Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pasca Sarjana

Cerpen pertamanya: Bentuk Sebuah Barokah memenangkan lomba cerpen se-kabupaten tingkat santri. Cerpennya: Putri Kuning memenangkan lomba cerpen nasional tingkat mahasiswa. Cerpennya: Mengapa Perempuan Itu Melajang terbit di media nasional Kompas.id (Rabu, 16 Oktober 2024). Cerpennya: Hutan Larangan Cak Badrun terbit di Instagram Cerpen Sastra. Tiga kali juara sayembara cerpen di Kompasiana yang diadakan Pulpen. Penikmat sastra (novel; cerpen; esai). Instagram: @rosuljayaraya24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dua Pengamen

11 November 2024   18:53 Diperbarui: 11 November 2024   18:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sembarang orang bisa mengamen di jalanan. Diperlukan tes tertentu, dan beberapa berkas agar diajukan pada pemerintah daerah. Persis ketika mengajukan surat keterangan miskin bagi orang yang tak punya penghasilan---kepemerintahan akan memeriksa rumahnya---hingga mendapat tunjangan saban bulan---biasanya seorang tak selalu terus-menerus menganggur, karena lapangan kerja di negara itu membentang dan tak menyulitkan sampai jarang sekali penduduknya bekerja di luar negeri.

***

Suparto merebahkan tubuhnya di atas balai-balai depan toko pakaian tutup di pasar---sejauh ini dia belum memiliki tempat tinggal. Dia sempat berpikir hendak menemui pamannya atau kembali ke kampung, tapi sekonyong-konyong menyeruak rasa malu. Harinya seperti kemarin-kemarin di jalanan. Para pengamen dan pengemis berlomba-lomba memasang tampang belas kasihan. Benar saja, yang sangat menyedihkan paling banyak mendapat uang. Tapi, mereka harus melakukan itu. Kalau tak begitu, dari mana mereka dapat mengisi perut untuk menyambung hidup.

  Dia menatap bulan sabit di kelilingi bintang-bintang di langit kelam. Angin malam berkesiur nestapa. Ingatannya mengembara pada kejadian tadi siang. Padahal tadi, dia bodoh amat dengan gerombolan mahasiswa yang berdemo. Dia tak tahu kalau mereka menuntut agar hukum jangan dipelintir untuk melanggengkan kekuasaan seorang pemimpin yang habis masa jabatannya. Dia hanya berkesimpulan:

"Negara gila inilah yang menjadikanku gila."

Pras muncul di benaknya. Dia adalah Pras dan Pras adalah dirinya. Pras kerap muncul di halusinasinya. Pras dan tetek bengek kehidupannya ialah utopia dari kehidupan yang tak akan bisa dicapai kalau negara ini masih dipimpin oleh orang-orang (meski pintar tapi) tidak jujur dan korupsi. 

Surabaya, 18 September 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun