Mohon tunggu...
Rosidin Karidi
Rosidin Karidi Mohon Tunggu... Human Resources - Orang Biasa

Dunia ini terlalu luas untuk ku. Menjadikan sadar semakin sedikit yang ku tahu.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perlukah Badan Khusus Pengelola Keuangan Haji

13 April 2018   17:55 Diperbarui: 13 April 2018   18:00 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: sumsel.tribunnews.com

Semangat Dewan Perwakilan Rakyat untuk memisahkan kewenangan Kementerian Agama dalam penyelenggaraan haji sebagai regulator dan operator semakin menguat. Sejalan dengan itu, evaluasi penyelenggaraan haji dirasakan masih banyak meninggalkan masalah yang tak kunjung selesai. Setidaknya oleh sekelompok pihak. Banyak analis berpendapat munculnya masalah tersebut tak lepas dari dualisme kewenangan Kemenag, yakni sebagai regulator sekaligus operator.

Sependek pengamatan penulis, berita di sejumlah media yang terbit kala itu, menunjukkan betapa banyak masalah dalam penyelenggaraan haji dari tahun ke tahun. Sebut saja masalah katering, kemahalan sewa hotel, asrama haji, kualitas transportasi, kenyamanan  jemaah, penanganan kesehatan, dan sebagainya.

Hal ini menjadi dasar inisiatif menyusun undang-undang yang sekarang ini dikenal dengan UU Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelola Keuangan Haji.

UU yang disahkan diakhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, menitikberatkan pada optimalisasi dana haji yang kian tahun semakin menumpuk. Upaya Kemenag dalam mengelola dana haji dirasa belum optimal dan kurang berdampak nyata pada kualitas haji secara keseluruhan. Makanya melalui kehadiran UU itu, optimalisasi dana haji diharapkan dapat mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.

Alhasil, dari amanah UU tersebut dibentuklah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang diberi mandat kelola dana haji secara penuh.  Organ BPKH berupa Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana telah dilantik Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu,  26 Juli 2017 lalu.

***

Seiring dengan waktu berjalan, ternyata Kementerian Agama menunjukkan komitmen luar biasa dalam penyelenggaraan ibadah haji. Dalam waktu singkat, bahkan mampu menjalankan kedua fungsi dengan sama baiknya. Banyak kebijakan dikeluarkan, dilandasi regulasi kuat sekaligus menjalankan dan menerapkan regulasi tersebut dan berjalan dengan sangat baik.

Hal ini terverifikasi dengan semakin suksesnya penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun. Tahun 2014 tercatat indek kepuasan jemaah haji mencapai 81,0 tahun berikutnya 2015 meningkat menjadi 82,6. Tahun 2016 Kementerian Agama kembali menunjukkan komitmennya sebagai regulator sekaligus operator dalam penyelenggaraan ibadah haji di mana indeks kepuasan jemaah meningkat dari tahun sebelumnya menjadi 83,83.

Tahun 2017 kemarin, penyelenggaraan Haji bisa dibilang paling sukses sepanjang sejarah. Nyaris tanpa cacat meskipun kuota meningkat signifikan dan profil jemaah didominasi oleh terjemah lansia dan berpotensi resiko tinggi. Namun bisa diselenggarakan dengan baik. Tingkat kepuasan jemaah pun meningkat menjadi 85,85.

Dalam hal pengelolaan dana haji, sebelum lahirnya BPKH, Kemenag berpedoman UU 13 2008. Sesuai kewenangan dalam UU itu, apa yang dilakukan Kemenag dalam kelola dana haji relatif tidak banyak. Uang lebih dari Rp 100 triliun itu, 63 persen disimpan di 17 bank syariah dalam bentuk deposito, dan sisanya dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Upaya ini merupakan bentuk optimal dalam mengelola dana haji yang bisa dilakukan. Uang titipan jemaah relatif bahkan boleh dibilang sangat aman, dan sudah berjalan hampir 10 tahun.

Meski hanya mengandalkan optimalisasi nilai manfaat (baca: bunga bank) dari kedua skema di atas, toh ternyata sudah mampu meringankan beban finansial jemaah yang cukup signifikan. Terbukti tahun 2017, setiap jemaah memperoleh subsidi dari nilai manfaat mencapai Rp 26.896.478,dan terus meningkat menjadi Rp 31.014.398 pada tahun 2018. Hitungan ini lebih besar dari setoran awal jemaah saat mendaftar, yakni Rp 25 juta.

Tahun 2018 ini, biaya haji semestinya sekitar Rp 66 juta. Namun jemaah cukup membayar Rp 35 juta dengan setoran awal sebelumnya Rp 25 juta. Jadi jemaah saat melunasi nanti hanya menambah sekitar Rp 10 juta.

Sementara itu di lapangan, jemaah haji merasakan betul bahwa biaya yang dibayarkan untuk melaksanakan ibadah haji sangat murah dibandingkan dengan kualitas layanan yang mereka terima selama di Arab Saudi. Banyak jemaah haji reguler bahkan memperoleh layanan diatas kualitas layanan haji khusus yang diselenggarakan PIHK, yang notabene membayar berkali lipat mahalnya.

Kini, dana haji seluruhnya telah diserahkan dari Kemenag ke BPKH. Dengan kondisi ini, seluruh pengelolaan sejak penerimaan, pengeluaran dan kekayaan dana haji sudah mennjadi wewenang BPKH.

***

Beberapa pekan usai dilantik, BPKH melakukan gebrakan dalam wacana pengelolaan dana haji. Salah satunya rencana penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur, yang kemudian menuai protes dari banyak kalangan. Presiden pun harus turun tangan untuk ikut meredam isu yang semakin liar.

Belum lagi isu itu sirna, masyarakat dihebohkan BPKH akan investasikan uang jemaah untuk kelola hotel wakaf rakyat Aceh yang berada di Saudi. Hal itu disampaikan Anggota Pelaksana BPKH, Anggito Abimanyu usai bertemu wakil presiden, Jusuf Kalla. Dia menyampaikan bahwa dengan skema itu, diharapkan returnnya optimal yang akan dikembalikan kepada biaya operasional jemaah haji, maupun jemaah haji tunggu.

BPKH juga akan menggandeng Islamic Development Bank (IDP) untuk bisa berinvestasi di Saudi, antara lain di sektor hotel dan katering. Setidaknya lebih dari 100 triliun uang jemaah ada ditangan BPKH.

Secara peraturan, BPKH dapat menempatkan dan menginvestasikan dana haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Peraturan Pemerintah nomor 5 tahun 2018 telah mengatur rambu-rambu pola invetasi, termasuk besaran maksimal dari dana haji yang dapat diivestasikan baik langsung maupun investasi lainnya.

Perbedaan mendasar pengelolaah keuangan haji yang dilakukan Kementerian Agama dengan BPKH dalam hal invetasi. Pola penempatan dalam produk perbankan syariah dan surat berharga yang selama ini dilakukan Kementerian Agama masih diakomodir. Bahkan dalam porsi terbesar, setidaknya enam puluh lima persen. Selebihnya invetasi dalam bentuk emas paling banyak lima persen, invetasi langsung paling banyak dua puluh persen dan investasi lainnya paling banyak sepuluh persen. Artinya BPKH hanya boleh investasi dana haji paling banyak tiga puluh lima persen dari dana haji yang ada.

***

Penyelenggaraan haji adalah ajang tahunan yang memerlukan dana segar tidak sedikit. Sebagai gambaran tahun 2018 ini, setidaknya Rp 13,5 Triliun untuk penyelenggaraan haji reguler digelontorkan dari dana haji. Separuh diantaranya berasal dari optimalisasi nilai manfaat setoran awal. Itu belum termasuk uang yang berputar dalam penyelenggaraan haji khusus yang notabene harganya lebih tinggi dari haji reguler.

BPKH sebagai lembaga yang baru lahir, sudah dihadapkan banyak tantangan didepan mata, dengan mandat luar biasa besarnya. Membawa amanah uang jemaah dengan jumlah tidak sedikit. Pengalaman organisasi masih sangat muda, meski disana ada orang-orang kompeten dibidangnya. Persoalan mengelola keuangan haji bukan pekara mudah. Memerlukan kecermatan dalam setiap langkah. Bila lengah, maka dampaknya fatal dalam penyelenggaraan haji, bahkan kepada jemaah.

Beberapa tantangan tersebut diantaranya harus mampu menjaga kesinambungan ketersediaan dana haji, harus tersedia saat diperlukan. Dana optimalisasi adalah penjaga stabilitas besaran BPIH yang harus dibayar jemaah. Jika dicermati, biaya haji yang tiap tahun sebenarnya naik, karena pengaruh eksternal dan peningkatan kualitas. Namun tidak sepenuh dibebankan kepada jemaah karena ada optimalisasi nilai manfaat ini.

Tantangan besar lainnya adalah pengelolaan uang jemaah per akun. Bila jemaah diberikan pilihan terbuka mengelola setoran awal termasuk memilih bentuk investasi yang diinginkan. Persoalan menjadi lebih rumit. Karena hasilnya akan berdampak pada biaya pelunasan. Secara konsep pun bisa bergeser dari hanya sekedar membayar setoran awal menjadi investasi dengan berbagai macam skema.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun