Ngintipin salah satu wawancara para Emak Blogger saat ditanyakan pada Dyah Prames :  "Apa pencapaian terbesarnya"  maka jawaban sang Ibu muda ini  :
"Sederhana saja, Â kalau ada pembaca yang mencoba resep saya, Â berhasil dan bikin dia bahagia. Â Saya juga jadi bahagia, Â apalagi kalau dia laporan dengan mengirimi saya foto hasil masakannya."
Demikianpun saat di tanyakan keinginan masa yang akan datang ,  jawabannya  adalah  masih terkait dengan dunia kepenulisan :
Sang Djoeroe Masak
Sebagaimana diungkapkan penulisnya Dyah Prames bahwa Djoeroe Masak adalah novel kuliner yang dipadukan dengan ilustrasi menarik juga resep -- resep yang mudah dipraktikan.
Idea dari empat buku yang telah rampung dengan cover  jreng menawan warnanya dan memikat huruf -- hurufnya bahkan juru masak menjadi terkesan sedemikian  'nyleneh'  dengan metode penulisan jaman dahulu kala mungkin PK. Oeyoeng Menteri Pendidikannya ketika itu,  jika keliru mohon maaf Bunda syudaa lupa
Penulisannya menjadi Djoeroe (Masak) menurut Bunda hal yang agak tidak lazim dan belum sempat ditanyakan karena sedemikian sempitnya waktu. Â ( Kami bertanya daring secara antri . . . . Â sekalian menanti jawaban Dyah Prames )
Bahwa buku pertama muncul idea saat membaca artikel tentang jenang. ( wach syusaa ni buatnya bagi Ibu yang enggan ke dapur ! #jujur )
Buku kedua muncul saat makan siang bersama teman,  haloo . . .  Ibu -- ibu bagi penulis selevel Dyah Prames makan siang saja bisa jadi satu buku novel kuliner,  sedang  kita  makan bareng berkali -- kali tidak jadi satu bukupun.
Pasta, oti kopi dan kue tradisional menjadi sumber inspirasi mewujudkan buku ketiga,  adapun buku keempat idenya  dari kebiasaan keluarga yang jika berkumpul dengan acara makan berjamaah, orang Sunda biasanya mengusung budaya  botram atau ngaliwet berhubung Dyah Prames tinggal di Cimahi. ( sok  nebak saja ! )
Pesan penting dari keempat jilid novel kuliner yang telah rampung dan dicetak kata Dyah Prames :