Cerpen: Mengapa Perempuan Itu Melajang?Â
Tema yang saya garab di cerpen ini adalah tema pasaran. Tentang klenik pelet pengunci sukma perempuan agar tak kunjung menikah, versi Madura, sebutannya nganceng, yang tentu asing di telinga banyak orang tak seperti pelet Jaran Goyan atau Jangjawokan.Â
Serta konflik batin perempuan perantau yang menanggung malu ketika pulang kampung karena tak kunjung menikah, di kawasan Madura, yang lekat dengan kebiasaan nikah muda.Â
Dan, tentu saja, lelaki yang cintanya ditolak lalu dukun bertindak.Â
Tema pasaran bukan? Lantas mengapa Kompas menerbitkannya? Apa yang menarik dari cerpen saya itu?Â
Tentu saja saya mengakui kalau itu tema pasaran. Tetapi, selain dunia kleniknya yang saya sorot mendalam, juga kritik sosial di balik perempuan melajang di tengah tradisi nikah muda.Â
Kalau alasannya hanya itu saja, Kompas pun belum tentu sudi menerbitkan cerpen saya. Maka, saya berusaha mengeksekusi tema itu dengan alur yang maju mundur, narasi yang segar dibaca, menyorot solilokui psikologi tokoh, POV yang agak ekstrem, dan menyelipkan gagasan universal.Â
Bentuk penyajian cerpen itulah yang membuat saya percaya diri dan saya rasa menjadikannya menarik, walau ceritanya dengan tema pasaran. Sehingga ketika rampung, awal Agustus lalu, saya berani mengirimkan cerpen itu ke redaktur Kompas.Â
Langkah-langkah Agar Cerpen Kita Terbit di Kompas
Langkah awal kalau cerpen kita ingin terbit di Kompas, adalah membaca cerpen-cerpen yang pernah terbit di Kompas. Amati dan pelajari bagaimana polanya. Lalu lihatlah teknis pemuatan, atau syarat-syarat agar dimuat, dan kiat-kiat supaya dimuat.Â
Berikut link yang tertera soal teknis menulis cerpen di Kompas (juga media lain) dan tips dari Pak Putu Fajar Arcana (akrab disapa Bli Can):