"Kucing itu aku robek-robek kulitnya. Dagingnya aku makan. Tinggal kulit dan tulang belulang. Tak seorang pun tahu, sisa tengkoraknya aku benamkan di bawah dudukanku. Di pondok ini. Aku cakar sendiri dengan tanganku. Aku pendam. Aku sembunyikan."
"Hanya sekali?"
"Setelahnya, setiap hujan datang. Aku tak pernah lagi merasa kedinginan dan kesepian. Aku tak tahu. Apakah itu kucing atau binatang lainnya. Aku hanya merasa memiliki teman. Dan ketika pagi hari, aku kelelahan menanam sisa kerangka teman-teman malamku."
Namanya Ki, diangap gila oleh keluarganya. Dia memang buta. Benar-benar buta sejak lahir. Keluarganya hanya malu memiliki anak yang buta. Sehingga ikut membutakan hatinya, menyerahkan Ki bersama teman malam, dan berakhir jadi santapan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H