***
Hari ini, dua puluh tahun telah berlalu. Aku kembali bisa menatap hujan dari kaca jendela yang sama. Tak bisa ku bayangkan, begitu kokoknya bangunan tua ini. Telah melindungi selama ini. Tapi tidak sama dengan ibuku yang kini telah banyak perubahan.
Keriput wajah tak bisa dia tolak lagi. Umurnya tidak bisa disembunyikan lagi, tidak muda dan kuat seperti sebelumnya. Kini aku yang membuatkannya secangkir teh panas dalam ruangam yang sama seperti waktu aku kecil dulu.
Bu, aku tidak bisa bercerita seperti ibu dulu. Aku tidak bisa membuat obat ini terasa manis. Tapi, minumlah obat ini, Bu! Agar ibu cepat sembuh.
Marahi dan jewer aku lagi seperti dulu, Bu! Aku tidak merasa sakit hati. Aku tidak akan melawan dan membantahnya. Semua kasih sayang ibu dulu tidak akan pernah aku lupakan. Hingga saat seperti sekarang ini.
Bu, bicaralah! Jangan hanya terbaring dan diam saja. Aku rindu ibu bercerita dalam hujan seperti ini. Dan aku sekarang tidak akan berniat berlari di tengah hujan lagi. Aku sudah siap mendengar hingga ibu lelah bercerita disini.
***
Tak dapat kupungkiri, dia sudah lelah bercengkrama dengan waktu. Tak terelakan lagi, masa masa bersamanya telah terenggut dan tak akan kembali lagi. Belum pernah aku bayangkan sebelumnya, dia yang dulu selalu memandikanku, kini tengah dimandikan untuk disemayamkan.
Ditanah kelahiranku ini. Aku meminta, momohon, berharap, bersujud dengan segala kesungguhan. Berikan dia tempat yang terbaik. Berikan dia kebahagiaan yang paling indah, sehingga dia pernah membayangkan akan mendapatkannya.
Dan aku yakin, ibu akan mendapatkan semua itu. Amiiin.
***