Srikandi, Puntadewa dan Sembadra adalah tiga candi lain yang terletak di selatan pelataran. Ketiganya juga memiliki candi perwara. Namun sebagian besar telah runtuh menjadi tumpukan bebatuan. Semua artefak ini adalah saksi kejayaan peradaban Mataram Kuno di tanah para dewa – yang disebut dalam bahasa asali – Dihyang.
Dieng, dalam catatan Thomas Stamford Raffles, memiliki tidak kurang dari empat ratus candi. Sayang bahwa bencana alam dan penjarahan melenyapkan populasi massif sarana peribadatan itu. Kini hanya beberapa candi selain Arjuna yang dapat ditemui di ketinggian dua ribu meter di atas permukaan laut di jantung pulau Jawa. Gatotkaca, Bima, Dwarawati, Kunti dan Setyaki menjadi remedi rindu dari kisah empat ratus candi yang kini lenyap disembunyikan waktu.
“Kalau Ibu tidak berkeberatan, kami ingin mengajukan usul,” Menik membuka pembicaraan.
“Usul apa, Nduk?”
“Kami nampaknya belum bisa membeli rumah di Jakarta atau sekitarnya.”
“Tidak apa-apa, kan?”
“Juga tidak ingin menetap di kost atau apartemen.”
“Ibu setuju jika tidak tinggal di apartemen. Terlalu ramai untuk anak-anakmu.”
“Nah….itulah sebabnya Menik minta persetujuan Ibu.”
“Untuk?”, Bu Sri menaksir dengan kernyitan.
“Menik boleh gak tinggal di rumah Ibu?”