Samudera gelap tak bertepi mengombang ambingkan sebuah bahtera yang bertahan di antara hujan dan petir. Entah berapa lama bahtera itu ada di sana.
Tetapi seorang anak berseragam biru putih menatapnya dari jauh. Hujan yang turun satu jam lalu telah menahannya di pos ronda kampung. Tidak ada yang dipikirkannya selain ibu dan bapaknya yang gelisah menunggunya di rumah.
"Guruh! Guruh!"
Seorang laki-laki datang menghampiri mengendarai sepeda motor.
"Maaf ya, Le. Bapak tadi terlambat menjemputmu. Mari Le. Ini jas hujannya. Kita sudah ditunggu Ibu di rumah.
Anak berseragam biru putih mengenakan jaket hujan pemberian ayahnya dan naik ke atas motor. Dipeluknya ayahnya erat erat sambil sesekali menelan air hujan yang menerpa wajahnya.
Hujan air kini berubah menjadi material serupa belerang. Jatuh ke bumi dan menimbulkan bunyi ledakan dahsyat. Â
Dari puncak ketinggian seorang laki laki tua hanya bisa memandang dan berharap. Memandang hancurnya kota kota masyhur nan makmur terbakar dalam amukan api dan sengat bau asam. Berharap kerabatnya selamat dari bencana yang tak terkatakan.
"We accelerating this equality through the power of business leadership. We promote standards gap analysis tool, the partnership and tackling the discrimination"
Seorang laki-laki separuh baya berbicara di antara dua panelis lain dalam forum diskusi yang dipenuhi oleh sorak dan tepuk tangan. Para hadirin berdiri memberi hormat sambil melampaikan bendera pelangi di tangannya.
Blip!