Bagaimana jadinya jika kau melihat buah dada bapak ini? Bibir bapak yang berlipstrik? Wajah bapak yang tebal bedak? Rambut bapak yang tergerai? Bapak tak bisa membayangkan! Apakah ini tulah bapak? Entahlah!
Sekonyong-konyongnya tanpa bapak sadari, gadis yang tadi masuk lalu duduk di atas kursi saat ini adalah kau. Kala kau membuka masker putih, bapak terperanjat! Kaki bapak bagai berpijak di bumi yang bergoncang. Kau meminta potong rambut sebahu. Bapak masih tercenung. Tapi buruan tersadar.Â
"Kau cantik dengan rambut panjang. Mengapa mau dipotong?"
"Karena emakku berambut pendek."
Bayangan emakmu serta-merta mengembang, Nak. Untung juga, kau tidak menyadari bahwa ini bapak. Suara bapak sudah berubah. Tak seperti 20 tahun lalu saat bapak azan di telinga mungilmu.Â
Bapak ingin sekali memarahimu tapi tak bisa. Jangan sampai kau tahu ini bapak. Kau pasti muak, Nak. Jauh sekali kau kesini. Kau tentu mencari bapak. Di otak bapak terlintas perjalananmu dari Kwanyar, Madura menuju Jakarta ini. Nekat sekali. Kau perempuan pemberani seperti emakmu.Â
Apakah di tengah perjalanan kau dijambret?Â
"Kau punya uang?"
"Jelas punya. Kalau tak punya, buat apa saya kesini."
"Dari mana kau?"
"Aku dari Madura."