketiga kalinya.

Tiga orang di meja makan itu, serempak menepuk keningnya. Keputusan ayahnya, memang sepertinya tidak bisa diganggu gugat. Sebagai istri yang baik, Aisha dengan senang hati mengikuti kemauan suaminya, setidaknya dia senang bisa membantu suaminya. Aisha menikah diusia 19 tahun, setelah memiliki anak pertama, dia melanjutkan pendidikannya, awalnya dia ingin menjadi seorang dosen. 

Namun, saat itu suami tercintanya memerlukan sekertaris untuk membantunya, hingga Aisha bersedia menjadi sekertaris untuk beberapa tahun. Akhirnya, setelah menemukan sekretaris yang dirasa kompeten, suaminya memutuskan Aisha untuk tetap di rumah saja fokus pada keluarganya. Jadi, menjadi sekretaris bagi Aisha bukanlah sesuatu hal yang sulit terlebih dia pun seorang perempun yang sangat pintar.

Hingga satu hari menjadi sekertaris suaminya pun telah usai. Pulang ke rumah suaminya tampak uring-uringan dari tadi, selepas makan siang bersama relasi perusahaannya. Rupanya, Akbar sangat cemburu melihat teman-teman relasinya yang kebanyakan kaum adam ini, mereka memandangi wajah istrinya dengan tatapan yang begitu intens, siapapun yang melihat wajah teduh seorang Aisha, seperti terbius mendapatkan ketenangan di dalamnya. 

Padahal Akbar sangat tahu istrinya sangat menjaga pandangannya. Bahkan dia melihat ke arah lawan jenisnya tidak lebih dari tiga detik. "Bun, ayah kenapa sih, mukanya BeTe gitu?" tanya kakak pelan sambil menyenggol lengan bundanya yang tengah sibuk menyiapkan makan malam. Hari ini karena tugas kuliahnya cukup banyak, akhirnya kakak ijin tidak ke kantor ayahnya. "Gak tau, dari tadi siang juga uring-uringan, tanya Ayah aja sana Kak! saran bundanya.

"Capek banget ya, Yah?" tanya kakak basa-basi. "Capek hati." Jawab ayah ketus sedikit melirik ke arah istrinya. Mendengar ucapan ayahnya, adik yang sedari tadi fokus dengan game di HPnya. Spontan melirik ke arah kakaknya. Mereka berdua menutup mulutnya menahan tawa, mereka sangat tahu ayahnya bucin akut pada bundanya sang bidadari surga. Adik kakak ini saling menatap, seolah berbicara pada matanya. Kakak memijit pundak ayahnya, dan adik memijit kaki ayahnya.

 "Yah, kalau menurut kakak sih, bunda itu ga cocok kerja di kantor ayah. Sayang banget istri secantik ayah banyak dilihat orang. Kebahagian bunda itu hanya satu yah... sekali ini aja, ijinkan bunda memiliki bayi lagi yah. Bukannya hidup dan mati itu hanya Allah yang tahu ya... Kenapa kita sering kali meragukannya? Kita minta pada Allah untuk menjaga bunda. 

Bunda sehat dan debaynya tanpa kekurangan apapun." Kata-kata bijak anak pertamanya, seolah menusuk hati seorang ayah. "Bunda itu baik banget, Allah pasti kasih yang terbaik untuk bunda." timpal anak keduanya. Perlahan setetes air mata tampak mengalir di pipi bundanya, yang sedari tadi mendengarkannya di balik dinding ruang keluarga. Selepas makan malam, mereka menuju kamarnya masing-masing.

"Sayang, bunda janji jika ayah mengijinkan bunda hamil lagi, bunda akan jaga diri bunda dan dede bayinya. Bunda akan rajin minum vitamin, jaga kesehatan bunda, apa kata ayah, bunda nurut deh... bunda janji." Senyum lebar istri tercinta, binar mata kebahagian ketika suaminya mengiyakan keinginannya. Melepas kecemburuan, kesal, rasa uring-uringannya. 

Solusinya menjadikan istrinya sebagai sekertarisnya, membuat hatinya gundah. Benar, solusi terbaik adalah mengijinkannya menghadirkan seorang anggota keluarga baru, menjadi penyejuk hati istrinya. "Ehm... kalau begitu, ayo kita shalat sunnah dulu bun, setelah itu kita lanjutkan sunnah berikutnya, agar bunda segera punya dede bayi perempuannya, love you bunda." bisik Akbar suaminya. "Love you too Ayahku, sayang." Cup... ayah mengecup kening bunda. Mereka berpelukan meluapkan kasih sayangnya.

Beberapa bulan berlalu, hingga akhirnya bunda dinyatakan positif hamil. Semua orang merasa sangat bahagia, mereka sangat bersyukur terlebih ketika beberapa bulan kemudian dokter mengatakan bayinya perempuan. Ibu mertuanya tentu saja, sangat bahagia mendengar akan lahir cucu perempuan yang telah dinantikannya. 

Aisha seolah menjadi putri kesayangan untuk ibu mertuanya. Selama kehamilan, Aisha hampir tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan berat oleh ibu mertua dan suaminya yang sangat over protectif. Hingga menjelang kelahirannya, rasa cemas, takut, seolah monster yang menakutkan bagi Akbar, suaminya. Lintasan bayangan masa lalu, seolah menjadikan rekaman layar film yang berputar di pikirannya.

"Ayah, bunda baik-baik aja... ayah tenang ya... Bunda janji, bunda akan berjuang memberikan hadiah terindah untuk keluarga kita." Lirih bunda dengan lemasnya, menahan rasa sakitnya melahirkan. Anggukan yang lemah, dengan raut wajah yang begitu tegang tergambar jelas di wajah tampan seorang CEO ini. Air matanya tanpa terasa menetes tak tertahankan. 

Situasi ini yang paling ditakutkan dalam hidupnya, ternyata harus terulang lagi. Tapi sekarang Akbar bersama kedua anaknya yang mendampingi, juga keluarga besarnya menemaninya di rumah sakit, juga kedua orangtuanya yang tahu persis traumanya.

Selepas adzhan maghrib, terdengarlah tangisan bayi mungil yang baru melihat dunia ini. Setelah dibersihkan, segera Akbar mengadzani bayi cantik, secantik wajah ibunya itu. Aisha dipindahkan ke ruang rawat, "Sayang terima kasih" hanya kata itu yang mampu diucapkan suaminya, haru dan bahagia seolah menjadi satu saat ini. 

"Sama-sama... bunda tepatin janjinya ya... bunda dan dede bayinya baik-baik aja ayah." "iya sayang... bayinya secantik bundanya." kecupan sayang dan perlakuan lembut suaminya, membuat hati perempuan ini yang menyandang istri dan ibu dari ketiga anaknya selalu jatuh cinta pada suaminya. 

"Tapi, ini terakhir ya bun... jangan lagi minta bayi lagi. Ayah ga sanggup ada di situasi seperti tadi lagi." keluh suaminya. "Kalau gitu... ayah jangan deket-deket bunda ya, ayah kalau udah  nempel sama bunda ga mau lepas" goda Aisha. "Ish, kalau dekat bunda sih wajib bun hukumnya" keukeuh Ayah. Keduanya sama-sama tersenyum. "Tahan 40 hari dulu, yah..." celetuk kakak diikuti rombongan keluarganya membuka pintu ruangan.

"Coba kalau dari dulu ayah ijinin bunda hamil lagi, ayah ga akan ketuaan sekarang." sahut abang anak keduanya, yang meminta dipanggil abang ketika adiknya lahir. "Enak aja, bilang ayah tua... gini-gini ayah masih kelihatan muda, bunda aja masih jatuh cinta kok sama ayah. Iya kan bun?" tanya suaminya mencari pembenaran, dibalas dengan senyuman simpul istrinya. Serempak semua keluarga di ruangan itu tertawa. Usia sang ayah 12 tahun lebih tua dari bundanya, tapi karena menjaga pola hidupnya sang ayah masih terlihat muda dari usianya.

Kebahagiaan menyelimuti keluarga Akbar dan Aisha dengan hadirnya sang putri kecilnya yang begitu cantik. Bayi cantik itu diberi nama Rayya Nafisah Putri Akbar. Ibu mertua Aisha, sangat telaten membantu Aisha mengurus bayi mungilnya. Ibu kandung Aisha saling bergiliran bersama mertuanya mengunjungi rumah Aisha. 

Suaminya sekarang memiliki sekertaris pribadi, akhirnya memilih laki-laki untuk menjadi sekertarisnya agar tidak ada lagi alasan cuti melahirkan. Semenjak kelahiran putrinya, Akbar mengurangi jam kerja di kantornya, semua urusan kantor diurus oleh wakil dan sekertarisnya. Putri kecilnya seperti tidak bisa jauh dari sang ayah. Setiap kali jauh dari sang ayah, bayi mungil itu menangis, dan akan tenang jika dalam dekapan sang ayah. Kebahagiaan selalu datang di saat yang tepat.

"Karena Allah bersama prasangka hamba-Nya. Maka didiklah hatimu untuk selalu bersyukur dan menerima. Ciptakan sebanyak-banyaknya fikiran positif dan berdo'alah kepada-Nya. Karena sesungguhnya Allah akan menghadirkan banyak pertolongan, sehingga bahagia yang kamu impikan akan jadi nyata."

Merindukan Kehadiran Anak Perempuan

By. Enok Roswati

#Selesai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun