Barang bawaan kembali menjadi persoalan di imigrasi adalah air Zam-Zam. Produk satu ini memang dilarang masuk bagasi jemaah, lantaran berbahaya bila terjadi kebocoran. Air bisa masuk ke sela mesin dan terjadi kecelakaan. Namun tetap saja jemaah tidak mudah diberikan pemahaman. Mereka seakan berlomba membawa air mukjizat Nabi Ismail itu dengan berbagai cara sebagai oleh-oleh berharga di Tanah Air. Ini tentunya tidak terlepas dari paradigma keutamaan air Zam-Zam dalam berbagai kehidupan manusia.
Mekah dan Madinah merupakan dua tempat paling ideal untuk ibadah. Sudah semestinya jemaah merasa nyaman beribadah selama kurun masa haji, berkisar 40 hari. Namun ternyata diperoleh kenyataan ada relatif banyak jemaah mengajukan diri ingin pulang kembali ke Indonesia lebih awal dari jadwal semestinya (tanazul). Ada karena alasan penyakit harus mendapat penanganan khusus, kesibukan pekerjaan, atau keperluan mendadak lainnya.
Pada dasarnya pengaturan tanazul tidak diberikan secara khusus. Fasilitas ini menggunakan kursi kosong jadwal kepulangan kloter yang jumlahnya sangat terbatas. Tingginya keinginan tanazul seringnya tidak semua terpenuhi. Panitia haji akan menerapkan sistem prioritas di tengah berbagai kepentingan jemaah untuk tanazul.
Performa maskapai kembali diuji pada fase kepulangan. Rekor keterlambatan selama masa kepulangan dipegang Garuda Indonesia. Apa pun alasannya, keterlambatan penerbangan berdampak seluruh rangkaian layanan.Â
Wajar bila dikatakan maskapai nasional ini tidak profesional. Keterlambatan hingga 28 jam tertahan di bandara Madinah menimpa jemaah dari Embarkasi Balikpapan. Jemaah sudah naik pesawat, harus turun membawa barang bawaan dan menunggu tanpa kepastian.
Tantangan terakhir masa operasional haji di Arab Saudi adalah penanganan jemaah sakit. Di saat seluruh jemaah telah kembali ke Indonesia merayakan bersama sanak saudara, ada sebagian belum bisa ikut pulang karena secara kesehatan tidak memungkinkan. Mereka dirawat di rumah sakit sampai kondisi memungkinkan dipulangkan.
Fase Pasca Penyelenggaraan
Fase pasca penyelenggaraan secara umum tidak banyak bersinggungan dengan jemaah. Di fase ini pemerintah dan DPR akan melakukan evaluasi dan laporan pertanggungjawaban. Para pelaku seperti Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Ditjen Imigrasi, Badan Pengelola Keuangan Haji, Garuda Indonesia, Bank Penerima Setoran akan diminta laporan sesuai pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Namun demikian, tantangan besar dari sisi jemaah ke depan adalah bagaimana label "haji" yang telah bertahun diidamkan itu bisa memberikan dampak positif dalam paradigma, perilaku, dan tindakan beragama setiap jemaah. Perubahan yang memberikan maslahat berkehidupan sosial, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Itulah beberapa simpul tantangan penyelenggaraan ibadah haji terkait langsung dengan jemaah. Jika digali lebih detail, kita akan dapatkan kenyataan lebih komprehensif. Betapa penyelenggaraan haji bukan ibadah semata.Â
Di sana ada interaksi sosial lintas suku, bahasa, budaya, tradisi, dan pemahaman beragama. Berangkat membawa cerita, bertemu dengan jemaah berbagai penjuru dan pulang akan menjadi cerita. Pastinya setiap jemaah akan membawa oleh-oleh cerita mereka masing-masing. Indahnya menjadi haji mabrur.