Bulan Mei 2019 ada sebuah Deja Vu yang terjadi, sebuah cuitan Donald Trump yang menggoyahkan pasar modal dan ekonomi dunia. Hal yang sama pernah terjadi pada Februari 2018. Bagaimanakah perang dagang ala Donald Trump?
Trump adalah pribadi yang unik, kalau tidak bisa dikatakan sangat berbeda. Penggunaan Twitter untuk mengumumkan sebuah kebijakan membuat semua orang harus menyesuaikan diri.
Begitu juga dengan para diplomat yang bertugas di Amerika Serikat (AS). Baca:Â Diplomat harus berubah untuk menghadapi Trump
Tarif Impor Dibayar China
Donald Trump percaya bahwa penerapan tarif atas barang impor eks China akan dibayar oleh China dan akan menguntungkan AS. Orang mempertanyakan apakah kepercayaan ini hanya retorika belaka?
Ternyata tidak, sebuah artikel di Axios mengatakan bahwa Trump betul-betul percaya bahwa tarif itu bagus dan akan dibayar oleh China. Kesimpulan ini diambil setelah Axios mewawancarai beberapa pejabat AS yang bekerja untuk Trump.
Padahal semua tarif impor dibayar oleh konsumen negara yang mengimpor. Tambahan tarif akan dianggap sebagai biaya oleh importir dan biasanya akan dibebankan kepada konsumen melalui harga jual yang meningkat.
Hal ini berlaku untuk kedua pihak, AS dan China. Pengenaan tarif tambahan akan dibayar oleh konsumen di negara masing-masing.
Baca juga: Siapakah Korban Perang Dagang?
Menyerang Negara Sekutu
Dalam perang, untuk lebih dapat lebih mudah mengalahkan musuh maka biasanya pihak yang terlibat akan mencari kawan. Kawan yang diajak untuk berperang mengalahkan musuh yang dituju.
Dalam perang dagang ala Donald Trump, hal ini tidak terjadi. Trump malah menyerang negara-negara yang secara tradisional adalah sekutu AS, seperti Uni Eropa dan Jepang.
Pengenaan tarif untuk impor mobil asal Jepang dan Uni Eropa adalah contohnya. Walaupun tarif ini akan ditunda penerapannya 6 bulan ke depan.