Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Potret Jemaah 2024: Mengapa Penyelenggaraan Haji Terbilang Penuh Tantangan

11 Juli 2024   10:12 Diperbarui: 12 Juli 2024   00:58 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Jenis Kelamin (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Penyelenggaraan ibadah haji Indonesia setiap tahunnya bisa dibilang tak pernah lepas dari tantangan. Meski secara permukaan kurang lebih sama, namun pada tataran teknis selalu ada cerita baru. 

Detail cerita berbeda dari jemaah baru. Cerita yang tak pernah lekang jadi bahan diskusi untuk dicarikan solusi terbaik. Tulisan ini coba mengungkap sederet tantangan karena di sana ada jemaah dengan berbagai latar belakang sebagai penerima layanan.

Haji, satu peristiwa tahunan berskala internasional. Tidak kurang dari 5 juta orang terlibat langsung dalam perhelatan di kota Mekah. Bisa dibayangkan, kepadatan dan keramaian Mekah dalam radius 3 kilometer dari pusat Masjidil Haram. Segala aktivitas hilir-mudik orang dari berbagai negara tumpah dalam satu waktu. Mobilitas aktivitas akan kebutuhan menjalani ibadah, transaksi ekonomi, silaturahmi sosial, dan masih banyak lagi.

Untuk konteks Indonesia, tahun 2024 ini memperoleh kuota haji 241.000 orang. Kuota tersebut dialokasikan 213.320 untuk haji reguler dan 27.680 untuk haji khusus. Di samping kesibukan jemaah sebagai aktor utama, tidak terlepas dari dukungan para pihak sebagai penopang. Mereka adalah para petugas yang melayani setiap jemaah baik langsung maupun tidak.

Siklus Penyelenggaraan Ibadah Haji 

Penting diketahui, siklus pelaksanaan haji tidak sebatas apa yang kita saksikan di kota Mekah dan Madinah. Tapi lebih jauh sebelum itu adalah berbagai persiapan yang dilakukan sejak dini oleh sang jemaah, pemerintah, dan berbagai pihak di Tanah Air dan Saudi.

Jika dirunut dari kaca mata seorang jemaah ada begitu banyak rangkaian yang dilalui. Bertahun sebelumnya telah mendaftarkan diri. Menunggu dan kemudian saatnya tiba terpilih untuk berangkat. Pastinya secara finansial dan kesehatan tekah disiapkan sejak beberapa waktu sebelumnya. Karena setiap mereka sudah mengetahui perkiraan kapan berangkat.

Bisa dikatakan energi jemaah seperti terkuras lakukan berbagai persiapan dua atau tiga bulan sebelum berangkat. Menyiapkan mental dan rohani, mengikuti manasik, menjaga bugar tubuh, pemeriksaan kesehatan, penyiapan dokumen perjalanan, mengadakan ritual dan tradisi yang menjadi khas kearifan lokal budaya setempat serta menerima dan menemani kunjungan tamu yang datang. Adalah sederet aktivitas persiapan jemaah sebelum mereka masuk asrama haji.

Bagi pemerintah, tantangan penyelenggaraan haji ada di setiap fase dari hulu hingga hilir. Untuk mudahnya kita bagi menjadi lima tahapan, yakni persiapan, keberangkatan, pelaksanaan, dan kepulangan serta pasca pelaksanaan. 

Dalam berbagai kondisi, batasan fase ini disesuaikan dengan kebutuhan. Setiap fase saling kelindan bahkan berjalan simultan. Dan tantangan di setiap fase memiliki karakteristik unik dari fase lainnya.

Rencana Perjalanan Ibadah Haji Indonesia Tahun 2024 (sumber: www.kemenag.go.id)
Rencana Perjalanan Ibadah Haji Indonesia Tahun 2024 (sumber: www.kemenag.go.id)

Fase persiapan mencakup seluruh aktivitas sejak diterima kuota dari Pemerintah Saudi Arabia hingga menjelang pemberangkatan. Fase keberangkatan dimulai sejak pemanggilan jemaah masuk asrama haji sampai seluruh jemaah berangkat ke Saudi. 

Fase pelaksanaan ini fokusnya di Saudi, sejak seluruh jemaah berada di kota Mekah sampai pelaksanaan puncak haji, saat jemaah berada di Arafah, Muzdalifah, dan Mina atau yang sering sebut Armuzna. 

Fase pemulangan ditandai sejak pertama kali jemaah pulang sampai seluruh jemaah kembali ke Tanah Air. Sementara fase pasca pelaksanaan lebih pada evaluasi dan penyusunan pertanggungjawaban atas seluruh aspek dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Dari seluruh rangkaian, setidaknya ada tiga fungsi pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji, yakni pembinaan, pelayanan, dan pelindungan. Ketiga fungsi tersebut bermuara pada jemaah. Dengan demikian, dinamika tantangan penyelenggaraan haji akan banyak dipengaruhi jumlah dan profil jemaah haji.

Dari segi jumlah, terbayang bagaimana memindahkan sekitar 250 ribu warga negara ke negara lain berjarak 9.000 kilometer. Mereka berangkat dari dan kembali ke rumah dalam waktu kurang dari dua bulan. 

Melalui pembinaan, pemerintah memastikan setiap jemaah paham manasik, prosesi haji sesuai syariat Islam, serta memahami sosio kultur masyarakat setempat. Melalui pelayanan, pemerintah memastikan setiap jemaah mendapat layanan secara adil tanpa diskriminasi. Melalui pelindungan, memastikan setiap jemaah merasa aman, nyaman selama beribadah.

Fase Persiapan

Pada fase persiapan tantangan pertama muncul saat pembahasan biaya haji. Pemerintah dan DPR harus menyusun dan sepakati biaya haji. Melakukan analisis pasar harga minyak dunia serta nilai tukar rupiah dengan Reyal dan Dolar. Bersaing dengan berbagai negara mencari harga terbaik untuk hotel di Mekah dan Madinah. Bertanya ke setiap penyedia layanan maskapai dan transportasi darat. 

Menghitung secara cermat harga porsi katering atau hanya sekedar menghitung biaya membawa bumbu khas Indonesia ke dapur-dapur katering di Saudi. Semua dilakukan dalam rangka menghadirkan biaya haji yang ideal dan rasional.

Lokasi Hotel Penempatan Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 (sumber: www.akurat.com)
Lokasi Hotel Penempatan Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 (sumber: www.akurat.com)

Menjadi kewajiban pemerintah berikan layanan manasik ke jemaah. Bagi mereka yang tidak ikut Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), dapat mengikuti paket layanan manasik di Kantor Urusan Agama (KUA). 

Kehadiran KBIHU sebenarnya relatif membantu peran pemerintah untuk meningkatkan pemahaman manasik. Karena umumnya KBIHU dikelola ulama yang dipercaya masyarakat setempat.

Secara umum, tidak mudah memahami materi manasik utuh. Apalagi haji bukan ibadah rutin dilakukan layaknya shalat dan puasa. Tidak semua orang Islam berkepentingan memahami ritual ibadah satu ini. Hanya mereka yang hendak berangkat, kemudian sibuk belajar, menghafal dan seterusnya. Hal ini tentu tidak mudah bagi lansia. Dengan kondisi lemah tenaga dan lemah ingatan harus mampu mengenyam untuk dipraktikkan secara utuh.

Mengemas materi menjadi tantangan agar mudah dipahami. Manasik pada dasarnya simulasi prosesi ibadah yang panjang. Di dalamnya ada syarat, rukun, wajib, dan sunah serta bacaan doa berbeda setiap tahapan. Mulai dari miqat, ihram, tawaf, sai, dan tahalul. Untuk haji ada proses Arafah, Muzdalifah, Mabit di Mina, dan lempar jamarat di mana praktik tersebut secara utuh hanya bisa dilakukan di kota Mekah di tengah keramaian.

Setelah kuota terbagi ke provinsi dan kabupaten, langkah berikutnya adalah pengisian kuota melalui pelunasan biaya haji. Tantangan tidak semudah yang kita bayangkan. Meski daftar nama antrean jemaah berhak lunas dirilis, bukan berarti mereka semua akan memiliki kemampuan melunasinya.

Ada kalanya jemaah yang karena satu dua hal, tidak mampu melakukan pelunasan. Bisa karena finansial, bisa karena kesehatan, bisa karena waktu, bisa karena mahram, atau sebab lainnya. Karena itu pemerintah senantiasa membuka pelunasan cadangan. Mereka yang berada dalam cadangan bisa saja berbesar hati akan bisa berangkat. Namun kenyataan tidak demikian. Alokasi dalam cadangan hanya akan digunakan saat daftar berhak lunas tidak sepenuhnya terpenuhi.

Proses pengisian kuota melalui cadangan bisa berlangsung hingga menjelang akhir pemberangkatan. Ada saja kejadian jemaah gagal berangkat satu hari jelang terbang. Bahkan sudah masuk asrama kemudian bisa gagal. Mengisi kekosongan seperti ini mesti disikapi luwes agar kuota bisa terpenuhi optimal. Berikan keadilan dan transparansi. Bahkan seorang cadangan tidak siap berangkat tatkala pemberitahuan berangkat mendadak. Inilah salah satu sebab mengapa setiap tahun selalu ada kuota tidak terpenuhi.

Di musim haji 2024 ini, kuota haji reguler terisi sebanyak 213.275 orang. Artinya ada 45 kuota tidak terisi hingga akhir penerbangan. Dilihat dari sisa kuota, bisa jadi ini merupakan kondisi terbaik sepanjang sejarah dalam pengisian kuota. 

Jumlah tersebut terdistribusi dalam 553 Kelompok Terbang yang berangkat dari 14 embarkasi, yaitu Aceh, Medan, Batam, Padang, Palembang, Pondok Gede, Bekasi, Kerta Jati, Solo, Surabaya, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, dan Lombok.

Perkembangan Alokasi dan Kuota Sisa Haji Indonesia 2018-2024 (sumber: www.kemenag.go.id)
Perkembangan Alokasi dan Kuota Sisa Haji Indonesia 2018-2024 (sumber: www.kemenag.go.id)

Dalam perjalanan, setiap jemaah dibekali dokumen perjalanan paspor dan visa haji. Kedua dokumen ini mutlak dipegang perorangan sebagai syarat imigrasi melintas negara. Pergantian jemaah batal dengan cadangan dalam pengisian kuota, berarti perlu penerbitan visa baru. Diperlukan kecepatan dan kecermatan sinkronisasi identitas dalam sistem.

Secara jenis kelamin, didominasi jemaah perempuan sebanyak 118.606 atau 55,6% dan laki-laki sebanyak 94.669 atau 44,4%. Mereka rata-rata telah mendaftar 10 tahun lalu yang seharusnya berangkat 2022 andaikan tidak tertimpa musibah Covid-19. 

Masih segar dalam ingatan, pandemi berdampak terhentinya penyelenggaraan ibadah haji. Indonesia tidak mengirim jemaah selama 2020 dan 2021. Tahun 2022, Indonesia berangkatkan 50% kuota.

Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Jenis Kelamin (sumber: Siskohat Kementerian Agama)
Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Jenis Kelamin (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Ada sedikit perbedaan pandangan dan praktik fiqih laki-laki dan perempuan dalam ibadah haji. Banyaknya jemaah perempuan, berdampak terhadap komposisi petugas pendampingan, terutama jemaah lansia dan risiko tinggi (risti). Kementerian Kesehatan menyebut jemaah haji 2024 yang memiliki potensi risti mencapai 72.7 persen. Besarnya angka tersebut tidak terlepas dari tingginya jemaah lanjut usia. Meski tidak selalu lansia memiliki potensi risti.

Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Rentang Usia (sumber: Siskohat Kementerian Agama)
Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Rentang Usia (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Secara komposisi usia, jemaah berusia di atas 60 tahun mencapai 79.052 atau 37,1 persen. Dari angka tersebut, jemaah yang masuk usia lanjut sebanyak 45.524 atau 21,3 persen. Jemaah lansia terbanyak berasal dari Embarkasi Solo sebanyak 8.985 orang disusul Embarkasi Surabaya sebanyak 7.669 orang.

Jemaah Haji Lansia Tahun 2024 per Embarkasi (sumber: Siskohat Kementerian Agama)
Jemaah Haji Lansia Tahun 2024 per Embarkasi (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Dilihat dari besarnya komposisi jemaah haji lansia dalam rombongan, sedikit banyak memberikan dampak dalam berbagai layanan. Mereka perlu mendapat pendampingan lebih intensif dalam berbagai aktivitas.

Fase Keberangkatan

Pada fase keberangkatan, selain pengisian kuota yang mendadak, tantangan muncul tatkala jemaah pertama kali berhadapan dengan budaya dan suasana baru. Mereka berangkat dari ragam latar belakang, sosial, budaya, tradisi, ekonomi, pendidikan, dan pemahaman keagamaan. Sekitar 210.077 jemaah atau 98,5 persen di antaranya belum pernah berhaji. Bahkan sebagian besar di antara mereka belum pernah keluar kota apalagi naik pesawat.

Berada dalam situasi penerbangan selama 9 jam pada ketinggian di atas 32.000 kaki menjadi pengalaman pertama. Ada semacam gegar budaya adaptasi penggunaan fasilitas di pesawat. Salah satunya kondisi toilet yang tidak biasa, tidak ada air, tidak ada gayung, tidak ada shower. Takut ke toilet, terus jemaah mengurangi minum. Bahkan tidak berani beranjak dari kursi.

Pengalaman pertama tidak berhenti di pesawat. Sesampainya di hotel, masih perlu penyesuaian. Tidak berani naik lift misalnya. Ini jelas persoalan serius. Mengingat hampir semua akses ke kamar hotel di Saudi gunakan lift. Pendingin ruangan di kamar, bagi sebagian jemaah tidak terbiasa. 

Dalam kamar terdiri dari jemaah berbeda keinginan. Ada yang tidak betah dengan pendingin. Sementara satunya masuk angin ketika kena kipas. Lampu juga hampir sama dengan pendingin. 

Ada jemaah yang bisa tidur dengan lampu menyala, sementara lainnya nyaman dalam gulita. Mandi berkali-kali karena panas dan keringatan, memasak dalam kamar, dan masih banyak lagi perilaku unik lainnya.

Dalam hal bagasi, masih saja didapati jemaah tidak mau mengerti dan tidak patuh peraturan dengan barang bawaan. Membawa uang dan rokok melebihi ambang batas, benda keramat, ramuan obat tradisional yang secara aturan jelas melanggar negara Saudi.

Ini terkait dengan paradigma, pengetahuan, atau tradisi jemaah terhadap proses berhaji. Anggapan bepergian haji tidak berbeda seperti bepergian ke kota-kota di Indonesia. Padahal sosialisasi dan pemahaman terkait adanya aturan lintas negara sudah disampaikan dalam berbagai kesempatan manasik.

Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Latar Belakang Pendidikan (sumber: Siskohat Kementerian Agama)
Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Latar Belakang Pendidikan (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Jika dilihat dari latar belakang pendidikan 39,7 persen jemaah mentok di SLTP. Dari jenis pekerjaan, jemaah haji didominasi lima kelompok besar. Pertama mereka yang mengaku sebagai ibu rumah tangga sebanyak 27,0 persen, disusul pegawai swasta 22,0 persen, Pegawai Negeri Sipil (PNS) 20,1 persen, petani 12,0 persen, dan pedagang 8,8 persen. Sisanya kurang dari 10 persen ada dari TNI, Polri, BUMN, pensiunan, mahasiswa, dan lainnya.

Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Jenis Pekerjaan (sumber: Siskohat Kementerian Agama)
Jemaah Haji Indonesia Tahun 2024 per Jenis Pekerjaan (sumber: Siskohat Kementerian Agama)

Performa ketepatan waktu maskapai menjadi titik krusial berikutnya dalam proses keberangkatan. Penerbangan terlambat lebih dari lima jam berefek domino terhadap banyak hal. Bukan saja pada kedatangan jemaah di Saudi, tapi juga proses antrean terhadap kloter lainnya. 

Kondisi asrama sudah disetel sedemikian rupa untuk menampung jemaah secara giliran. Keterlambatan satu kloter berdampak kapasitas asrama tidak tercukupi. Sistem antar jemput bus, katering, kesehatan adalah layanan yang berdampak ekstra. Selain juga kondisi tersebut berpengaruh terhadap mental dan kelelahan jemaah.

Tahun 2024, jemaah haji Indonesia diangkut oleh dua maskapai besar, Garuda Indonesia dan Saudi Airlines. Garuda Indonesia mengangkut 109.072 jemaah dalam 292 kloter dengan pesawat tipe B747-300, B777-300, A330-300, dan A340-300. 

Garuda melayani jemaah yang berangkat dari sembilan embarkasi, yaitu Banda Aceh, Medan, Padang, Pondok Gede, Solo, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, dan Lombok. Sedangkan Saudi Airlines menerbangkan 106.993 jamaah dalam 261 kloter dengan pesawat B747-300, B777-300, dan A330-300.

Sejalan dengan keberangkatan, ada kedatangan jemaah di Tanah Suci. Jika terjadi keterlambatan kedatangan jemaah, sangat mengganggu ritme penyambutan jemaah di bandara, penyiapan hotel, katering, dan transportasi serta penumpukan jemaah di ruang transit. 

Perlu kita tahu setiap hari rata-rata ada 20 kloter kedatangan jemaah Indonesia dari 14 embarkasi. Mereka semua perlu mendapat layanan secara adil. Dan kedatangan jemaah haji tidak hanya dari Indonesia saja.

Keterlambatan juga merugikan jemaah. Misalnya jika mereka mendarat di Madinah. Secara jumlah hari masa tinggal telah dihitung cermat agar jemaah bisa melaksanakan shalat wajib 40 kali (arbain) di Masjid Nabawi. Jika terlambat, artinya masa tinggal di Madinah berkurang dan kesempatan shalat arbain tidak terpenuhi.

Aktivitas pertama dilakukan di Mekah adalah menyelesaikan umrah. Menghadapi lingkungan baru di tengah keramaian, potensi jemaah lepas rombongan dan kesasar sangat besar. Masjidil Haram merupakan masjid terbesar di dunia, memiliki area yang sangat luas, lebih dari 35 kali lapangan bola. Memiliki puluhan pintu masuk dan kemiripan hampir seluruh bangunan. Dikelilingi gedung bertingkat, menjadi pemandangan tidak biasa bagi sebagian besar jemaah.

Kesigapan petugas menjadi keniscayaan. Luasnya area di Masjidil Haram, tidak bisa optimal memberikan pengawasan melekat ke setiap jemaah. Tugas berat petugas menanti di awal kedatangan jemaah. Membantu mereka tidak kesasar, tetap dalam rombongan dan penting adalah memastikan jemaah menyelesaikan rukun ibadah umrah.

Fase Pelaksanaan

Setelah seluruh jemaah berada di kota Mekah, suasana kota suci itu terasa ramai. Setiap sudut jalan terlihat jemaah penuh sesak jemaah lakukan aktivitas. Biasanya ini terjadi lima hari menjelang Wukuf di Arafah. 

Layanan bis shalawat dari hotel ke Masjidil Haram mulai dihentikan karena padatnya lalu lintas. Beberapa ruas jalan ditutup untuk mengurai kemacetan. Kondisi ini bisa berdampak pada distribusi katering ke hotel-hotel jemaah.

Dalam masa menjelang Armuzna, biasanya panitia haji mengimbau jemaah untuk banyak ibadah di hotel dan masjid sekitarnya, tidak harus paksakan diri ke Masjidil Haram. Hemat tenaga persiapan rangkaian haji yang sangat melelahkan.

Pada fase ini jumlah jemaah yang terganggu kesehatan cenderung meningkat. Bisa karena cuaca panas, kelelahan, penyakit bawaan, dan sebab lainnya. Dan pada fase ini pula, panitia haji mulai menghitung jumlah jemaah yang mesti dilayani safari wukuf dan badal haji.

Safari wukuf merupakan layanan diberikan ke jemaah yang tidak punya kemampuan wukuf secara mandiri. Badal haji adalah layanan perwakilan haji bagi jemaah yang wafat dalam kurun waktu masuk asrama sampai menjelang wukuf. Badal dilakukan oleh orang-orang terpilih memenuhi syariat.

Tanggal 8 Dzulhijjah menjadi momen penting perjalanan haji. Di hari ini, seluruh jemaah akan dibawa menuju Arafah. Di sanalah puncak haji berlangsung. Setiap jemaah memanjatkan doa-doa terbaik untuk diri, anak dan keluarga, melantunkan hajat, mohonkan ampun atas segala dosa selama di dunia.

Guna memudahkan mobilisasi, perjalanan terbagi tiga sesi, yakni pagi, siang dan malam. Pembagian jadwal menuju Arafah disesuaikan dengan rombongan dalam kloter. Meski sudah terbagi jadwal, umumnya jemaah sudah bersiap sejak subuh. Kesigapan petugas kembali diuji, memastikan tidak ada satu jemaah pun tertinggal di hotel. Kamar ditinggal dalam keadaan aman. Tidak ada kompor menyala, makanan basi, setrika, ac, keran air, dalam kondisi mati.

Jemaah datang ke Arafah secara bergelombang. Selama di Arafah mereka ditempatkan dalam 1.169 tenda yang dikelola oleh 73 maktab. Setiap tenda sanggup memuat sekitar 200 jemaah. Formasi penempatan ini berlanjut sampai Mina. Namun saking banyaknya, ada kalanya penempatan jemaah tersebut berdampak lokasi yang jauh dari jamarat. Untuk menuju jamarat mereka harus berjalan kaki lebih dari 10 kilometer.

Seperti halnya di hotel, tantangan layanan selama Armuzna tidak kalah seru. Jemaah berdiam di tenda-tenda dengan fasilitas seadanya. Relatif tanpa privasi. Beraktivitas di tengah terik matahari. 

Antrean depan toilet menjadi pemandangan biasa karena keterbatasan jumlah. Sedikit saja terjadi masalah dalam ketersediaan air bersih, distribusi katering ke setiap tenda, penanganan sampah, dapat berpengaruh terhadap kondusifitas jemaah.

Sebagian besar jemaah Indonesia laksanakan haji tamatu. Jenis haji ini mewajibkan membayar denda akibat mendahulukan umrah kemudian haji secara terpisah. Besarnya adalah menyembelih satu ekor kambing. 

Pengelolaan dam selama ini ragam bentuknya. Ada yang kolektif melalui rombongan, membayar via bank, atau dilakukan langsung di pasar kambing. Namun infonya ke depan, bayar dam akan di koordinir pemerintah agar lebih rapi dan berdampak signifikan terhadap masyarakat di Indonesia.

Pasca Arafah, kelelahan jemaah memuncak. tenaga terkuras, kondisi letih kurang tidur selama hampir empat hari. Arafah, Muzdalifah, dan Mina meski dilengkapi fasilitas memadai, bukanlah tempat cocok untuk tidur nyenyak. Ada saja gangguan menyita waktu istirahat dan tidur. Akibatnya jumlah jemaah wafat kembali meningkat selama tiga sampai lima hari pasca Arafah.

Fase Kepulangan

Bagi jemaah yang berangkat di kloter awal, tidak punya banyak waktu bersantai pasca Armuzna. Mereka harus segera pulang kembali ke Indonesia. Selesai proses lempar jamarat kemudian tawaf wada dan ke bandara. Bahkan koper bawaan telah dikemas sebelum mereka berangkat ke Arafah.

Barang bawaan kembali menjadi persoalan di imigrasi adalah air Zam-Zam. Produk satu ini memang dilarang masuk bagasi jemaah, lantaran berbahaya bila terjadi kebocoran. Air bisa masuk ke sela mesin dan terjadi kecelakaan. Namun tetap saja jemaah tidak mudah diberikan pemahaman. Mereka seakan berlomba membawa air mukjizat Nabi Ismail itu dengan berbagai cara sebagai oleh-oleh berharga di Tanah Air. Ini tentunya tidak terlepas dari paradigma keutamaan air Zam-Zam dalam berbagai kehidupan manusia.

Mekah dan Madinah merupakan dua tempat paling ideal untuk ibadah. Sudah semestinya jemaah merasa nyaman beribadah selama kurun masa haji, berkisar 40 hari. Namun ternyata diperoleh kenyataan ada relatif banyak jemaah mengajukan diri ingin pulang kembali ke Indonesia lebih awal dari jadwal semestinya (tanazul). Ada karena alasan penyakit harus mendapat penanganan khusus, kesibukan pekerjaan, atau keperluan mendadak lainnya.

Pada dasarnya pengaturan tanazul tidak diberikan secara khusus. Fasilitas ini menggunakan kursi kosong jadwal kepulangan kloter yang jumlahnya sangat terbatas. Tingginya keinginan tanazul seringnya tidak semua terpenuhi. Panitia haji akan menerapkan sistem prioritas di tengah berbagai kepentingan jemaah untuk tanazul.

Performa maskapai kembali diuji pada fase kepulangan. Rekor keterlambatan selama masa kepulangan dipegang Garuda Indonesia. Apa pun alasannya, keterlambatan penerbangan berdampak seluruh rangkaian layanan. 

Wajar bila dikatakan maskapai nasional ini tidak profesional. Keterlambatan hingga 28 jam tertahan di bandara Madinah menimpa jemaah dari Embarkasi Balikpapan. Jemaah sudah naik pesawat, harus turun membawa barang bawaan dan menunggu tanpa kepastian.

Tantangan terakhir masa operasional haji di Arab Saudi adalah penanganan jemaah sakit. Di saat seluruh jemaah telah kembali ke Indonesia merayakan bersama sanak saudara, ada sebagian belum bisa ikut pulang karena secara kesehatan tidak memungkinkan. Mereka dirawat di rumah sakit sampai kondisi memungkinkan dipulangkan.

Fase Pasca Penyelenggaraan

Fase pasca penyelenggaraan secara umum tidak banyak bersinggungan dengan jemaah. Di fase ini pemerintah dan DPR akan melakukan evaluasi dan laporan pertanggungjawaban. Para pelaku seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Ditjen Imigrasi, Badan Pengelola Keuangan Haji, Garuda Indonesia, Bank Penerima Setoran akan diminta laporan sesuai pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Namun demikian, tantangan besar dari sisi jemaah ke depan adalah bagaimana label "haji" yang telah bertahun diidamkan itu bisa memberikan dampak positif dalam paradigma, perilaku, dan tindakan beragama setiap jemaah. Perubahan yang memberikan maslahat berkehidupan sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Itulah beberapa simpul tantangan penyelenggaraan ibadah haji terkait langsung dengan jemaah. Jika digali lebih detail, kita akan dapatkan kenyataan lebih komprehensif. Betapa penyelenggaraan haji bukan ibadah semata. 

Di sana ada interaksi sosial lintas suku, bahasa, budaya, tradisi, dan pemahaman beragama. Berangkat membawa cerita, bertemu dengan jemaah berbagai penjuru dan pulang akan menjadi cerita. Pastinya setiap jemaah akan membawa oleh-oleh cerita mereka masing-masing. Indahnya menjadi haji mabrur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun