Berbicara tentang keadaan sosial-ekonomi masyarakat Indonesia memang tidak ada habisnya. Begitu pula dengan kaum buruh yang aktif menyuarakan haknya, tuntutan demi tuntutan yang dibuat untuk kesejahteraan tetap diperjuangkan meskipun diterjang oleh teriknya matahari.
Apa yang presiden bicarakan kadang tidak sama dengan yang dilakukan oleh anggota dewannya, hal itu membuat situasi semakin pelik dan runyam. Seperti yang terjadi pada kaum buruh pada tanggal 14 Mei, yang beramai-ramai turun ke jalan berkumpul menjadi satu dari berbagai daerah.
Hari buruh selalu diperingati setiap tanggal 1 Mei di seluruh dunia, namun pada tahun ini karena tanggal tersebut bertepatan dengan hari raya Idul Fitri maka sementara aksi demo ditunda dan diganti pada tanggal 14 Mei sebagai “May Day Fiesta”.
Sekitar 50 ribu buruh hadir untuk menyampaikan aspirasinya. Dikutip dari Said Iqbal, Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terdapat 16 tuntutan yang disuarakan, yaitu :
- Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja
- Turunkan harga bahan pokok
- Sahkan RUU PRRT, tolak revisi UU PPP, tolak revisi UU SP/SB
- Tolak upah murah
- Hapus outsorcing
- Tolak kenaikan PPn
- Sahkan RPP Perlindungan ABK dan Buruh Migran
- Tolak pengurangan peserta BPI jaminan kesehatan
- Wujudkan keadulatan pangan dan reforma
- Stop kriminalisasi petani
- Biaya pendidikan murah dan wajib belajar 15 tahun gratis
- Angkat guru dan tenaga kerja honore menjadi PNS
- Pemberdayaan sektor informal
- Laksanakan Pemilu tepat waktu 14 Februari 2024 secara jurdil dan tanpa politik uang
- Redistribusi kekayaan yang adil dengan menambah program jaminan sosial (jaminan makanan, perumahan, pengangguran, pendidikan, dan air bensin)
- Tidak boleh ada orang kelaparan di negeri yang kaya
Itulah 16 tuntutan yang terjadi akibat kurang cekatannya institusi pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan.
Sudah sepatutnya peran Buruh di Indonesia diberi apresiasi yang tinggi karena mereka merupakan tenaga penggerak perekonomian, namun nahasnya pemerintah masih kurang memperhatikan keadaan sosial yang terjadi.
Keadaan yang terjadi menunjukkan adanya ketimpangan sosial yang terlihat jelas, seperti halnya Guru, terutama Guru Honorer. Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan jam kerja yang begitu lama namun upah yang diberikan tak sebanding.
Lalu bagaimana bisa para Guru Honorer memenuhi kebutuhan hidupnya apabila terjadi kenaikan harga bahan pokok dan PPn menjadi 11%?
Kenaikan harga bahan pokok serta PPn memang tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena kenaikan tersebut juga dipengaruhi oleh kegaduhan politik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, imbasnya adalah negara-negara lainnya juga merasakan dampaknya.
Yang perlu disoroti adalah perlakuan terhadap buruh di tanah air kadang membuat kecewa.
Para elite memandang bahwa buruh merupakan kelas pekerja rendah, sehingga perlakuan yang diterima para Buruh sangat tidak mengenakan, terkadang juga para buruh didiskriminasi dari lingkungan sosial termasuk hak dalam mendapat pendidikan dan kesehatan.
Hal ini tidak selaras dengan tujuan negara yang ingin mencerdaskan dan menyejahterakan kehidupan bangsa namun masih memandang orang berdasarkan status sosialnya.
Yang paling kejam adalah ketika seseorang berusaha melecehkan buruh wanita. Sikap tersebut benar-benar jauh dari rasa kemanusiaan, contohnya adalh kasus Marsinah yang sampai saat ini belum menemukan titik terang.
Seberapa tingginya nilai diri kita sehingga dapat menilai rendah orang lain.
Tujuan buruh melakukan demonstrasi adalah untuk keadilan. Baik secara ekonomi dan aspek lainnya. Tidak dipenuhinya hak atas buruh benar-benar tindakan kriminal dan merupakan pemerasan Hak Asasi Manusia (HAM).
Sedangkan penolakan terhadap UU Cipta Kerja merupakan bagian kecemasan masyarakat terhadap setiap isi pasalnya, yang sewaktu-waktu dapat terjadi kesalahan penafsiran yang akhirnya menguntungkan pihak perusahaan.
Meskipun telah dijelaskan setiap pasal UU Cipta Kerja masih menjamin semua hak-hak pekerja termasuk upah, pesangon, cuti dll.
Adanya hal ini merupakan ketidakpercayaan masyarakat akan pemerintah. Masyarkat merasa telah dibohongi dan dikhinati oligarki sehingga menuntut keadilan haknya.
Mungkin sebagian orang juga bertanya mengapa sistem perekonomian di Indonesia tidak menganut kapitalisme saja seperti negara Amerika? Bila mengubah keadaan menjadi seperti itu, Indonesia masih belum mampu untuk mengelola Sumber Daya Alamnya sendiri.
Negara ini memang kaya akan hasil alamnya tetapi Sumber Daya Manusia yang masih belum mampu untuk mencapainya, alhasil malah negara akan hancur porak poranda karena ekonomi.
Lalu apakah sistem Sosialis lebih cocok untuk Indonesia? jawabannya masih tidak, karena Sosialisme masih memiliki keterbatasannya sendiri yang membatasi ruang berpikir rakyatnya sehingga inovasi dan kreativitas terhambat.
Peran Pancasila sebagai Dasar Negara
Maka peran Pancasila merupakan keputusan yang tepat bagi Bangsa Indonesia, dimana Pancasila ini merupakan perpaduan sistem Kapitalisme dan Sosialisme dari segi positifnya.
Di dalam Pancasila semua hak warga negara dibebaskan asal tidak melanggar hukum.
Di dalam Pancasila juga terdapat solusi untuk 16 tuntuttan yang disuarakan oleh para Buruh.
Pertama, mengembangan Sumber Daya Manusia untuk kemajuan bangsa melalui pendidikan sejak usia dini hingga ke jenjang yang lebih tinggi, apabila SDM telah unggul maka segala Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Indonesia dapat kita kuasai sendiri tanpa memerlukan campur tangan pihak lain.
Yang kedua, dari kemampuan mengelola SDA terciptalah lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk memenuhi kehidupannya, sehingga di negeri yang kaya ini tidak ada yang namanya kemiskinan.
Karena kemiskinan telah teratasi dengan kemampuan bekerja masyarakatnya sendiri. Serta roda perekonomian menjadi stabil
Ketiga, bangsa Indonesia seharusnya mau dan terbuka untuk menerima kritik dan sran. Seperti negara tetangganya yaitu Singapura.
Singapura adalah negara yang baru merdeka dan mereka mampu bangkit dari kemiskinan dengan sepecepat mungkin, setelah ditanya apa yang bisa membuat mereka secepat itu adalah revolusi mental.
Revolusi mental milik Singapura dapat dijadikan contoh bagi Indonesia untuk memulai debutnya secara mandiri dikancah Internasional.
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada Agustus 2021 jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 140,15 juta orang, hal ini peluang bagi Indonesia untuk 5-10 tahun mendatang sebagai bonus demografi yang kemudian dapat mengelola negara yang kaya akan SDA.
Maka selain SDM dan SDA keyakinan kuat melalui Revolusi Mental sangat dibutuhan untuk mengubah arah kemajuan bangsa Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H