Judul Film : “Aah . . . Aku Jatuh Cita !
Sutradara : Garin Nugroho
Pemeran : Pevita Pearce
Chiccho Jericho
Nova Eliza
Anisa Hertami
Distributor : MVP Picture
Ketika Bang Raja Lubis menyampaikan khabar lewat Beranda FB, bahwa penulis memperoleh tiket gratis untuk pemutaran perdana kamis 4 Februari 2016 di BIP Studio XXI Bandung; konon menurut si Abang Raja ini studio BIP XXI adalah salah satu studio yang musti di revisi bangunannya khususnya posisi tempat duduk biar memberikan kenyamanan bagi semua penonton.
Puteri ke empat sempat komen di Beranda FB dan beberapa facebooker sempet juga agak menertawakan karena ini kan film remaja dengan judul yang semeriwing : "Akh . . . Aku Jatuh Cinta". Penulis tidak begitu mempedulikan karena tujuan utamanya adalah memanfaatkan ticket gretongan, plus menulis review jika memungkinkan.
Alhamdulillah . . .
Berusaha mengejar waktu menuju gedung tepat jam 11.00 ; kudet lah penulis . . . ternyata lewat grup ada update berita acara nobar waktunya jam 13.00 dengan sabar menunggu waktu shalat dan mengamati pengunjung yang dipastikan mereka hendak nonton AAJC.
Pengamatan dominan pengunjung masih hijau - hijau dan dikenal dengan ABG, ya seusia puteri kedelapan dan kesembilan, dengan berbagai sikap yang remaja kekinian.
Tentu sangat berbeda dengan remaja tahun 70 -an.
Segala telah serba berubah . . . .
Penggalan - penggalan kisah indah ini dari salah satu dialog antara Yulia yang diperankan dengan manis dan suara manja oleh Pevita Pearce dengan Rumi teman bermain yang di jeda dengan pertengkaran - pertengkaran ala jaman itu :
“Kata – katamu adalah nyawa dalam kalimat – kalimatmu” ini adalah sepotong puzzle kalimat yang sempat penulis tangkap dari diari yang di baca secara narasi dengan indah oleh Yulia pada kisah hidupnya dalam film besutan sutradara cerdas dan cerdik Garin Nugroho.
Garin Nugroho menjadi jaminan bagi penonton, untuk pulang dengan hati yang berbungan - bunga, berkesan dan meninggalkan slide demi slide indah nan romantis di memorinya baik terkait :
- kisah yang runtut,
- bahasa yang digunakan cukup bersusatra ria,
- pemeran yang berbobot selevel Chiccho Jericho dengan lawan mainnya yang jelita Pevita
Pearce,
- gambar yang apik dengan setting waktu antara tahun 60 – 80 an dan
- lagu – lagu nostalgia pilihan dijamin susah berdiri meskipun film telah berakhir.
Drama Keluarga Yulia dan Rumi
Dua keluarga dalam satu kampung di sebuah dusun yang tengah mengalami berbagai perubahan dalam kehidupan dari waktu kewaktu.
Keluarga Yulia, dengan ibu (Anisa Hertami) yang cantik sederhana dan kokoh atas pendiriannya juga tangguh dalam menjalani kehidupan.
Suami ibunya Yulia, adalah seorang bule yang diangkat mantu oleh kakek Yulia karena resign dari pabrik tebu.
Setelah menikah Ayah Yulia berkarir keliling kampung mereparasi radio transistor kala itu termasuk barang mewah, kendati ia berusaha bertahan hidup dengan anak dan istrinya namun jiwanya sudah tidak dirumahnya lagi akhirnyapun bercerai.
Adapun salah satu tetangga Yulia adalah Rumi, menjadi sahabat dari sejak kecil hinggapun akhirnya berjumpa saat di Perguruan Tinggi , dalam kelompok teater yang dijamannya menjadi primadona kegiatan kemahasiswaan.
Rumi hidup secara urakan dan sa ena’e dewek akibat kehidupan keluarganya yang tidak harmonis karena salah satu sebab Ayah Rumi sebagai pengusaha limun botolan mengalami kebangkrutan.
Pergaulan Yulia dan Rumi, adalah cerminan kehidupan remaja kala itu, tidak bisa disejajarkan dengan Galih dan Ratna dalam Novel remaja jamannya Edi D. Iskandar juga beda jauh dengan kisah Dilan dan Milea karya Pidi Baiq. yang menjadi tren remaja tahun ini.
Tentu berbeda !
Kisah dari awal hingga akhir sedemikian dinamis dengan sentuhan – sentuhan humor yang tidak dipaksakan, alamiah saja, seperti saat beberapa lelaki yang berkunjung ke rumah Yulia untuk membangun pencitraan dalam rangka menarik hati Yulia, misalnya :
- Ada yang datang dengan rambut kribo ala Achmad Albar
- Ada yang datang berpenampilan dengan rambut panjang mirip alm. Gombloh
- Ada yang datang dengan rambut klimis ala tancho mandom, Charles Bronson
- Ada pula yang berkunjung dengan penampilan rambut mengkilat separuh lepek mirip Elvis Presley
Keromatisan kisah Yulia dan Rumi dibangun karena keduanya berkomunikasi lewat pesan singkat yang dimasukkan kedalam botol – botol limun milik keluarga besarnya kemudian disembunyakan Rumi disatu tempat rahasia.
Hanya Yulia yang mengetahui.
Bahkan saat akhirnya Yulia terpaksa menikahi laki – laki lain selain Rumi, undangan di masukkan dalam botol limun terakhir miliknya.
Adegan demi adegan digambarkan sedemikian memesona, dengan gambar yang ditata dengan sangat apik. serta detail yang cukup teliti.
Rumi Yang Frustasi Yulia Jelita
Rumi sebagai tokoh utama dalam film ini dimainkan oleh Chiccho Jericho, berhasil menyeret penonton kemasa lalu remaja tempo dulu celana cut bray, kata – kata urakan dan seringnya muncul kata – kata berfilosofi ala mahasiswa intelek.
Satu kalimat yang dimunculkan dalam dialog dengan Yulia : “Kenapa aku dinamakan Rumi oleh ayahku ? karena ayahku pecinta Rumi yang memandang cinta . . . “ ( silahkan tonton, pasti kerennya !! )
Disini secara cerdik Garin Nugroho memperkenalkan Rumi sebagai salah tokoh filosof Muslim kaliber dunia yang sangat populer dengan puisi – puisi cinta, Chicco Jericho sebagai tokoh Rumi bermain sangat natural.
Yulia, muncul seperti bidadari cantik sekali dengan berbagai busana modis era 60 dan 70 –an dominan nuansa coklat dan pastel, mata kita dimanja dan gemas saja melihat Pevita Pearce.
Penulis ingat ada masa demikian populer busana dengan ikat pinggang kulit yang lebar, bahkan satu model yang muncul kala Yulia ingin melukai jemarinya karena sang Ibu menderita luka – luka terkena jarum, ia menggunakan busana berwarna kuning corak polkadot dengan kerah Jepang yang unik.
Kala itu, Bunda penulis sempat membuatkan dengan bangga untuk puterinya baju bermodel kerah, kain berwarna kuning, hitam dan putih . . . dipadu tempelan kerah renda Jepang halus dan chic.
Tumpukan Tebu Kering Pada Area Pabrik
Adalah Yulia menanggung rindu yang mendalam setelah pisah dengan Rumi karena kebangkrutan pabrik limun milik ayahnya.
Ingin ia menemui Rumi dengan gejolak perasaan rindu dendam . . . membara !
Gambar indah tampil saat Yulia merasa diintai Rumi dari atas tumpukan tebu kering, iapun berteriak teriak memanggil nama Rumi berulang kali.
sementara Rumipun menahan gejolak rindu itu.
Namun ia tak berdaya menemukan Rumi yang berusaha menyembunyikan diri di balik tumpukan tebu kering, gambar di ambil secara vertikal yang menginformasikan bahwa tumpukan itu panjang seperti kereta api, di latar pemandangan yang ajaib.
Menyaksikan gambar itu seakan di sebuah negeri yang mungkin tidak pernah ada di Indonesia, akh . . . memang Indonesia adalah potongan Syurga.
Ada juga latar candi, disertai kalimat – kalimat puitis tentang batu dan candi, tak sempat merekan kata – kata itu.
Dakwah Garin Nugroho
Kesimpulan yang penulis tangkap, bahwa Garin Nugroho sepertinya ingin mengatakan pada penonton di Indonesia, khususnya remaja masa kini pun yang tempo dulu ;
“ini . . . lho kami dahulu”
- Yang di katakan pacaran sebatas hubungan saling bergaul secara sehat, saling usil dan saling jahil kendati dalam film ini terkesan Yulia yang selalu di bully Rumi.
Bahkan di awal penonton disuguhi kejahilan Rumi kecil dengan adegan . . . . ( akh, vulgar cuma saja tak akan bisa dilupakan semua penonton. Yakin )
- Pergaulan remaja masa doeloe yang romantisnya adalah lewat surat dalam botol dan keromantisan yang terselubung ( tidak ada sms, inbox, BBM, WA wakwaw . . . ) bukan dengan sentuhan atau hubungan fisik yang lebih dalam nggak banget.
- Maaf . . . . terkesannya demikian Garin Nugroho bilang,
“kami menggunakan bahasa yang indah, puitis bernash, sopan dan santun”
ini lho kalimat – kalimat yang kami gunakan kala itu, indah . . . menyentuh kalbu diutamakan bahasa tinggi,
peribahasa menjadi kajian.
- Kesusatraan menjadi pelajaran unggulan.
- Maka rangkaian diari yang menjadi catatan Yulia, disusun secara narasi yang meresap segar dalam sanubari . . bagi remaja jadul yang sempat menonton “Aakh . . . Aku Jatuh Cinta” akan menyeret ingatan ke masa remaja yang dulu sempat dialami dan kini jaman semuanya sudah sedemikian berubah dan berubah.
Rumi sempat menyampaikan kepada Yulia, bahwa :
“Ayahku . . . tampak sekali menyesal setelah ditinggal pergi oleh Ibu (diperankan oleh : Novia Eliza ) sering aku saksikan saat ia berwudhu, ia membasuh kedua tangannya berulangkali seakan ingin menghapus semua dosanya”
Semoga tidak terjebak dalam pujian dan sanjungan kepada Garin Nugroho yang sukses menggarap dan menyelesaikan film ini dengan sangat sempurna, termasuk musik yang keren pisan. terasa gue banget . . .
Namun tolong, amati saat Ayah Rumi menampar istrinya, koq sang Ibu Rumi, ia langsung angkat koper tanpa siap – siap dulu . . . agak mengundang tanya.
Klimaks film ini sesungguhnya terkait dengan bra merah Yulia yang bisa ditarik Rumi saat tanding di acara Yudo. ( hanya Garin Nugroho yang harus menjelaskan, kenapa Rumi sebegitu mudah menarik bra itu dari tubuh Yulia saat bertandingan )
Bra merah itulah yang menjadi sebab kegagalan pernikahan Yulia dengan laki – laki yang bukan Rumi ; dan kegagalan pernikahan Rumi dengan perempuan yang bukan Yulia.
Salam Nostagia Indah
Ciburial, Bandung
Jum'at : 26 Rabi'ul Tsani 1437 H
4 Februari 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H