Biasanya dari salah satu kamar kontrakannya akan terdengar suara orang berteriak histeris. Memecah kesunyian malam. Tapi malam Jum'at kliwon ini lain, tak ada suara. Hanya hening dan hening.Â
Pikiran Bu Laksmi terus dihantui dugaan-dugaan buruk. Di atas kasur, dia membolak-balikkan badan. Sementara suaminya sudah terlelap. Lalu terpetik ide dalam benaknya, dia pun segara bangkit lalu keluar rumah lalu ke depan kamar salah satu kontrakannya.Â
Di sana, Baqi, sedang merokok di teras depan kamar kontrakannya. Begitu tenang setenang malam, bertolak belakang dengan yang dirasakan Bu Laksmi. Dia hanya berbasi-basi dengan Baqi, salah satu pegawai warung makannya itu. Agar tak terpatri kecurigaan.Â
Bu Laksmi menerka-nerka penyebabnya! Karena Baqi seorang ustad. Orang lurus yang ahli agama. Dekat dengan Tuhan. Dulu dia pernah menuntut ilmu di pondok pesantren selama 10 tahun. Barangkali itu alasannya, makanan yang telah diguna-guna itu tak mempan, pikir Bu Laksmi.Â
"Aaaaakkkkkhhhhhh!" Pekikan panjang. Nyaring sehingga memecah kesunyian malam terdengar dari rumah Bu Laksmi. Sekian detik, sebelum ia membuka pintu rumahnya, petaka itu datang.Â
Bu Laksmi tak pernah absen mempersembahkan sesajen yang ada ayam cemaninya saban malam Jum'at. Tapi, malam Jum'at kliwon: untuk ritual setiap 4 bulan, dia absen pada malam ini, memberi tumbal seorang lelaki, sebab 4 bulan yang lalu dia telah menumbalkan perempuan berusia 24 tahun.Â
Leher Bu Laksmi macam dicekik rantai besi yang panas. Histeris dia berteriak. Lalu orang-orang sekitar mendengar lantas mengurumuni. Dia tak kuasa berbicara. Sekonyong-konyongnya dia merasa sekujur tubuhnya bagai terbakar. Panas! Lantas bentol-bentol merah penuh darah, nanah, dan bau menyengat, menghinggapi seluruh badannya, lalu nafasnya berhenti berhembus, jantungnya berhenti berdetak.Â
Keesokan harinya, pagi hari, Larassati, perempuan berusia 24 tahun yang dikabarkan 4 bulan lalu meninggal dunia, berjalan di desanya. Pagi itu sangat ganjil. Angin menghembuskan aroma kengerian. Orang-orang desa yang melihat Larassati melongok. Geleng-geleng kepala.Â
Aneh!Â
Larassati sampai di rumahnya lantas keluarganya terperanjat seperti para penduduk desa. Seketika, ramai rumahnya oleh orang-orang berkerubung.Â
"Gali kuburan Laras!" Di antara mereka ada yang berkata itu. Berbondong-bondong mereka ke kuburan umum dan menggali sebuah makam.Â