Mohon tunggu...
Enok Roswati
Enok Roswati Mohon Tunggu... Guru - PNS, Penulis, Pebisnis

Hal terindah adalah dapat memberikan kebermanfaatan untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Merindukan Kehadiran Anak Perempuan

25 November 2021   15:30 Diperbarui: 25 November 2021   15:54 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maksud bunda, bunda mau hamil lagi gitu?" tanya Kakak seolah tidak percaya, anggukan bunda sangat pelan tanda mengiyakan. "Kakak ga setuju bun akh... ayah pasti juga ga setuju..."sarkas Kakak. 

"Kalau ade sih, oke bun... ade setuju... Ade bantuin bunda deh... Ade kan sayang bunda" ucap Rendi antusias. Lain kakak, lain adiknya, dua anak dalam satu rahimpun terkadang berbeda pendapat. "Yeah... Ade memang terbaik.."ucap bunda antusias sambil memberikan tos pada anak keduanya. 'Yes, setidaknya punya satu sekutu dipihakku...' ucap Aisha dalam benaknya. 

"Kakak... ayolah kak, bantuin bunda ya... Bunda kesepian di rumah, kakak, ade, ayah... semua memiliki kesibukannya masing-masing. Sedangkan bunda, hanya di rumah aja ditemenin bi Asih terus. Jujur kak, terkadang bunda bosan. Kalau bunda punya anak perempuan kan asyik, bisa diajak jalan-jalan, melakukan kegiatan bareng. Apalagi kalau punya bayi perempuan lucu banget... kalian aja ganteng-ganteng, apalagi kalau perempuan pasti cantik. 

Mau ya, kak tolong bujukin ayah..." ucap Bunda dengan binar mata kebahagian yang seolah tampak di depan matanya. Membuat seorang Revan, laki-laki yang tegas dan berwibawa ini, menjadi terenyuh dengan ucapan bundanya. Walaupun, dia harus membuang rasa traumanya melihat bundanya melahirkan adiknya, yang hampir kehilangan nyawa bunda tercintanya, akibat pendarahan yang begitu hebat. Revan begitu menyayangi dan mencintai bundanya, tak pernah tega untuk berkata tidak mengabulkan permintaan bundanya.

"Ayah... hari ini kok pagi banget ke kantornya?" tanya bunda yang melihat sudah pagi sekali sudah siap dengan stelan kantorannya, tengah duduk manis di meja makan. "Iya nih bun, sekertaris ayah cuti melahirkan sudah seminggu yang lalu dan akhirnya dia memilih resign. Jadi kerjaan kantor ayah numpuk deh, ini juga untungnya mulai dibantuin kakak, sehabis pulang kuliah." keluh ayah. 

"Kasihan sekali suami bunda... kalau gitu bunda bawain bekal ya... ehm, atau nanti siang aja bunda bawain makan siangnya, bunda ke kantor ayah ya!" tawar bunda sambil memberikan kopi susu hangat, kesukaan suaminya ini. 

Cup.. satu kecupan pagi mendarat di pipi istrinya yang selalu tampak terlihat cantik setiap harinya, balutan gamis dan hijab yang menutupi tubuhnya, menjadi daya tarik tersendiri bagi suaminya. "Terima kasih istriku cantik..." goda Akbar suaminya.

"Ish... pagi-pagi udah romantis aja nih, yah... jangan-jangan bentar lagi ada anggota keluarga baru nih!" sahut Rendi mencoba membuka jalan bujukan bundanya. "Anggota baru maksudnya?" ayah mengernyitkan dahinya. "Yah, sepertinya bunda kesepian deh, Yah. Saat ayah kerja, kakak dan ade sekarang udah mulai sibuk. Kasihan bunda yah, sendirian di rumah. Gimana, kalau ayah ijinin bunda punya anak lagi, bukannya nenek juga mau cucu perempuan kan, Yah? Bunda juga mau bayi perempuan." Tutur kakak panjang lebar dengan sedikit logikanya. 

"Ehm... gitu ya, Bun... sekarang ganti baju aja, cari baju yang nyaman ikut ayah ke kantor. Mulai hari ini, bunda jadi sekertaris ayah aja di kantor dengan begitu bunda ga kesepian lagi kan. Beres deh!" Akbar suaminya, dengan sengaja menghindari obrolan tentang bayi. Rasa cemas dan ketakutan kehilangan perempuan yang sangat dicintainya, baginya sudah cukup dia melihat istrinya melahirkan kedua anaknya. Tidak lagi mengulang kejadian itu ketiga kalinya.

Tiga orang di meja makan itu, serempak menepuk keningnya. Keputusan ayahnya, memang sepertinya tidak bisa diganggu gugat. Sebagai istri yang baik, Aisha dengan senang hati mengikuti kemauan suaminya, setidaknya dia senang bisa membantu suaminya. Aisha menikah diusia 19 tahun, setelah memiliki anak pertama, dia melanjutkan pendidikannya, awalnya dia ingin menjadi seorang dosen. 

Namun, saat itu suami tercintanya memerlukan sekertaris untuk membantunya, hingga Aisha bersedia menjadi sekertaris untuk beberapa tahun. Akhirnya, setelah menemukan sekretaris yang dirasa kompeten, suaminya memutuskan Aisha untuk tetap di rumah saja fokus pada keluarganya. Jadi, menjadi sekretaris bagi Aisha bukanlah sesuatu hal yang sulit terlebih dia pun seorang perempun yang sangat pintar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun