Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyikapi Tawaran Haji Mujamalah

25 Oktober 2022   07:39 Diperbarui: 26 Oktober 2022   03:06 1144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana jemaah sedang melaksanakan ibadah di sekitaran Kabah - Masjidil Haram Mekah (sumber: dokumen pribadi)

***

Istilah yang beredar dan dikenal oleh masyarakat dari haji jenis ini cukup beragam. Ada sebagian mereka menyebut dengan istilah "haji non-kuota", "haji furoda", "haji backpacker", atau "haji undangan". Namun, yang resmi termuat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019, haji jenis ini disebut dengan "Haji Mujamalah".

Dalam sejarahnya "daftar haji langsung berangkat" memang betul adanya. Bahkan untuk kuota resmi Indonesia, daftar langsung berangkat terjadi di tahun-tahun sebelum 2007.

Kita masih dapat mengingat, siapa pun saat itu yang ingin berangkat haji dapat mendaftar dan langsung berangkat pada tahun yang sama.

Namun seiring waktu dengan semakin meningkatnya girah beragama dan kemampuan ekonomi, pendaftar semakin banyak dan antrean haji semakin panjang.

Dalam konteks haji di luar kuota resmi sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun silam. Relasi bisnis yang dibangun sejak zaman keemasan "Syekh" (sebutan saat itu untuk pendamping sekaligus pembimbing haji di Arab Saudi), membuahkan mudahnya memperoleh visa undangan dari mitra bisnis di Arab Saudi.

Selain itu, dari sisi pemberangkatan jemaah tidak ada persoalan di imigrasi, baik di Indonesia maupun Arab Saudi.

Peluang bisnis ini kemudian menjadi marak, karena dari sisi ekonomi dinilai menghasilkan untung lebih dibanding haji khusus yang dikelola.

Persoalan kemudian muncul karena lebih pada rasa tidak adil kepada warga Indonesia dan pelindungan yang diberikan selama di luar negeri. Pemerintah mencatat mereka sebagai pelancong biasa bukan jemaah haji.

Hal inilah yang sering menimbulkan persoalan di lapangan. Koordinasi tingkat Kementerian dan Lembaga menjadi kurang terkonsentrasi dan kehabisan energi untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dari jemaah haji pelancong.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun