Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kredit Sosial Cina sebagai Model Dunia Masa Depan

27 Maret 2022   22:33 Diperbarui: 27 Maret 2022   23:03 2782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kredit sosial Cina yang disebut  shehui xinyong tixi adalah suatu kerangka kerja sistem pengaturan yang didasarkan atas rangking kepercayaan (trustworthy) individu, korporasi dan pemerintah. Ide dasarnya sederhana. 

Masyarakat yang baik berasal dari individu yang baik. Individu yang baik ini layak juga mendapatkan hal terbaik dalam kehidupan sosial. Kondisi sebaliknya terjadi pada individu berperilaku buruk. 

Dari ide inilah, kredit sosial Cina dibangun. Tiap orang diberikan nilai atau skor berdasarkan kepatuhannya. Orang yang memiliki skor baik diberikan hadiah berupa kemudahan mengakses berbagai layanan pemerintah, kemudahan dalam mengajukan kredit, hingga kebebasan memelihara hewan peliharaan. 

Sedangkan mereka yang memiliki skor kepatuhan rendah menerima hukuman berupa pembatasan akses layanan pemerintah, pembatasan akses internet, tidak diperkenanankan menginap di hotel bintang lima, tidak dapat mengakses perguruan tinggi unggulan, dan berbagai pembatasan lain seiring perkembangan masyarakat.

Sebagaimana halnya individu, perusahan juga dilibatkan mendukung langkah governance ini. Tiap perusahan memiliki skor dengan sejumlah kewajiban yang harus dipatuhi seperti kewajiban konsumsi energi rendah karbon, kewajiban membayar pajak tepat waktu, serta kewajiban lainnya. Kepatuhan atas regulasi akan secara otomatis menjaga skor sosial perusahan dan berdampak pada aspek yang lebih luas.

Tidak sebatas pada integritas seseorang atau perusahan dalam kaitannya dengan sektor ekonomi, kredit sosial Cina juga menggandeng sistem peradilan di negeri itu. 

Fakta ini memungkinkan skor individu maupun perusahan ditentukan oleh catatan kriminal mereka. Pemerintah Cina memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk secara periodik mengumumkan skor tiap orang dan perusahan termasuk menjatuhkan hukuman pada mereka yang melanggar. 

Dapat dibayangkan betapa dalamnya kontrol pemerintah Cina atas masyarakatnya dalam sistem ini. Semua perilaku masyarakat dan perusahan diawasi secara berkala. Pemerintah Cina bahkan berhak mengakses data transaksi publik. Apa yang dibelanjakan masyarakat dapat dimonitor. Data transaksi perusahan juga terbuka bagi pemerintah. Kekuatan pemerintah Cina benar-benar tanpa batas.

Hal paling menarik adalah bahwa sistem ini dikritik sekaligus disukai masyarakat di luar Cina. Mantan wakil presiden Amerika Serikat, Michael Richard Pence misalnya,  mengkritik sistem ini sebagai kejahatan negara. Sementara pers di barat menyebutnya tirani ekonomi. Tetapi para pelaku bisnis barat yang menanamkan modalnya di Cina mendukung sistem kredit sosial secara penuh. 

Investasi mereka di Cina dapat diarahkan pada sektor partikulir dengan skor terbaik. Belakangan, beberapa investor barat ikut tertarik memasuki sistem kredit sosial ini karena masyarakat sekalipun, memiliki skor yang dapat mereka ketahui.

Kondisi Kredit Sosial Cina 2022

Tujuan kredit sosial Cina adalah menciptakan kemudahan dan fleksibilitas kepada individu maupun perusahan saat hendak mengambil keputusan bisnis. Berdasarkan informasi yang disediakan sistem kredit sosial maka kerjasama bisnis didasarkan pada skor perusahan dan individu. 

Laporan Donnelly (2022) menyebutkan bahwa 80 persen provinsi dan pemerintah kota di Cina kini mengintrodusir dan mengadopsi sistem kredit sosial. 

Sektor swasta yang terlibat mendukung program ini kini mencapai 33 juta perusahan. Tujuan sistem juga kini berkembang seiring kemanfaatannya.  Tidak hanya untuk tujuan kelayakan kredit, sistem ini sekarang terhubung dengan sistem peradilan, kepercayaan komersial, kepercayaan sosial dan integritas pemerintah. 

Pencapaian ini adalah lompatan besar bagi Cina. Pada saat pertama kali digagas tahun 1978-1979 di masa pemerintahan Deng Xioping, kredit sosial ditujukan untuk menekan perilaku korupsi pejabat dan perusahan di negeri tirai bambu. Ide Deng berangkat dari evaluasi kebijakan yang menunjukan bahwa politik pintu terbukanya yang mengundang semua investor asing menanamkan modalnya di Cina tidak memberi hasil signifikan pada pertumbuhan ekonomi Cina. Masalahnya bukan Cina tidak kompetitif. Masalahnya adalah perilaku korupsi yang membudaya. 

Pada tahun 1999, Zu Rongji melanjutkan ide Deng melalui peluncuran sistem manajemen kredit nasional. Sistem ini didukung oleh sentralisasi sistem keuangan dan sistem data di seluruh Cina. Pada tahun 2000, Shanghai meluncurkan sistem kredit yang didasarkan pada pembayaran tagihan kebutuhan.

Sumber: Drew Donnelly, 2022.
Sumber: Drew Donnelly, 2022.

Pada tahun 2009, di kota Suining Provinsi Jiangsu, kebijakan dan praktek kredit sosial diwujudnyatakan. Tiap orang diberikan skor 1000. Dari skor itu tiap individu mendapatkan kesempatan mendapatkan keuntungan lebih atau kehilangan keuntungan didasarkan pada kepatuhan mereka atas sejumlah aturan yang dikeluarkan pemerintah. Ini adalah pilot project kredit sosial di Cina.

Sejak tahun 2013, pemerintah dan pelaku bisnis Cina sudah mendapatkan laporan tentang skor individu maupun perusahan dalam konteks kredit sosial. Kebutuhan suatu sistem data terintegrasi dengan segera mengemuka. Suatu sistem data yang menghubungkan baik pemerintah maupun stake holder. Pada tahun 2019, mekanisme pengawasan kredit sosial dilakukan melalui pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligent/AI).  

Seiring dengan kondisi kegawatan kesehatan public Cina pada tahun 2019, pemerintah dan rakyat Cina memandang kebutuhan kredit sosial sebagai hal yang urgen dan fundamental. Saat ini jumlah pengguna kredit sosial terus meningkat di Cina.

Keikutsertaan Dunia dan Indonesia?

Kredit sosial Cina bukan persoalan ekonomi tunggal.  Dibelakang praktek kebijakan itu berdiri idiologi dan konsepsi sosial. Confusius (551-479SM) misalnya menyokong ide hubungan antara karakter baik manusia dengan fungsi masyarakat sebagai keseluruhan. 

Kemudian Mosi (470-391SM) berpendapat bahwa kepedulian antar sesama manusia adalah kunci dari hadirnya masyarakat yang tidak memihak atas perlakuan.

Bagi sebuah masyarakat yang cenderung homogen seperti Cina, kebijakan tunggal dan sentralistik merupakan pilihan tepat selama bertujuan menciptakan kesejahteraan. Tetapi bagi masyarakat di luar Cina, sistem semacam ini dipandang pengekangan atas hakikat manusia. Orang-orang Eropa dan Amerika memandang sistem ini hanya tepat untuk model negara totalitarian marxisme komunisme. Namun untuk negara demokrasi, sistem kredit sosial dengan skor perilaku bukan saja terkesan berlebihan. tetapi juga absurd.

Bagi orang Indonesia sendiri yang memiliki beragam suku, bahasa dan budaya, sistem rangking perilaku merupakan penafikan atas keragaman. 

Orang mengkonsumsi minuman keras di ruang publik dapat menjadi hal yang mengganggu ketertiban pada satu daerah, namun di daerah lain, perkumpulan kaum laki-laki yang yang mengkonsumsi minuman keras - sepanjang tidak menimbulkan tindak kriminalitas - adalah perkumpulan yang erat kohesi sosialnya. Karena itu, kritik sekaligus penderitaan yang selalu dirasakan pemerintah ada dalam ungkapan "kebijakan tidak harus sama untuk semua daerah".

Kebijakan kredit sosial di Indonesia nampaknya akan dihadapkan dengan kendala budaya yang luas. Belum lagi jika diingat bahwa sistem semacam itu membutuhkan investasi luar biasa di bidang data guna mewujudkan satu data nasional.  

Pemerintah Cina secara serius membangun sistem informasi dan teknologi guna menjamin kelangsungan sistem kredit sosial. Selain memasang begitu banyak kamera pengawas, pemerintah mengembangkan manajemen pengawasan yang memungkinkan laporan kepatuhan setiap orang dan perusahan diketahui publik secara luas dan saat itu juga. 

Rogier Creemers (2018) melukiskan keseriusan Cina membangun teknologi informasi dengan mengangkat kasus Tibet dan Xinjiang. Pemerintah Cina mengembangkan sistem peradilan elektronik di dua daerah itu guna menjamin efektivitas proses pencarian keadilan. IHSmarkit melaporkan bahwa 54 persen dari seluruh kamera CCTV di dunia ada di Cina. 

Jumlah itu setara dengan 415,8 juta kamera. Penempatan kamera ini memungkinkan pemerintah menerbitkan skor kepatuhan secara valid dan real time. Belakangan, pemerintah juga tertarik pada isu big data dan AI. Kedua hal yang disebutkan terakhir ini nampaknya akan sanggup mengakhiri kritik barat atas Cina.

Di Cina, data kepatuhan yang dipublikasi pemerintah itu dapat meliputi : (a) apakah seseorang atau korporasi membayar pajak tepat waktu? (b) apakah sector swasta menjaga kelanjutan izinnya? (c) apakah sector swasta menyediakan standar kualitas produk?

Jika orang atau badan usaha tidak mampu memenuhi standar kepatuhan itu maka sanksi yang diberikan kepada mereka dapat berupa (a) larangan bepergian, (b) larangan sekolah, dan (c) bertambahnya level audit pada perusahan.

Mungkin orang Indonesia yang masuk dalam kategori keluarga miskin mau mengambil bagian dalam program kredit sosial yang menuntut kepatuhan mutlak semacam ini. Tetapi kelas menengah dan kelas atas sepertinya lebih memilih tidak terlibat dalam kredit sosial. Bahkan keluarga miskin pada daerah terdepan yang memiliki latar budaya berbeda dipastikan menolak program semacam ini karena menolak penundukan budaya.

Dari kacamata filosofis, dasar negara Pancasila berbeda jauh dengan filsafat yang menyokong berdirinya Cina. Keragaman dalam kesatuan dan kesatuan yang tersusun dari keberagaman tidak mereduksi manusia dalam skor tertentu. Nilai bukan semata mata tentang kepatuhan pada sejumlah aturan. Nilai datang dari budaya yang membentuk manusia. 

Referensi:

1. Creemer, Roger. China's Social Creditz System: An Evolving Practice of Control. Political Science Journal. May, 2018.

2. Donnelly, Drew, Ph.D. An Introduction to China Social Credit System. New Horizons. 2022.

3. Lee, Amanda. What is China's Social Credit System and Why is It Controversial? Economy. 9 August 2020.

Gambar: Semua gambar diambil dari sumber Drew Donnelly, 2022.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun