Oleh: Hironimus Galut
Abstrak
Dalam panggung politik, kekuasaan negara yang otoriter selalu membawa dampak pada pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Akibatnya, pada masa pergantian kekuasaan yang otoriter menuju pemerintahan yang demokratis seringkali meninggalkan luka berupa pelanggaran berat terhadap HAM. Kondisi ini kemudian diperparah dengan ketidakmampuan lembaga peradilan untuk memberikan rasa keadilan bagi para korban pelanggaran berat HAM yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa. Berhadapan dengan potret buram itu, Konsep Keadilan Restoratif dan transisional dinilai menjadi alternatif jawaban atas persoalan tersebut serentak sanggup menciptakan perdamaian bersama. Artikel ini akan menganalisis konsep Keadilan Restoratif dan Transisional dalam upaya menangani pelanggaran berat HAM masa lalu yang kunjung mendapat titik terang. Berdasarkan analisis yang digunakan, ditemukan bahwa penerapan konsep keadilan restoratif dan transisional bisa dilakukan jika pemerintah, akademisi atau sejarawan, dan masyarakat mampu mengungkapkan kebenaran tentang persoalan HAM yang terjadi pada masa lalu secara jujur dan terbuka melalui Komisi Kebanaran dan Rekonsiliasi.
Kata Kunci: Keadilan Restoratif; Keadilan Transisional; Pelanggaran HAM; Rekonsiliasi Politik
Abstract
In the arena of politics, authoritarian power of state always brings violations on human rights. Consequently, the transitional period from authoritarian power to democratic system of governance often leaves scars in the form of huge number of violations on human rights by the government. The condition is exacerbated by the inability of the judiciary to enhance senses of justice for the victims. In this article, I propose the concept of Restorative Justice and Transitional Justice as the best response to avoid such crimes and to create common peace. It is then found that the application of the concept of Restorative Justice and Transitional Justice could be done to overcome the violations on human rights when an institution called the Truth and Reconciliation Commission is available. In addition, restorative and trantitional justice could only be totally brought to realization if the government, scholars, historians, and society enable theirselves to speak honestly of the truth and of the problem of human rights happened in the past.
Keywords: Restorative Justice; Transitional Justice; Violations on Human Rights; Political Reconciliation
I.Pendahuluan
Tak dapat dimungkiri, konstelasi politik pada awal abad ini selalu dihantui oleh pengalaman-pengalaman buram masa lalu sekaligus pelanggaran-pelanggaran HAM yang tak kunjung berakhir. Kekejaman rezim otoritarian yang menelan banyak kerugian bahkan sampai melahap nyawa sedang dilujuti secara serius seiring dengan proses pendewasaan demokrasi. Berhadapan dengan pelanggaran HAM tersebut, keadilan transisional hadir sebagai usaha konstruktif untuk menciptakan perdamaian yang tidak saja ditempuh melalui jalur pengadilan, melainkan juga melalui mekanisme non pengadilan. Sejalan dengan itu, keadilan restoratif muncul sebagai upaya pemulihan terhadap permasalahan HAM yang terjadi melalui jalur yang serupa. Dalam konteks ini, keadilan restoratif dan transisional menjadi jalan yang positif untuk mewujudkan rekonsiliasi.
Namun, dalam upaya-upaya penerapannya tercuat beragam argumen yang konstruktif sekaligus destruktif. Pada satu sisi tak sedikit orang selalu menghukum rezim masa lalu sebagai sebuah kejahatan yang paling kejam. Pada sisi lain, banyak orang juga memandang secara sedikit positif serentak membiarkan masa lalu sebagai masa lalu itu sendiri. Berhadapan dengan estimasi ganda itu, keadilan restoratif dan transisional muncul sebagai wacana untuk menyelesaikan suatu problematik besar yang sedang dihadapi dengan perspektif politik demokratis saat ini serentak sebagai usaha positif mewujudkan rekonsiliasi. Untuk itu, tulisan sederhana ini didesain dengan judul: 'Keadilan Restoratif dan Transisional dalam Usaha Mencapai Rekonsiliasi'.