Pancasila, satu- Ketuhanan Yang Maha Esa, dua - Kemanusiaan yang adil dan beradap, tiga - Persatuan Indonesia, Empat -Kerakyatan yang dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, lima - Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ketika pendidikan karakter masuk ke dalam kelas dalam bentuk penilaian pembelajaran, apakah ada efek positif terhadap perilaku peserta didik? Dalam rapor peserta didik untuk mata pelajaran pendidikan agama dan PKN, mereka di berikan penilaian harus di atas kualifikasi cukup. Mininal baik, jika ingin naik kelas.
Akhirnya mau tidak mau, siswa yang suka membolos, suka menentang guru, suka menyepelekan pelajaran , suka merundung teman sekelas, suka berkata kasar, dan perilaku buruk lainnya tetap mendapatkan nilai baik jika ingin peserta didiknya naik kelas.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, pendidikan karakter belum berhasil memuaskan. Hampir tidak terlihat perilaku nyata dalam pergaulan peserta didik. Walau tidak semua tentunya. Contoh teladan dari seluruh warga sekolah, mulai kepala sekolah, guru, TU, satpam, tukang kebun, dan orang tua peserta didik tetap menjadi yang utama. Tanpa contoh teladan sulit rasanya membangun karakter pada peserta didik.
Demikian juga dengan ideologi Pancasila, bagaimana peserta didik tau apa itu Pancasila dan butir-butir yang ada di dalamnya jika materi tentnag pancasila hanya disampaikan dalam bentuk hapalan.
Sementara yang tampak pada mata mereka, baik di televisi, berbagai jenis media sosial yang terlihat berbeda dengan yang diajarkan di sekolah.
Berikut contoh sederhana yang mungkin mampu mengaitkan pentingnya pancasila masuk lagi dalam bentuk inovasi dan kreatifitas guru ketika berdiri di depan kelas.
Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Setiap warga negara bebas memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan melakukan peribadatan sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya. Masih terdapat pertentangan dan benturan yang sungguh memilukan.
Ke dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketidak adilan terjadi diberbagai lini. Tak hanya bidang ekonomi, sosial, budaya, dan hukum. Yang kaya mendapat fasilitas sedemikian mudahnya, orang kecil terhukum sehukum-hukumnya. sementara yang lain mendapat pengurangan dan kebijakan-kebijakan yang memudahkan.
Ke tiga, Persatuan Indonesia. Dengan adanya media sosial yang aksesnya kian tak rerbatas, siapa pun bisa melihat dan mencermatinya. Temasuk mengunggah perbedaan kecil, pertentangan kecil menjadi bola api yang kian besar. Tanpa disadari akan memicu porakporandanya persatuan bangsa.
Ke empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demikian mengiris dada ketika proses demokrasi menjadi tempat laga tersendiri. Pemilihan kepala daerah yang mengandung unsur perpecahan. Pemilihan ketua partai saling lempar kursi. Di mana demokrasi dan perwakilan hilang tak terlihat lagi.
Ke lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Walau berbagai teori menyebutkan bahwa adil tak berarti sama. Ada yang miskin dan kaya, wajar dalam kehidupan manusia. Namun, jikanyang kaya kian hari kian kaya sementara yang miskin kian hari kian tambah miskin. jadi pemandangan biasa.
Nah, semua poin di atas tampak di depan mata. Disaksikan para peserta didik. Jadi jangan heran ketika peserta didik lebih mengerti tentang ISIS dari pada gurunya. Peristiwa pelemparan kursi, peserta didik yang bercerita pada guru sambil mengejek.
Juga tentang peristiwa-peristiwa yang lepas dari pengamatan orang dewasa, oeserta didik lebih mengerti dan mencermati dalam diskusi-diskusi liar di sosial media mereka.
Bagaimana mengembalikan semua itu?
Generasi tua biarlah dengan isi kepalanya sekarang. Kesalahan masa lalu jangan lagi ditimpakan kepada peserta didik di masa akan datang. Merekalah yang akan menggantikan kita semuanya nanti.
Oleh karena itu Merdeka Belajar mampu dijadikan momen untuk kembali menumbuhkembangan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran.
Berkenaan dengan hal tersebut, Nadiem Makarim, Mendikbud dengan program Merdeka Belajar, guru jadi penggerak, Merdeka belajar artinya unit pendidikan yaitu sekolah, guru-guru dan peserta didiknya punya kebebasan. Kebebasan untuk berinovasi, kebebasan untuk belajar dengan mandiri dan kreatif.
Pada saat seluruh unit pendidikan diberikan kebebasan untuk melakukan inovasi maka perlu memasukkan kembali butir butir nilai pancasila melalui PBM yang kreatif dan mandiri.
Dari sini layak kemudian guru yang menjadi penggerak untuk mengajak peserta didik menggali kembali nilai-nilai butir pancasila. Guru menjadi penggerak adalah guru yang mengutamakan murid dari apa pun, bahkan dari kariernya, mengutamakan murid dan pembelajaran murid. Karena itu mengambil tindakan-tindakan tanpa disuruh, diperintah, untuk melakukan yang terbaik.
Walau pun begitu, tetap saja instruksi diberikan oleh pemimpin kebijakan. Dalam hal ini Mendikbud yang menjadi ujung tombak progam Merdeka belajar harus kembali berinisiatif memasukkan butir-butir Pancasila pada program Merdeka belajar.
Contohnya ketika Mendibud memberikan surat edaran tentang RPP satu lembar disambut antusias oleh semua steakholder yang ada di Dinas Pendidikan hingga ke pada guru di sekolah.
Mencermati contoh di atas, pasti juga akan mudah memberikan edaran buat memasukkan nilai-nilai Pancasila pada pembelajaran di dalam kelas. Saya yakin pasti akan disambut dengan antusias.
Walau tak kita napikan bahwa pendidikan karakter adalah bentuk nyata dari butir-butir Pancasila dalam perilaku nyata. Namun pola pembelajaran pendidikan karakter dapat dikembalikan ke penanaman nilai Pancasila.
Dengan merdeka belajar, guru dapat dengan leluasa menggali potensi kedaerahan di sekitarnya untuk diangkat menjadi nila-nilai Pancasila yang sebenarnya sudah ada sejal dahulu kala. Tinggal ketuk palu, ayo laksanakan. Maka guru pun dengan ikhlas melaksanakan.
Semoga dengan kembalinya nilai-nilai Pancasila masuk dalam pembelajaran di kelas yang tidak hanya berupa materi hafalan atau penilaian di rapor saja akan mengembalikan nilai-nilai Pancasila menjadi ideologi bangsa. Terutama untuk peserta didik kita. Semoga.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI