Akan tetapi pesan Syaikh Abbas tidak hanya itu, Syaikh juga berpesan agar Soekarno berhati -- hati dengan kaum komunis dan sekuler. "Merekalah yang akan menghancurkan bangsa ini." Pesan Syaikh Abbas.
Di akhir pertemuan, Syaikh Abbas menghadiahi Soekarno sebuah peci hitam dengan ukuran yang lebih tinggi dari yang telah dimiliki Soekarno sebelumnya. "Peci ini kuberikan supaya kamu menyadari bahwa bangsa ini mayoritas umat Islam." Pesan Syaikh lagi untuk Soekarno.
Soekarno memakai peci itu saat dipotret bersama dengan Syaikh Abbas, Syaikh Mustafa dan Soekarno sendiri. Photo itu, meski sudah tampak tua dan usang, masih terpampang di salah satu dinding Pesantren Darul Funun El Abbasiyah hingga kini.
Pertemuan kedua tokoh ini begitu singkat, dalam hitungan beberapa jam saja. Soekarno datang kira -- kira pukul 1 siang, lalu kembali lagi pada sore harinya. Tidak ada catatan sejarah menunjukkan ada lagi pertemuan lanjutan antara keduanya di masa -- masa mendatang.
Itu karena Soekarno, setelah pertemuan bersejarah itu, kembali ke Jakarta untuk melanjutkan perjuangan, sementara Syaikh Abbas sendiri terus melanjutkan aktifitasnya mengajar santri yang datang menuntut ilmu di pesantren miliknya bersama abangnya Syaikh Mustafa, hingga Syaikh wafat pada pada tahun 1957, dalam usia 74 tahun. Jenazah Syaikh Abbas dikebumikan di komplek pesantren Darul Funun yang didirikannya itu.
)*
Ibarat hukum karma, kelak, kondisi yang sama juga akan dialami Jepang, tiga tahun kemudian, manakala tentara sekutu yang dikomandoi Amerika Serikat mengirimkan sepasang bom atom, yang salah satunya berbobot 10.000 pon, ke dua kota penting Jepang; Hiroshima dan Nagasaki.
Kedua bom itu membunuh lebih dari 140.00 orang di kota Hiroshima dan lebih dari 80.000 orang di kota Nagasaki, yang memaksa Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.
Di dalam sekutu itu ada membonceng tentara Belanda yang berkeinginan menjajah Indonesia untuk kedua kalinya. Pada saat itu Jepang dalam kondisi sulit dan terjepit, kebingungan, ketakutan dan putus asa. Seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H