cover jilid #3 Nona Doyan Makan Â
cover jilid #4 Sembah dan Berkah
Kata  mantra  - mantra  untuk generasi milenial  masa kini termasuk langka bahkan  banyak yang tidak mengenal kata tersebut.Â
Jika kemudian ada yang merasa tidak asing dengan kata mantra maka dapat dipastikan mereka lahir di sekitaran tahun 1960.
Mantra -- mantra biasa diucapkan oleh  seseorang yang  dikenal sebagai dukun atau orang yang memiliki kekuatan supra natural bahkan pada umumnya generasi tahun 1940 dari kaum  leluhur,  kami mengenal beberapa mantra yang diucapkan pada waktu -- waktu tertentu  ( dalam ajaran Islam dikenal dengan waktu mustajab,  jika berdoa mudah dan cepat dikabulkan ).
Pada  masa  budaya tutur atau budaya lisan ketika masih mewahnya budaya tulisan,  tentu saja jaman itu sama sekali  tidak terbayangkan kita bakal masuk kesatu  dunia yang bisa ditembus dengan berbagai kompleksitasnya yaitu internet,  mantra menjadi sesuatu yang dicari bahkan ibarat barang antik yang cukup berharga.
Mantra untuk melumpuhkan lawan atau musuh satu dari sekian yang menjadi perburuan ketika itu, Â dan dikisahkan dalam beberapa film mistik dengan salah satu bintang filmnya Suzanna yang melegenda.
Sesungguhnya ada juga beberapa mantra yang menyebar dan menjadi milik masyarakat semacam kearifan lokal kemudian pada umumnya banyak penduduk yang mengenal mantra -- mantra tsb. sebagai khazanah pengetahuan kedaerahan.
Satu mantra populer yang biasa dirapalkan Bunda dan  merasa telah menjadi  orang Sunda campuran,  mantra ini milik masyarakat sudah tidak menjadi milik perorangan, yaitu :
Jampe -- jampe harupat gera gede gera lumpat.Â
Dulu kami merapalkannya jika ada anak -- anak kecil yang sakit. Â Sekarang . . . jampi -- jampi itu sudah kadaluarsa tidak mungkin kami gunakan lagi bahkan terkesan tidak berguna, Â namun ada baiknya mengenal secara sepintas saja.
Jika  meniliki Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata  mantra:
Adapun dalam wikipedia diurai bahwa :Â
Sebagaimana mantra -- mantra  masyarakat daerah Bandung jaman itu sekiranya kita menelisik satu -- persatu contohnya yang telah Bunda tuliskan diatas  bahwa kalimat mantra berirama dan  seakan punya rumus khusus.
Sepertinya memang irama menjadi penting juga  terkait mantra -- mantra,  seperti  dalam kalimat mantra yang kaya metafora dengan gaya bahasa yang hiperbola tersebut membantu perapal melakukakan visualisasi terhadap keadaan yang diinginkan dalam tujuan mantra.
Kali ini Bunda menggunakan kata Mantra -- mantra lebih pada menggali hal yang paling spesifik dari proses sang penulis yang bernama Dyah Prameswarie ( kita ringkas saja namanya Dyah Prames ) mewujudkan satu seri novel yang berjumlah empat judul buku dalam waktu lebih kurang satu tahun lamanya.
Amaging . . . . !
Jadi mantra yang Bunda maksudkan dari Dyah Prames adalah kekuatan batin dan cara juga proses sehingga mewujud satu seri novel kuliner berjumlah empat judul.
Apa yang Bunda paparkan mencoba mengambil sari pati dari kuliah WA Â yang beneran kece dan produktif, Â maka layak kami ucapkan terima kasih yang terdalam pada ketua geng Ibu -- ibu muda yang energik.
![Djoeroe Masak 4 Jilid satu seri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/09/11/05-fb-dj-m-59b6b02c08e6ba35d0667013.jpg?t=o&v=770)
Dyah Prameswarie
Pada satu sesi kuliah Whats App hari Jum'at  17 Dzulhijjah  1438 H bertepatan 8 September 2017  Jam satu siang kami dari Komunitas Facebook  One Day One Post for 99 Days   ketua kelasnya adalah  Teh Shanty Dewi Arifin,  Ibu muda ini yang memprogram beberapa kegiatan dan pada siang itu  sekaligus ia juga  memandu dengan manis proses kuliah  'hanya'  setengah jam daring.
Nara sumber yang ditampilkan adalah seorang djoeroe masak ( lihat blog-nya disini tersebar macam -- macam resep makanan) ;  dan tentu saja yang melekat pada Ibu muda ini  profesi bergengsi  adalah salah seorang  penulis buku anak dari kota Bandung  hampir 20 judul lebih  telah ditulisnya.
Beneran keren pisan ya.Â
Tentu saja waktu setengah jam menjadi sedemikian berguna dan efektif untuk menanyakan banyak hal tentang proses menulis Djoeroe Masak  Novel terbaru dan Sang Dyah Prames.
Bahwa ada empat buku Djoeroe Masak  :
- Jenang Bukan Dodol
- Kelab Makan Siang Rahasia
- Nona Doyan Makan
- Sembah Dan Berkah
Resensi tentang keempat buku tersebut dapat di blog walking kesini ya . . .
Djoeroe  Masak Cinta di Ujung Lidah
Dari blog walking yang dilakukan Bunda  secara speed bahwa Dyah Prames
lahir di Surabaya 27 ( eit . . . Â ndak ada bulan dan tahunnya, yo sampun mboten nopo -- nopo Mbak'e )
Tentu saja penting bertepuk tangan sambil standing applaus yang  namanya juga konon populer  dipanggil Teh Didy  telah menerbitkan beberapa buku bersama  Gramedia Pustaka Utama,  yaitu  :
- Terapi Duka
- Bingkisan Untuk Bunda 99 Kisah Dan Hadis Pilihan
- Kamus Muslim Cilik
- Dua Masa di Mata Fe
- Gendhis
Ngintipin salah satu wawancara para Emak Blogger saat ditanyakan pada Dyah Prames :  "Apa pencapaian terbesarnya"  maka jawaban sang Ibu muda ini  :
"Sederhana saja, Â kalau ada pembaca yang mencoba resep saya, Â berhasil dan bikin dia bahagia. Â Saya juga jadi bahagia, Â apalagi kalau dia laporan dengan mengirimi saya foto hasil masakannya."
Demikianpun saat di tanyakan keinginan masa yang akan datang ,  jawabannya  adalah  masih terkait dengan dunia kepenulisan :
Sang Djoeroe Masak
Sebagaimana diungkapkan penulisnya Dyah Prames bahwa Djoeroe Masak adalah novel kuliner yang dipadukan dengan ilustrasi menarik juga resep -- resep yang mudah dipraktikan.
Idea dari empat buku yang telah rampung dengan cover  jreng menawan warnanya dan memikat huruf -- hurufnya bahkan juru masak menjadi terkesan sedemikian  'nyleneh'  dengan metode penulisan jaman dahulu kala mungkin PK. Oeyoeng Menteri Pendidikannya ketika itu,  jika keliru mohon maaf Bunda syudaa lupa
Penulisannya menjadi Djoeroe (Masak) menurut Bunda hal yang agak tidak lazim dan belum sempat ditanyakan karena sedemikian sempitnya waktu. Â ( Kami bertanya daring secara antri . . . . Â sekalian menanti jawaban Dyah Prames )
Bahwa buku pertama muncul idea saat membaca artikel tentang jenang. ( wach syusaa ni buatnya bagi Ibu yang enggan ke dapur ! #jujur )
Buku kedua muncul saat makan siang bersama teman,  haloo . . .  Ibu -- ibu bagi penulis selevel Dyah Prames makan siang saja bisa jadi satu buku novel kuliner,  sedang  kita  makan bareng berkali -- kali tidak jadi satu bukupun.
Pasta, oti kopi dan kue tradisional menjadi sumber inspirasi mewujudkan buku ketiga,  adapun buku keempat idenya  dari kebiasaan keluarga yang jika berkumpul dengan acara makan berjamaah, orang Sunda biasanya mengusung budaya  botram atau ngaliwet berhubung Dyah Prames tinggal di Cimahi. ( sok  nebak saja ! )
Pesan penting dari keempat jilid novel kuliner yang telah rampung dan dicetak kata Dyah Prames :
"Selalu ada kisah disetiap makanan kemudian memotivasi pembaca untuk berani masuk dapur, Â bukan untuk diam termenung memandang kompor akan tetapi masuk dapur untuk memasak."
Maka kesimpulan dari kuliah WA bersama para Ibu muda dan energik bahwa diantara  mantranya  coba kita telusuri.
Mantra Pertama
Keyakinan bahwa ide adalah milik Allah dan datangnya dari Dia,  maka selayaknya  jika  terkendala dalam menulis demikianpun saat muncul gejolak -- gejolak batin yang kontra produktif  saat proses menulis adalah doa menjadi senjata, awal dan akhir di pasrahkan pada -- Nya. Tanpa menggunakan mantra kuno  berima sebagaimana pada jaman  dahulu kala.
Mantra KeduaÂ
- Menulis dikala hening diantaranya yang biasa dilakukan  Dyah Prames  menjelang fajar dan bada shubuh segalanya terasa lancar dan menimbulkan sensasi khusus, hening . . . hening.
Mantra KetigaÂ
- Fokus dalam menulis tidak ada gangguan dan kendala berbagai hal ( mungkin gawai salah satunya . . .), Â dengan fokus proyek menulisnya selalu berhasil. Â Mau mencoba ? Â yuuks dimulai fokus sebagaimana yang dilakukan sang Dyah Prames.
Tiga Mantra yang dipraktekan Dyah Prames memang Bunda yakin itu benar adanya. Â Silahkan dan mari kita melatih diri . . . . khususnya bagi para pemula dan berniat menulis buku.
Ketika kalimat ini penting Bunda pungut dari sang penulis Djoeroe Masak saat merancang  awal mempersiapkannya.
 Â
"Saya ingin fiksi kuliner yang lebih dari sekedar sharing resep lewat ceritera.  Kisah di balik resep,  passion yang meluap juga pada aroma -- aroma  yang tergantung di udaralah yang ingin saya bagi pada pembaca.  Belum lagi keinginan saya untuk mengajak pembaca menjadi pecinta kuliner."
Djoeroe Masak akan menjadi daya pikat tersendiri bukan hanya bagi para penikmat kuliner di Indonesia akan tetapi para penulis dari berbagai genre yang penasaran salah satunya dari satu seri empat buku dengan cover seakan puzzle yang terasa cukup unik, tentu saja juga mengikat dan memikat jika membicarakan tentang aspek pemasaran.
Salam Literasi
Senin. Â 20 Dzulhijjah 1438 H / Â Ahad 10 September 2017 M
Keterang gambar : Â Djoeroe Masak 4 Jilid satu seri
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI