Mohon tunggu...
Intan Rosmadewi
Intan Rosmadewi Mohon Tunggu... Guru SMP - Pengajar

Pengajar, Kebaikan yang kita lakukan untuk orang lain ; sesungguhnya adalah kebaikan untuk diri kita sendiri QS. Isra' ( 17 ) : 7

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu Tunggal dan Problematikanya, Apa Kabar RUU Ketahanan Keluarga?

1 Maret 2020   15:15 Diperbarui: 1 Maret 2020   15:19 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Realitasnya sebagai mana paparan Effie dari  2600   member single Mom Indonesia /  Yayasan Ibu Tunggal Indonesia  lebih banyak dari mereka harus menghidupi anak dan dirinya sendiri - sendiri,  kebanyakan tidak ada pertanggung jawaban mantan suami yang pergi (cerai) sehingga otomatis memang kebanyakannya ibu yang mengambil peran ganda  baik itu  menjadi Ibu juga menjadi Ayah,   sungguh berat menjadi Ibu Tunggal.

Dan Negara musti mengetahui juga bahwa hanya sedikit single Mom yang masih diberikan tunjangan hidup  oleh mantan suaminya,   selebihnya ya . . . jungkir balik cari sendiri,  sedih memang sudah mah diperlakukan kejam oleh mantan . . . kemudian dalam RUU inipun  kami merasa termarginalkan.

Pasal .28.  ( Untuk Orang Tua dalam profil lengkap )

Sebagaimana pasal 25,   dalam pasal inipun pembahasannya kepada keluarga yang normal ada istri dan ada suami, dalam pasal tersebut terkait kewajiban untuk melindungi anak,  mendidik dan menumpahkan kasih sayang,  kalau dikaitkan dengan orang tua yang sudah bercerai atau Ibu Tunggal agak  gimana ya,  dan bentuk kewajibannya seperti apa bisa samanya akan tetapi dalam realitas penting juga didefinisikan.

Kebanyakan secara empiris Ibu yang mengambil peran hak pengasuhan anak  yang senyatanya seharusnya tetap menjadi tanggung jawab Ayah terlebih kaitannya dengan biaya hidup, pemenuhan hak batin sang putra / putri.

Ketika terjadi perceraian Ayah dan Ibu berpisah,  sedang hak perwalian  anak otomatis pada Ayahnya secara kenyataan di lapangan tidak ada kata bekas orang tua (Ayah).

Sehingga mungkin anggota Dewan yang terdiri dari Netty Prasetiyani,  Ledia Hanifa dari fraksi PKS,  Endang Maria Astuti dari fraksi Golkar,  ali Taher dari fraksi PAN,  dan Sodik Mudjahid dari fraksi Gerindra_perwakilan dari komisi 9 DPR RI,    masih butuh dengar yang lebih luas dan tajam dari pendapat banyak fihak yang terkait diantaranya Ibu Tunggal / Orang tua tunggal.

Di a ntara berbagai kasus perceraian yang terjadi memang Ibu Tunggal termasuk yang dirugikan langsung atau tidak langsung; karena ketika putusan pengadilan mantan pergi (bercerai) melenggang tidak ada sangsi ketika sang Ayah lepas tanggung jawab tidak menafkahi anak dan istri, yang sering terjadi suami lebih konsen dan fokus membiayai isri baru dan anak baru disini pentingnya ada perlindungan dari Pemerintah. 

Penting ada pengawasan pemerintah sehingga hak anak baik sandang, papan dan pangan terpenuhi saat sang anak bersama (mantan istri)  bukan mantan anak,  tidak ada mantan anak dalam hukum dan budaya di manapun.

Hal yang berlaku memang tidak ada sangsi dari Negara terhadap Ayah pada anak dan istri yang diceraikannyaa sehingga secara otomatis saja semua peran harus ditanggung sendiri oleh Ibu.

Adapun tentang pasal 33 karena sangat tidak relevan bagi kondisi empiris "Keluarga" yang definisinya terdiri dari orang tua tunggal dan anak (karena berbagai kondisi: ditinggal pasangan meninggal, bercerai atau karena pilihan), memang pada akhirnya cukup riskan juga bagi kami terhadap peluang stigmatisasi dibeberapa pasal yang hanya memperberat beban orang tua tunggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun