[caption id="attachment_142055" align="aligncenter" width="650" caption="Mie Instan - meitanteiamiterasu.files.wordpress.com"][/caption]
Di sebuah desa kecil bernama Fiksina terdapat sebuah warung makanan cepat saji. Sebetulnya warung ini memang menyediakan makanan yang di proses dengan rumit dan waktu yang cukup lama. Tapi karena ketika memesan makanan dapat dihidangkan dengan cepat maka disebut "Warung Instant".
Pemilik "Warung Instan" bernama Sastra. Dia adalah seorang pemuda yang baik dan jujur. Selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk para pelanggannya.
Semula, sastra bekerja sendiri di warung miliknya itu. Sebagai upaya mandiri dari tabungan dan uang pesangon. Dulu dia memang bekerja di percetakan. Namun, karena perusahaanya mengalami kerugian, Sastra di berhentikan dengan sejumlah uang pesangon.
Sastra menyadari, dia cukup beruntung karena mendapat PHK secara tidak sepihak. Bahkan kepala personalia pernah menawarkan untuk tetap bekerja disana, namun dengan gaji yang banyak dikurangi. Sastra memutuskan untuk di PHK saja karena berniat ingin mandiri.
Di kalangan teman dan keluarganya, Sastra dikenal sebagai seorang pemuda yang baik, jujur dan sangan mencintai sesamanya. Selain itu, Sastra juga sangat suka bekerja keras dan ingin mandiri. Satu-satunya yang jadi kelemahan dia adalah, dia sangat pelupa. Bagaimanapun dia mengingat bahkan menuliskan semuanya, tetep saja ada yang terlupakan.
Suatu ketika, dia pernah pergi shalat jum'at memakai sendal baru yang didapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari pacarnya. Sayang sekali ketika pulang ke rumah dia menggunakan sandal yanh sudah usang dan jelek sekali, ternyata dia lupa bahwa dia berangkat menggunakan sendal yang baru. Ketika dia pulang lagi ke masjid ternyata sandalnya sudah tidak ada, mungkin dipakai oleh orang yang sandal jeleknya dipakai Sastra.
"Salah sendiri, aturan harus lupa memakai sendal butut, ambil sandal bagus. Bukan sebaliknya"
Begitulah candaan Cerplin, pegawai Sastra di warungnya. Sastra mengiklaskan saja sandalnya. Dia berdoa semoga saja akan mendapat gantinya yang lebih baik.
Beruntunglah Cerplin adalah orang yang jujur, sehingga dia tidak memanfaatkan kelemahan Sastra untuk menipunya. Sastra memang sering sekali meminta tolong Cerplin untuk membayar cicilan motornya. Padahal Cerplin baru beberapa hari yang lalu membayar. Singkatnya, jika Cerplin berniat menipu, tentu sudah dengan mudah sekali warung milik Sastra itu bangkrut.
Meski pelupa, Sastra memang tidak pernah melupakan kewajibannya. Membayar gaji Cerplin dan kewajiban diri sendirinya kepada Allah. Dia selalu shalat berjamaah di masjid, karena masjid itu memang hanya beberapa meter saja dari warungnya. Sastra juga tidak pernah lupa untuk menginfakkan sebagian rejeki dari warungnya.
Suatu ketika, Sastra pernah mendapat gunjingan dari seorang pemilik sebuah Restouran. Bahkan pemilik Restouran itu sempat beberapakali datang ke warung Sastra. Dia bernama Elita, perempuan cantik dan kaya namun sayang memiliki kepribadian yang buruk. Elita kerapkali berbicara kasar dan menyakiti Sastra, bahwa warung ini terlihat kumuh dan merusak pemandangan. Singkatnya, Elita ingin agar Sastra memindahlan warungnya darisana.
Cerplin pernah mengingatkan kepada Sastra, bahwa Elita sepertinya tidak senang dengan warung milik Sastra ini. Entah karena warung ini selalu penuh pengunjung ketika saat jam makan siang atau kenapa? Karena sepertinya Elita sangat sinis dengan keberadaan warung ini. Mungkin dia merasa warung kecil ini bisa menjadi ancaman untuk Lestoran besar milik Elita.
Dari serangkaian tindakan Elita kepada Sastra, ada sebuah kejadian besar yang sangat tidak layak. Karena, Elita pernah datang ketika pelanggan di tempat Sastra penuh. Elita berkata kepada semua pengunjung bahwa, Mie instan itu tidak layak di konsumsi.
"Saya ini lulusan kedokteran, setahu saya, Mie Instant yang kalian konsumsi ini tidak baik untuk kesehatan. Karena bisa membuat kerusakan pada bagian lambung kalian harus tau itu..."
Dengan nada setengah teriak, Elita berkata dengan tegas. Namun, para pengunjung hanya melihat saja. Mereka menghentikan makan siangnya sejenak. Dan setelah selesai Elita berkata. Mereka melanjutkan kembali makan siangnya.
Semula, Sastra terlihat panik. Namun ketika melihat respon dari pelanggannya yang tidak menanggapi omongan Elita, Sastra kembali tenang. Bahkan diantara pengunjung ada yang berkata
"Ckckc!... kasian nih cewe, cakep cakep setres"
Begitulah pemuda berambut gimbal itu berkata perlahan. Sepertinya Elita mendengar, dia sangat marah sekali. Kemudian dengan mukan menahan amarah dia membalikkan badan. Seketika itupun, Elita terlihat pergi menuju ke Restouran miliknya yang hanya sekitar 100 meter saja dari sana.
Para pelanggan kemudian kembali lagi pada posisinya masing-masing. Pemuda gimbal itu terlihat mengangkat tangan, dia memasan the manis sebagai pelengkapnya makan siang. Beberapa pelanggan bahkan ada yang makan di luar. Disana disebiakan sebuah bangku panjang. Karena terkadang ketika pengunjung penuh, pelanggan itu sebagian terpaksa duduk di luar untuk menyantap makanannya.
Belum selesai rasanya kecemasan dan kepanikan Sastra saat itu, karena kedatangan Elita tadi. Tiba-tiba, datang lagi Elita dengan kedua pegawai di Restourantnya. Dia datang dengan beberapa buku dan poster seukuran pintu. Poster itu digulung dan disatukan dengan beberapa kertas berukuran besar yang lainnya.
"Saya berbicara bukan menghasut atau mencari sensasi. Lihatlah! Ini adalah peringatan pemerintah dan beberapa hasil rontgen orang yang pernah mengalami kerusakan lambung. Tau gak? Penyebabnya itu adalah Mie instant yang kalian makan ini. Jika kalian belum mengetahuinya, lihat saja buku ini"
Selesai berkata itu, Elita mengambil beberapa buku dan poster dari pegawainnya. Semuanya diletakkan dengan keras di meja yang ada di dekat pemuda gimbal itu. Nyaris sama dengan di banting.
The manis dan kuah mie instant menyiprat ke sampul buku itu. Spontan pemuda gimbal itu menyimpan gampu dan sendoknya. Elita terlihat geram, sementara Sastra dan Cerplin melihat keduanya dengan tatapan yang ketakutan. Beberapa pengunjung ada yang melihat sama persis seperti Cerplin dan Sastra. Sementara yang lainnya bahlan ada yang tak peduli, dan melanjutkan makan siangnya.
Pemuda gimbal itu kemudian berdiri. Dia mengelap bibirnya yang masih belepotan karena saus dan kecap dari mie rebus yang sedang dimakannya. Beberapa saat dia terdiam, kemudian dia menatap Elita dengan tajam. Setelah mengatur nafasnnya yang cepat itu, dia berkata dengan nada yang tegas.
"Tanpa kamu kasi tau seperti inipun, aku sudah tahu. Pasti semua juga tahu makanan yang baik ataupun tidak. Jangankan mie instan, sedangkan rokok saja yang sudah jelas buruk untuk kesehatan masih aku isap. Satu hal yang aku tau neng!... Aku lebih baik makan mie instan daripada kelaparan. Jadi gak ada urusannya denganmu, aku mau makan apa juga. Toh kamu tidak menyediakan makanan gratis buatku kan?"
Terdiam sejenak keduanya, pemuda gimbal itu menatap lebih tajam kepada Elita yang sedikit menunduk. Kemudian pemuda itu duduk kembali di tempatnya yang semula. Elita sepertinya bersiap untuk berkata lagi, namun terdengar seseorang berkata. Dia tidak berdiri, namun mengeluarkan suara tang cukup jelas. Sepertinya dia duduk tepat di bagian dudut warung itu. Delat dengan pintu masuk.
"Kalo harga ayam goreng di tempatnya sama dengan harga mie rebus sih, aku pasti akan makan ayam goreng"
Elita sepertinya mencari datangnya suara itu. Dia melirih ke kanan dan kirinya, namun tidak ada yang menandakan baru saja berkata itu. Sepertinya seseorang yang berkata itu tidak mau memperlihatkan wajahnya. Kemudian pemuda gimbal yang sudah bersiap melanjutkkan makannya itu berkata perlahan.
"Oh gitu ya? Jangan takut tersaingi Neng. Mungkin disini banyak pengunjung, tapi kan harganya murah. Kalo di tempat yang mahal dan eklusif wajar saja sepi. Kan sekali makan disana pasti sebanding dengan beberapa kali makan disini. Haha. Iya kan Sas? Jangan bengong aja. Hahaha"
Pemuda gimbal itu berkata sambil menoleh ke arah Sastra yang berdiri mematung. Sastra sebetulnya yang menjadi sasaran Elita, dengan mie rebus sebagai objeknya. Namun ternyata malah menjadi bunerang, karena pelanggannya justru membela makanan murah tersebut.
Sepertinya Elita kehabisan kata kali ini. Dia kemudian kembali lagi tanpa berpamitan, sementara para pengunjung sudah kembali lagi pada posisinya yang semula, seperti tidak ada kejadian apa-apa saja.
Di warung Sastra ini sebetulnya tidak hanya menyediakan mie instan saja, karena selain mie rebus dan mie goreng, ada juha bubur kacang dan roti isi. Nasi putih yang biasa dimakan dengan mie instan itulah yang menjadi menu utama. Selain cukup mengenyangkan pelanggan, makanan itu memang terjangkau untuk masyarakat di daerah fiksina. Disana memang mayoritas kalangan menengah ke bawah.
Meski demikian, terkadang ada juga pejabat yang makan disana, biasanya selepas solat berjamaan ada juga yang dengan sengaja makan di tempat Sastra. Karena keramahan Sastra yang juga sebagai muadzin di masjid itu, sehingga banyak juga orang besar yang ingin datang ke tempat usaha Sastra.
Setelah kejadian tersebut, sepertinya warung milik Sastra semakin ramai saja pengunjungnya. Kini Sastra telah memiliki tiga pegawai. Satu pembuat bakso, dan satu lagi adalah spesialis nasi goreng. Namanya Yuli dan Darma. Bahkan Sastra berencana untuk menambah lagi karyawannya, tapi masih menunggu bangunan yang ada disamping warung itu selesai dibuat.
Hari demi hari, warung milik Sastra itu semakin ramai. Kini para pejabat dan orang kaya juga banyak yang menjadi pelanggannya, tapi tukang becak juga tidak segan untuk makan disana. Harga makanan di tempat Sastra memang tidak menjadi mahal, meskipun kualitasnya telah banyak diperbaiki.
Meski demikian, Sastra tetap saja pelupa. Bahkan beberapa waktu yang lalu pernah membuat kehebohan yang konyol. Sastra melaporkan kehilangan motornya, warga disanapun ytelah mencari dan saling membicarakan berita kehilangan motor Sastra satu satunya itu. Namun ternyata, keesokan harinya ada yang mengantarkan motor tersebut, motor itu memang sedang diperbaiki di bengkel. Dan Sastra sendiri yang mengantarkannya.
Suatu hari, Sastra seperti biasa pergi untuk menabung. Dia menggunakan motor kesayangannya yang dulu dibeli dengan kridit itu. Tapi sudah lunas sekitar 3 tahun yang lalu. Dan sejak itu, setiap bulan Sastra selalu menabung lebih banyak lagi. Karena lupa, Sastra terkadang menabung 2 kali dalam sebulan.
Setibanya di Bank tujuannya, Sastra denga senyuman khasnya menyapa pegawai Bank. Beberapa pegawai disana termasuk satpam itu memang sudah kenal baik dengan Sastra. Seperti biasa, Sastra menuju tempat penyetoran uang. Namun seseorang datang dan memanggil Sastra.
"Pak Sastra!"
Sastra menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Ternyata dia adalah manager Bank disana, memang sudah kenal dengan Sastra. Beberapa kali dia pernah makan di warung Sastra, dia merasa kagum dengan kegigihan dan keuletan Sastra. Setiap hari raya, Sastra dan karyawannya selalu mendapat bingkisan dari Bank tersebut.
"Pak Sastra, kenapa masih menyetor uang. Tabungan Haji pal sastra ini sudah genap sejak bulan yang lalu. Tinggal menunggu waktunya saja. Atau pak Sastra lupa ya? Hehe"
"Oh tidak pak Roni. Ya sambil menunggu waktunya, saya memang berniat untuk menabung juga untuk tabungan Haji oeang tua saya. Mudah mudahan saja bisa terpenuhi. Amiiin"
Mendengar perkataan itu, Pak Roni berjalan mendekati Sastra. Dia menepuk pundak Sastra dengan senyum yang sangat bahagia. Karena mendapat nasabah yang begitu gigih dan kuat dalam berikhtiar. Sastra adalah Sastra, kekurangan dan kelebihannya memang begitu menarik untuk di terjemaahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H