Suatu waktu kami pergi menjenguk teman yang meninggal dunia. Selama berada di rumah duka, kami heran melihat anak-anaknya tidak ada yang sedih atas meninggalnya sang ayah. Mereka sibuk berbincang-bincang seperti tidak ada  kejadian apa-apa, bahkan bercanda sambil ketawa. Sehingga seolah olah kesan yang dirasakan adalah mereka berlega hati, ayah mereka sudah tiada lagi.
Kenapa begitu?Â
Dari cerita salah seorang anggota keluarga mereka, ketahuan bahwa ternyata sang ayah terlalu keras mendidik anak-anaknya sehingga mereka selalu berlindung pada ibunya ketika dimarahi ayah mereka.
Betapa risih kita menyaksikan ketika jenazah ayah mereka yang sudah ikut membesarkan mereka masih terbaring di depan mata, bukannya bersedih, tapi tampak wajah wajah lega. Memang bukan urusan kita, tapi alangkah eloknya bila kita jadikan pelajaran hidup yang tak ternilai bagi kita dan keluarga, terutama yang baru berkeluarga atau baru berenana akan menikah.
Kebiasaan mendidik dengan membandingkan bahwa "anak yang pintar anak mama" dan "yang nakal anak papa" ini sejak kecil ditanamkan dalam pikiran anak sehingga terbawa sampai mereka dewasa.
Dan akibatnya, seperti yang terjadi pada diri sahabat kami.. Kesenjangan ini akan membekas dalam pikiran anak sampai dia dewasa, bahkan hingga menua.
Mendidik dengan Sepenuh Hati
Kami belajar dari berbagai kejadian,betapa kesenjangan dalam mendidik anak-anak menyebabkan terjadinya jurang pemisah antara kasih kepada ibu atau ayah. Maka hal ini menjadi pelajaran berharga bagi kami dalam mendidik anak sesuai dengan sepenuh hati.Â
Tidak ada "anak mama" atau "anak papa". Hal ini tersimpan dalam memori mereka hingga kini, Bila ada suatu hal yang mau disampaikan, baik via telepon, maupun lewat SMS atau WA, selalu menyapa, "Papa dan mama, apakah papa mama ada waktu nanti malam kita makan bersama?"
Putra-putri kami, tidak satu pun yang hanya mengajak salah satu dari kami saja. Karena anak anak sudah tahu bahwa bilamana yang diajak salah satu saja dari kami, maka kami berdua pasti tidak akan ikut.Â
Karena itu, anak-anak selalu meengatakan, "papa mama, apakah ada waktu nanti malam kita makan bersama?" Begitu juga kalau memberikan sesuatu, pasti mengatakan, "Ini angpau untuk papa mama" atau "ini ada coklat untuk papa mama".Â