Semakin hari semakin dia nyaman dan tenang berada di rumah Yah. Ketika di rumah ia selalu merasa risau dan jengkel dengan sikap Tini yang cuek dan seolah tidak peduli terhadapnya. Â Dengan Yah, Tono bisa menceritakan keluh kesahnya yang seolah tidak ada rahasia dan merasa damai. Tono sering kali mendadak pergi dengan alasan ada panggilan pasien dan pulang larut malam.
- Kebebasan Pribadi dan Identitas.
Novel ini menggambarkan perjuangan individu, terutama Sumartini (Tini), untuk mendapatkan kebebasan pribadi dan menemukan identitasnya sendiri. Tini merasa terbelenggu oleh peran tradisional sebagai istri dan ibu, dan ia mencari kebebasan di luar peran-peran tersebut.
Salah satu dialog yang mencerminkan tema ini adalah percakapan antara Tini dan Sukartono tentang kebebasan dan peran wanita:
"Aku tidak mau selamanya hanya menjadi istri dan ibu, Tono. Aku juga ingin menjadi diriku sendiri, memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupku."
Juga pada kutipan berikut:
"Sumartini memandang keluar jendela, matanya menerawang jauh melampaui batas cakrawala. la merasa ada dunia lain di luar sana, dunia yang menawarkan kebebasan dan kemungkinan yang tak terbatas. Namun, rantai-rantai tak terlihat mengikatnya di tempat ini, membuatnya terbelenggu dalam peran yang ditentukan oleh orang lain."
- Konflik Batin
Konflik batin yang dialami oleh tokoh-tokoh utama, terutama Tini dan Sukartono, merupakan inti dari cerita ini. Sukartono merasa terasing dalam pernikahannya, sementara Tini berjuang dengan keinginannya untuk kebebasan dan pemenuhan diri.
"Kadang aku merasa seperti orang asing di rumahku sendiri. Aku tidak tahu lagi apa yang Tini inginkan, dan aku semakin tidak memahami diriku sendiri."
"Tono, aku merasa terperangkap. Aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai kebebasanku. Mengapa sulit sekali bagi kita untuk memahami perasaan masing-masing?" Sukartono: "Aku juga merasa terjebak, Tini. Aku ingin membahagiakanmu, tapi semakin aku mencoba, semakin aku merasa kehilangan diriku sendiri."
- Peran Gender dan kritik Sosial
Novel ini memberikan kritik terhadap peran gender tradisional dan ekspektasi masyarakat terhadap wanita. Tini merasa terkungkung oleh norma-norma sosial yang membatasi kebebasan dan potensi wanita.
"Yu, waktu sekarang dua buah jalan yang dapat ditempuh oleh anak gadis bangsa kita. Dahulu cuma sebuah saja, ialah jalan kawin. Dan barang siapa me- nyimpang jalan raya itu yang sebenarnya sempit - diejekkan orang, orang berbisik-bisik kalau dia lalu: "tidak laku".