Amis bau tubuhmu bercampur kengerian. Lelehkan bahaduri di bawah kilau dasa mahkota. Lautkah yang memahat aksara penuh hujat pada tujuh kepalamu? Suah ditutur. Kaki manusia berlari pada pesona yang entah bermula dari mana.
Guruh masuk ke ruang kerjanya. Danang dan Rian, dua operator lain, sudah duduk di depan screen masing-masing. Serius. Tidak sepatah kata pun keluar dari bibir mereka. Mungkinkah mereka tidak melihat kehadiran Guruh.
Guruh berdiri di samping meja kerjanya. Menatap kedua temannya. Melambai. Tapi tidak ada respons apapun. Apakah aku berada di matrix yang lain? Guruh mencandai dirinya sendiri. Tetapi ia kemudian berjalan ke luar ruangan. Setelah empat langkah menjauhi pintu, ia membalikkan badan.
Sekarang ia kembali. Berdiri di ambang pintu. Mengetuk.
Tok!Tok!Tok!“
“Sugeng enjang Gusti Kanjeng Prabu. Nyuwun pangapura. Kawula bade madhep Kanjeng Prabu Danang.”Guruh membuka topinya. Diletakan di perutnya. Menunduk penuh hormat ke arah Danang.
“Asem.” Danang melempar gulungan kertas di atas mejanya. Guruh menghindar ke samping sambil tertawa.
“Kowe digoleki Pak Joko, Ruh. Soko isuk.” Rian berkabar.
“Hah? Ada apa?”
“Emboh. Jarene Cindy jaluk pertanggunggungjawabanmu.”Danang tertawa terbahak.