Rahardi mengatakan bahwa dengan metode penjemuran, kadar air gabah dan jagung hanya bisa dikurangi sampai hanya  14 persen. Sedangkan dengan pengering kadar air bisa dikurangi sampai hanya 11 persen, sehingga bisa disimpan di silo sampai 3 tahun.
Jika bisa disimpan sampai 3 tahun maka petani tak perlu lagi takut menghadapi panen raya yang membuat harga jatuh. Mereka bisa menyimpan gabah dan jagung sampai harganya menguntungkan. Mungkin juga Bulog perlu membuat silo serta menyimpan gabah dan bukan beras.
Fokus kepada teknologi pasca panen ini bisa meningkatkan kesejahteraan petani. BumDes dan dana desa bisa diberdayakan untuk membuat pengering sederhana yang menggunakan bahan bakar sekam dan jerami serta membuat silo sederhana menggunakan bambu atau kayu yang dilapisi oleh terpal plastik di dalamnya.
Koperasi perlu didirikan untuk mengelola pengering dan silo ini. Koperasi yang juga bisa memberikan pinjaman untuk kebutuhan hidup dan penanaman kembali selama gabah atau jagung belum dijual. Jaminannya adalah hasil panen yang disimpan di silo koperasi.
Koperasi yang bisa lebih meningkatkan daya tawar dan juga menambah penghasilan. Karena semua keuntungan akan dibagi kepada semua anggota koperasi (Petani).
Baca juga : Koperasi Sebagai Sarana untuk Mengurangi Kesenjangan Ekonomi
Kolaborasi
Tetapi tanpa adanya kolaborasi yang erat antar kementerian hal ini (penerapan teknologi) tidak mudah diwujudkan. Bayangkan saja ada Kementerian Koperasi, Kementerian Desa, Kementerian Pertanian, dan mungkin Kementerian Pekerjaan Umum serta Keuangan yang terlibat.
Ego sektoral harus dibuang karena tidak ada A(ku) dalam kata Tim. Agar teknologi yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani bisa segera diterapkan.
Jika beras dan jagung sudah berhasil, mungkin bisa dimulai penerapan teknologi pasca panen untuk produk pertanian lain. Seperti cabai dan bawang merah yang harganya sering gonjang ganjing dan merugikan petani.
Selain kolaborasi dengan kementerian lain, kolaborasi dengan Bulog juga perlu dilakukan. Untuk membantu menjaga kestabilan harga produk pertanian.
Tetapi memang seperti banyak yang disampaikan oleh para pengamat, akibat dihapuskannya program rastra, Bulog kurang memiliki saluran penjualan untuk beras yang diserap dari petani. Walaupun sebenarnya rastra bukan program yang berjalan tanpa masalah. Banyak keluhan tentang kualitas beras yang sampai dikatakan tidak layak dikonsumsi manusia.