Travelling membuat Kamu tidak bisa berkata – kata sebelum mengubahmu menjadi seorang penutur kisah perjalanan
Melakukan perjalanan apakah dekat ataupun jauh, adalah salah satu perintah Allah yang jelas juga nyata. Tidak mungkin kita bisa memperdebatkannya, sudah sangat terang benderang dalam sejarah betapa perjalanan jauhlah yang menguak berbagai kisah heroik di sudut – sudut bumi ataupun bahkan penemuan wilayah – wilayah penting di alam dunia ini.
Tokoh-tokoh besar traveller tingkat dunia seperti Abu Abdullah Muhammad yang viral dengan nama Ibnu Battuta, Laksama Cheng Ho, Saad Bin Abi Waqas Ra, Abu Al Hasan Al Mas’udi adalah mereka yang tekun dan tabah melakukan perjalanan panjang puluhan tahun juga ribuan kilometer mereka tempuh. Rintangan yang pasti berat terutama cuaca, budaya masyarakat, tentu saja merupakan hal yang sangat serius bagi seorang pejalan agar bisa mengenal dengan lebih baik, perbekalan yang dibawa pasti tidak sedikit tentu sangay urgen mereka persiapkan.
Bagi seorang pejalan sejati pasti segala sesuatunya disiapkan dengan perhitungan yang detil dan matang, tidaklah yakin bagi penulis seorang Ibu Battuta melakukan perjalanan panjang melewati hampir 44 negara tanpa persiapan yang rinci dan kekuatan finansial yang terukur, makanya beliau keliling dunia sambil berdagang benda – benda berkualitas ekspor.
Penulis sangat yakin bahwa rombongan Ibnu Battuta sebegitu tangguh melakukan perjalanan panjang, menempuh kesulitan demi kesulitan pasti ada kekuatan dahsyat dalam benak sang traveller.
Bagi penulis dugaan kekuatan sang pejalan sekelas Ibnu Battuta adalah demi ketundukan dan kepatuhan pada Allah SWT, atas dasar beberapa perintah – Nya.
Satu diantaranya adalah :
“Sungguh telah berlalu sebelum kamu sunnah – sunnah Allah (beberapa peristiwa), karena itu berjalanlah kamu di muka bumi, maka perhatikanlah bagaimana akibat orang – orang yang mendustakan.”
QS Aali ‘Imran (3):137
Bagi Ibnu Battuta yang seorang muslim perjalanan panjangnya merupakan sejarah kehidupan yang menginspirasi dari generasi ke generasi.
Sehingga jelas sekali bahwa travelling adalah kegiatan yang bermakna spiritual pada sisi lain, dan sisi lainnya semacam refresing atau jeda sejenak dari aneka kegiatan rutin.
Cirebon Negeri Para Wali
Kraton Kasepuhan, Kraton Kanoman dan Masjid Agung Sang Cipta Rasa menjadi bidikan utama jika . . . iya jika suasana dari mushibah COVID-19 telah usai dan segalanya sudah lebih baik juga Indonesia obyek parawisatanya telah dibuka kembali sehingga kami para pelancong dapat melakukan ziarah dengan perasaan aman, nyaman tanpa ada perasaan khawatir juga ketakutan.
Kraton Kasepuhan Cirebon, adalah kerajaan Islam tempat para raja – raja kota udang (rebon) bertahta didirikan pada tahun 1430 oleh Pangeran Cakrabuana tentu saja menelusuri fakta sejarah salah satu khasanah bangsa ini akan sangat menarik jika mengunjungi realitas dan kenyataan di lapangan.
Pada tahun 2020 – 2021 M penulis memiliki niat yang disimpan dalam angan – angan dan dilangitkan dengan do’a – do’a harapan agar dapat melakukan beberapa rencana perjalanan diantaranya menuju, wilayah Cirebon, Yogyakarta juga Bandung yang tengah genit – genitnya membangun berbagai destinasi wisata keche’ namun kini tampaknya harus jeda sejenak
Sejak pandemic covid-19 ; pengelola demikian pengunjung secara Nasional menyelamatkan diri dengan anjuran resmi dari pemerintah Indonesia untuk berdiam diri sementara situasi masih belum memungkinkan.
Penulis mencatat dalam ingatan jika saatnya tiba, disamping wisata religi yang bermakna tentu saja kenyamanan menginap musti dijadikan salah satu prioritas sehingga butuh seleksi hotel dan salah seorang teman merekomendasikan Cordela Hotel Cirebon
hotel yang dikelola Omega Hotel Managemen
Yogyakarta itu nereri para sultan dari mulai Hamengkubuwono pertama hingga Hamenghubuwono X
Bandung alamnya indah bergunung – gunung, ada Gunung Tangkuban Perahu, Danau Putih di Ciwidey banyak kebun teh yang layak dikunjungi karena keindahan bentangan kebun teh, rasanya wajar jika Belanda begitu bersemangatnya mukin di Ciwidey atau di manapun di Jawa – Barat.
Lakukanlah perjalanan terakhir Anda dari dunia yang aneh ini untuk melambungkan ke ketinggian di mana tidak ada lagi pemisah Anda dan rumah Anda.
Selama 30 tahun berkelana, ia mengunjungi Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Tiongkok. Total negara yang telah ia kunjungi berjumlah 44 negara dengan total jarak 75.000 mil atau sekitar 3 kali keliling dunia. Tidak lupa dengan kewajibannya sebagai umat Islam, ia juga melakukan perjalanan Haji sebanyak 4 kali.
Ibn Battuta baru pulang ke Maroko saat berusia 51 tahun. Motivasi Ibn Battuta untuk mengelilingi dunia adalah untuk menambah pengetahuan serta mencari guru dan perpustakaan terbaik yang kala itu berada di Alexandria, Kairo, dan Damascus.
Ciburial Bandung, 31 Maret 2020M
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H