Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Saturday Morning #54 - "Move To Heaven untuk Anak Muda"

5 Juni 2021   09:00 Diperbarui: 5 Juni 2021   09:35 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaman Sekarang banyak sekali sekarang orang yang menghabiskan waktu di rumah, mulai dari keluarga, bapak-bapak, ibu, dan juga anak-anak mudanya menghabiskan waktu di rumah. Mungkin ini hal yang lazim, mengingat pandemi masih terjadi, namun bisa jadi pula akan keterusan hingga Desember atau bahkan Januari atau mungkin bertahun-tahun ke depan.

Di rumah, tentu aktivitasnya tidak hanya tidur saja, biasanya diselingi dengan masak, makan, berkebun, dan lain sebagainya. Bahkan, ada pula yang menghabiskan waktunya dengan menonton series hingga tamat. Bai sebagian orang seperti saya, pandemi banyak mengubah kebiasaan. 

Saya sudah jarang sekali untuk nonton film-film. Film terakhir yang saya tonton adalah dua garis biru tahun 2019, itupun ketika sedang ada kegiatan di batam, waktu luang saya isi dengan pergi ke bioskop. Hingga tahun 2020, sudah tidak tahu berapa banyak judul yang saya tonton di tahun lalu dan juga di tahun ini.

Tentu kita sadari, kadang kala ada 0rang yang kemudian terpaksa merubah kebiasaan, apalagi ketika #dirumahaja menggema dan digaungkan dimana saja. Salah satunya seperti saya.

Termasuklah minggu lalu, Hari Senin, 24 mei yang lalu, saya seperti biasa, pagi hari bekerja magang di kantor BPN dan kemudian seperti biasa di waktu istirahat berbincang dengan teman-teman yang lain baik itu yang magang maupun pegawai negeri disana. Terlampau sering yang kami ceritakan sampai kadang bingung apalagi yang mau diceritakan, tiba spontan ada seorang teman yang mengatakan, sudah nonton "Move To Heaven"? Tanyanya. 

mariviu.com / dok. Netflix
mariviu.com / dok. Netflix
Hah? film apa itu ujar saya, Indonesia, Korea, atau sinetron apalagi yang tiba-tiba muncul dengan menggunakan bahasa inggris.  Sontak saja pertanyaan saya membuat tertawa perkumpulan disitu, teman saya ini mengatakan film ini mengandung bawang banget, review nya tinggi anda pasti sedih kalau nonton, dan usahakan nonton sendiri ya, jangan beramai-ramai. Lalu saya tanya kenapa jangan beramai-ramai? Supaya tidak malu kalau anda nangis nonton film ujarnya. Wkwkwk

Siang itu, saya dan beberapa teman yang lain sontak langsung berbicara,  minta jangan cerita apa-apa. No spoiler please! Ujar teman saya yang lain.

Akhirnya hari itu tiba, cielaahh wkwkwkwk, Hari selasa tgl 25 Mei,  bertepatan dengan besoknya hari raya waisak, saya langsung tancap gas, setelah menyelesaikan beberapa pekerjaan, karena malam itu saya masih mengajar hingga kelas malam pulul 21.00. 

Terus terang saya hanya sekedar ikut-ikutan untuk menyaksikan itu, saya tidak terlalu punya ekspektasi yang berlebihan, tapi makin menjadi melihat story teman-teman saya yang lain, memposting potongan film disertai dengan emoticon sedih semakin membuat saya penasaran. Bahkan saya diinfo siap-siap untuk menangis di 4 episode terakhir.


Saya mulai membuka netflix saya, pelan-pelan di episode pertama mulai menyaksikan akting dari Han Geu-ru, seorang pemuda korea yang mengidap sindrom asperger yang kesulitan memahami emosi dan berinteraksi sosial, tetapi dapat mengingat dengan detail apa yang dilihat dan didengarnya. 

Masih belum terasa apa-apa terasa biasa saja, kisah soal Geu-ru tinggal berdua bersama sang ayah, Pak Han seperti kisah ayah dan anak pada umumnya. Walupun, pekerjaan yang merka jalani cuup menarik yaitu sebuah bisnis bernama Move to Heaven, dimana mereka bekerja sebagai pembersih TKP. 

Secara garis besar, pekerjaan mereka adalah membersihkan barang-barang milik orang yang sudah meninggal dan menyisakan beberapa barang penting untuk diberikan kepada keluarga mendiang.

Yang paling menarik, Geu-ru dan ayah bisa mengetahui perasaan dan kehidupan yang dijalani para mendiang melalui barang-barang tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak sekadar membersihkan, tetapi juga menyampaikan pesan para mendiang kepada keluarganya yang belum tersampaikan.

mariviu.com
mariviu.com

Episode 1 saya selesaikan, episode 2, saya selesaikan, rasanya belum ada bawang apa-apa, sindir saya kepada teman saya yang lain. Bahkan ketika ayahnya meninggal juga rasanya belum ada apa-apa. Tapi saya salah, selasa malam hingga rabu pagi saya duduk menonton tanpa ekspektasi. Saya yakin filmya akan bagus. Tapi saya murni duduk hanya sebagai penonton saja untuk berpartisipasi. 

Eh sialan, saya jadi ikut terbawa film itu.. Di Episode 3 air mata saya tumpah ruah.

Saya tidak ingin spoiler banyak, tapi kalau anda anak muda yang sedang bekerja pasti bisa memahami perasaan seperti yang saya alami, apalagi kalau membelikan sesuatu untuk orang tua dengan gaji pertama. 

Geu ru membersihkan tkp seorang ibu tua yang sudah meninggal, lalu kemudian menemuka barang-barang dan berniat memberikan kepada anak si ibu itu, sayangnya anak ibu itu tidak mau, malah melempar barnag-barnag itu dan hanya menginginkan duit peninggalan si ibu, tiba di suatu waktu si anak saking marahnya melempar barang milik ibunya dan kemudian ia melihat sebuah kotak, bertuliskan Hadiah dari anakku, gaji pertamanya, yang bahkan ternyata belum pernah sekalipun dipakai oleh si ibu. 

Seketika air mata saya brebes mili, tak lagi bisa ditahan, nangis sejadi-jadinya. Saya membayangkan kalau saya berada di posisi  itu, dan menyaksikan, hadiah gaji pertama yang diberikan ternyata tidak dipakai bahkan sampai akhir hayatnya.

Ceritanya mengalir dengan sangat baik, kisah han geu ru,  Alur cerita yang di tampilkan tidak hanya berfokus pada kisah soal para mendiang yang menjadi klien dari ‘Move to Heaven’ saja, tetapi juga kisah kematian ayahnya dan kemunculan pamannya sang-gu untuk mejadi walinya disusun dengan rapi. 

Sang-gu yang awalnya menjaga Han Geu-ru hanya untuk mengeruk harta kekayaan sang kakak, perlahan-lahan mulai memedulikan dan menyayangi Han Geu-ru setelah melewati beberapa masalah bersama-sama. 

Sampai situ saja, karena ini bukan murni tulisan review soal film, saya tidak ingin menulis terlalu detail soal ceritanya. Tapi layaknya film-film "bagus" (menurut saya) yang lain, Netflix melalui Move to Heaven mampu memain-mainkan perasaan penontonnya. Dari senang, sedih, dan lain sebagainya.

mariviu.com
mariviu.com

Tapi bicara soal anak muda yang masih mulai atau sedang menghadapi krisis dalam hidupnya, kisah move to heaven memberikan sebuah pandangan baru. 

Seringkali kita bekerja dengan sangat keras, bahkan mungkin terlampau keras, sampai lupa yang ada di sekitar kita, kisah ini mau membuka mata kita bahwa waktu itu singkat, setiap waktu adalah berharga, Bahkan dalam perjuangan itu pun ada selalu banyak yang dikorbankan, entah itu waktu, perasaan, dan juga mungkin materi. Materi masih mungkin untuk dicari, tapi waktu dan perasaan seringkali sulit untuk dibalikkan apalagi diperbaiki.

Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah soal kenangan tentang orang yang kita cintai. Kisah soal membersihkan TKP kita belajar bahwa yang tersisa dari mereka yang pergi meninggalkan dunia ini adalah kenangan tentang orang dicintai. Maka buatlah sebanyak mungkin kenangan yang bisa menjadi hal baik yang dikenang oleh orang kelak.

Menjadi Geu Ru yang punya penyakit sindrom asperger bukan kesalahan ia, dan ia pun tak bisa memilih. Maka menjalani hidup seperti yang kita yakini itu penting. Hubungan yang baik dengan orang tua mungkin dianggap sepele, tapi berdampak dalam aspek seluruh kehidupan anak itu, seperti contohnya rasa sayang sang ayah berdampak dalam seluruh aspek keseharian Han Geu-Ru.

Dan sebagai penutup tulisan ini, kisah Geu ru yang berusaha mengingat kata-kata ayahnya yang sangat positif, membuat kita sadar bahwa kita harus punya plan dan berpikir dengan baik-baik tentang diri kita, masa depan, atau kehidupan kita. Karena pada dasarnya tidak ada yang salah ketika kita terlahir ke dunia ini, tentu kita tak dapat memilih. 

Namun, dalam keadaan apa pun usahakan agar kita harus menjalani hidup yang sesuai pikiran dan keyakinan kita. Jangan biarkan kata-kata atau cibiran orang lain yang mengkritik sikap kita akan memengaruhi hal-hal yang kita yakini. 

*)Ronald Anthony

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun