"Ma, siapa itu Pejabat?"Â
"Kamu mash kecil, Sayang. Nanti kalau sudah besar, kamu akan tahu."
Mama menyebalkan! Aku tak diberi tahu apa itu Pejabat. Berarti Papa seperti Pejabat: sama-sama jahat.Â
Aku pernah bertanya pada Mama: "Ma, siapa yang seram?" jawab Mama, "Setan." Papa jahat dan seram. Berarti Papa bukan hanya seperti Pejabat, tapi juga seperti Setan. Karenanya, aku tak sepakat Papa laki-laki seperti Pak Efendi.Â
Mama sibuk. Tante Lia juga. Om Hendri juga. Kata mereka, sedang mengurus pengunjung meminjam buku dan mencari buku. Maka, aku berlalu menuju Om Dirga dan Tante Tantri di dekat pintu masuk. Aku ingin bertanya soal arsip-arsip saja pada keduanya. Om Dirga dan Tante Tantri kerjanya hanya mengabsen pengunjung lalu mengambil tasnya---kalau si pengunjung membawa tas atau barang lain---lalu tas itu dimasukkan ke dalam lemari besi. Kata Tante Tantri, itu namanya loker. Aku juga pernah bertanya pada Om Dirga, soal lemari yang ada buku-buku itu. Katanya, itu namanya rak buku.Â
Aku pernah memukul loker dan rak buku. Dua lemari itu menimbulkan suara yang berbeda. Tapi, tetap saja, suara yang keluar tak sebising seperti saat Papa menggebrak meja makan atau memukul lemari pakaian.Â
Papa sering begitu. Papa juga sering teriak-teriak. Aku takut ketika Papa bersikap begitu. Mama langsung menyuruhku masuk kamar. Saat itu, aku mendengar suara teriak-teriak Mama-Papa lalu suara benda-benda berjatuhan di lantai. Aku tak berani melihat. Bisa-bisa Papa memukulku. Aku takut Papa tiba-tiba masuk. Maka, aku mengunci pintu kamar. Lalu, aku menangis. Aku menangis demikian nyaring.
Om Dirga sedang mencatat. Tante Tantri sedang mengumpulkan tas pengunjung lalu memasukkannya dalam loker. Aku tak jadi bertanya pada keduanya. Aku lihat keduanya juga sibuk.Â
Sebetulnya, aku ingin pulang ketika Mama menjemputku pulang sekolah dengan berkendara motor. Tapi, Mama bilang:Â
"Kia, kamu lebih aman di sini, ikut dengan Mama kerja. Mama sudah izin Bos Besar."
"Siapa Bos Besar, Ma?"