Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pasca Sarjana

Cerpen pertamanya: Bentuk Sebuah Barokah memenangkan lomba cerpen se-kabupaten tingkat santri. Cerpennya: Putri Kuning memenangkan lomba cerpen nasional tingkat mahasiswa. Cerpennya: Mengapa Perempuan Itu Melajang terbit di media nasional Kompas.id (Rabu, 16 Oktober 2024). Cerpennya: Hutan Larangan Cak Badrun terbit di Instagram Cerpen Sastra. Tiga kali juara sayembara cerpen di Kompasiana yang diadakan Pulpen. Penikmat sastra (novel; cerpen; esai). Instagram: @rosuljayaraya24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Tokoh Utama dalam Cerita Ini

21 Juli 2024   20:51 Diperbarui: 21 Juli 2024   21:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Busuk sekali kalian menuduh, aku (Edo Firman) bukanlah pelaku pengedar narkoba, barang haram itu najis sekali aku sentuh, bagaimana aku bisa mengedarnya? Apakah di Indonesia ini, bertebaran polisi gila seperti kalian? Jelas-jelas pelaku kejahatan itu adalah Guntur. Dia (Guntur Tejo) bercerita pada Edo telah mengedar narkoba. Berbagai cara cerdik dia perbuat. Tentu dia pintar. Pintar walau nilai sekolah dia hancur berantakan. Kepintaran tak diukur dari sekolah. Sekolah sekadar untuk mencapai ijazah. Selembar kertas itu zaman ini yang dilirik. Bukan bakat dan keterampilan. Apalagi isi otak. 

Pada suatu hari, aku menatap Guntur, sekonyong-konyong Guntur pandang balik, lalu Guntur menghampiri aku yang berada di pinggir makam umum, dan sepertinya Guntur hendak mengajak aku berbicara. Dia menghampiri Edo. Di sana, Edo termenung melihat dia. Ada yang ingin dia sampaikan. Suatu rahasia besar. Edo pasti akan terperanjat. 

"Tahukah kau? Saya harus punya uang. Mangkanya saya jadi pengedar narkoba." Kata Guntur. 

"Tolol! Kalau kamu kena tangkap polisi bagaimana?" balas Edo.

"Semoga Tuhan melindungi saya."

"Tuhan tak akan mengabulkan dosa pendosa sepertimu. Aku tak habis pikir pola pikirmu."

"Kau yang tolol! Lihatlah ateis itu! Tetap selamat dalam penerbangan pesawat." 

"Tai!" 

Guntur melayangkan jotosan ke wajah aku, dan aku tak diam saja atas kesemena-menaan itu, aku merangsek tubuh Guntur sampai terempas. Dia ditindih oleh Edo yang sudah teronggok di atas tubuh dia. Edo memukul-mukul. Marah betul bagai orang kerasukan setan. Tentu saja dia harus melawan juga. Bodoh! Dia yang mulai semuanya! Dan harus menerima akibat. 

****

(Tokoh utama dalam cerita ini sedang mengendarai motor Honda Supra yang cicilannya belum lunas, sekonyong-konyong motor itu dihadang mobil polisi. Tokoh utama pun mengerem ban motornya. Lantas tiga polisi turun dan tanpa tedeng aling-aling menangkap tokoh utama. Benar saja, tokoh utama demikian kebingungan karena tak merasa berbuat kriminal dan termasuk orang baik yang sering berjamaah salat di masjid) 

Bangsat kalian, polisi! Kepala aku dipentung pemukul bisbol, tubuh aku dialirkan listrik oleh alat setrum, dan aku dibentak-bentak sebab tak mengakui kejahatan, padahal aku tak berbuat jahat, yang pengedar narkoba itu Guntur! Dia tertangkap. Tak ingat apa yang terjadi. Keheranan membelukar di benak dia. Tetiba sudah menjadi tersangka. Dia kini dalam ruang tahanan. Padahal dia sudah cerdik dalam bisnis gelap narkoba. Kadang kali dia menyamar menjadi pengamen, pedagang rokok, pemulung, pengemis, penjual koran, kernet angkot, supir bajaj, untuk mengantar narkoba pada pemesan.      

****

(Pengacara terkemuka, Sugeng Paris, sangat tertarik dengan kasus tokoh utama dalam cerita ini. Pada minggu pagi, Sugeng menemui tokoh utama dalam ruang tahanan untuk mengajaknya mengobrol. Tokoh utama ini orang miskin, dan tentu saja takut dengan harga setinggi langit yang mengharuskan tokoh utama membayar Pengacara Sugeng. Tapi justru Sugeng mengatakan tak perlu dibayar. Uang Sugeng sudah banyak. Sugeng datang untuk membebaskan atau kalau tak bisa, barangkali dapat meringankan kasus tokoh utama yang menarik itu)

Aku tak tahu mengapa Guntur juga terkurung di dalam sini, dan memang sepantasnya Guntur saja yang ditahan, bukan aku! Karena Guntur pengedar narkoba sebenarnya. Lagi-lagi dia memandang Edo dengan kebingungan. Apakah Edo pengedar narkoba juga atau barangkali berbuat kriminal lain? Dia menghampiri Edo yang duduk melipat tangan pada kaki yang ditekuk. 

"Mengapa kau berada di sini?" tanya Guntur penasaran. 

"Kamu pasti menjebakku bukan? Sehingga aku ditangkap polisi!" bentak Eko. 

"Enak saja kaubicara. Saya pun merasa tak pernah tertangkap, tapi tiba-tiba sudah berada di sini."

"Aneh sekali kamu pendosa!"

"Kau mau baku hantam lagi?"   

****

(Sugeng Paris sudah mendapat kesimpulan soal apa yang akan menjadikannya menang dalam sidang nanti. Beberapa saat yang lalu, psikiater telah memeriksa tokoh utama dalam cerita ini dan mengetahui apa yang dialami tokoh utama. Saat itu juga, tokoh utama bercerita masa lalunya yang kelam. Dahulu di masa kecil, tokoh utama sering dipukul oleh sang bapak yang seorang preman pasar. Lalu di depan mata sendiri, tokoh utama menatap pilu sang bapak yang tumbang bersimbah darah sehabis diberedel peluru oleh Petrus) 

Aku paham, kalau aku (Edo Firman) adalah Guntur. Dia tahu, bahwa dia (Guntur Tejo) adalah Edo. Dua jiwa berkelindan dalam satu tubuh.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun