"Ambil cinsaw. Yang mini saja. Sini aku yang terjun. Kamu urus talinya. Tambatkan sebelum sampa di sana."
Dian berenang, cinsaw di tangan. "Bangakan saja bagaimana berengan sementara kedua tangan memegangi cinsaw. Dia enak-enakan tingga minta setoran." gerutu Timan yang tak lama kemudian bercebur membawa tambang rakit batang ke tepian.
Hampir 3 jam baru batang penghalang sungai tersingkirkan.
"Gimana? Terus apa bermalam di sini?"
"Sepertinya tak sempat lagi."
"Gimana kalau sekali ini kita lawan?"
"Jangan akh. Panjang urusannya nanti."
"Masak harus nginap lagi sih di sini."
Dian mengambil dan menyulut rokok. Setelahnya bungkusan rokok diberikan ke Timan. Mereka benar-benar akrab. Sejak kecil memang selalu bersama.
Sebelum bisa ikut bapaknya ke hutan, Dian dan Timan memang kerjanya mancing ke rawa-rawa. Dan selalu berdua. Maklum rawa di daerahnya memang masih rawan. Banyak ular besar. Sering orang-orang menemukannya.
Semalaman telah dilalui. Pagi hari mereka berangkat lagi. Perkiraan akan sampai di perkampungan menjelang maghrib. Biasanya yang jaga tidak ada. Mungkin salat maghrib, mungkin juga sedang makan.