Hanya satu pasal (18) undang – undang yang menentukan tentang bentuk susunan dan pembagian daerah.
Meskipun Cuma satu poin akan tetapi dalam implementasi pemerintahan daerah diiringi dengan permen (peraturan menteri) perda (peraturan daerah) dan tidak kalah seksinya tentang otonomi daerah.
BAB. VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Terdiri dari empat pasal yaitu : 19, 20, 21 dan 22 dari poin – poin ini yang menarik untuk di ungkap adalah pasal 21 nomor satu (1) bahwa : “Anggota – anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang – undang.”
Ini keren pisan kalau anggota Dewan mengerti dan faham kebutuhan daerahnya, misal di wilayah sang anggota banyak usia sekolah tidak terdidik atau over remaja yang sibuk di jalanan menurut penulis para anggota Dewan membuat rancangan penangannya biasa ngedraf dulu lewat sidang – sidang jika telah sepakat menanti pengesahan Presiden.
Kalau Presiden tidak mau menyepakati dan menandatangani, sudahlah . . . . pokoknya Presiden harus setuju.
BAB.VIII. HAL. KEUANGAN
Satu pasal lima poin namun pasal ini adalah pasal yang paling krusial dan sepemahaman penulis pasal yang paling banyak memunculkan masalah dari wilayah hingga ke pusat, ada undang – undangnya saja lieur nah . . . pagaimana kalau tidak ada.
Berlipat gandalah Bupati, Gubernur dan para penguasa – penguasa kecil di daerah – daerah yang antri disidik oleh KPK.
BAB. IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN
Ada dua pasal tiga poin, termasuk semua urusan tentang kehakiman di atur oleh Undang – undang, konon penegakkan hukum di Indonesia ini rentan pressur publik, masih banyak komentar tentang oknum hakim dan jaksa jadi keluhan rakyak jadi personnya sedang undang – undangnyapun konon banyak yang bermasalah karena warisan peninggalan Belanda.